Jumat, 25 Juni 2010

[BAGUS BGT, DIBACA YA!]: Sebuah Pelajaran Penting Dari Sebuah Kitab Jarh wa Ta'dil yang Masyhur yakni Tahdzibut Tahdzib



Perhatian: Ana ambil ini dari blog ustadz Abu Hudzaifah di http://basweidan.wordpress.com/. Artikel ini tidak bisa dilihat kecuali orang2 yang telah mengetahui password-nya untuk membuka artikel ini. Apa yang ana salin dalam note FB ana ini bukanlah artikel secara keseluruhan tapi bagian2 tertentu saja yang "aman" untuk dikonsumsi oleh publik. Ana sendri juga kurang tahu kenapa ustadz Basweidan terlalu protektif dalam hal artikel ini. Wallahua'lam. Akhirul Kalam Selamat Membaca

Dalam kitabnya yang berjudul Tahdzibut Tahdzib, Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan biografi salah seorang perawi hadits yang bernama Hasan bin Shalih bin Shalih bin Hay. Orang ini sebenarnya tergolong penghafal hadits, berilmu, zuhud, wara’, ahli ibadah, dan sering menangis lantaran takut kepada Allah. Pun demikian, Ia memiliki pemikiran sesat yang berbahaya, yaitu menghasung orang-orang untuk memberontak kepada para penguasa dengan alasan karena mereka orang fasik. Mengingat kharisma yang dimilikinya demikian besar, maka para ulama sangat keras dalam mengecamnya… simaklah bagaimana perkataan para ulama salaf tentangnya, dan saya akan menukilkan teks arabnya agar lebih valid, lalu menerjemahkannya:

تهذيب التهذيب – (ج 2 / ص 249)

قال يحيى القطان كان الثوري سئ الرأى فيه،

Yahya Al Qaththan (salah seorang imam ahli hadits yg wafat th 198 H) mengatakan: “Konon Sufyan Ats Tsauri berpersepsi jelek terhadapnya (yakni Hasan bin Shalih bin Hay).

وقال أبو نعيم: دخل الثوري يوم الجمعة فإذا الحسن بن صالح يصلي فقال نعوذ بالله من خشوع النفاق وأخذ نعليه فتحول،

Abu Nu’aim (salah seorang ahli hadits juga) mengatakan: “Suatu ketika Sufyan Ats Tsauri memasuki mesjid; tiba-tiba ia mendapati Hasan bin Shalih sedang shalat, maka ia berkata: “A’udzubillah dari khusyuk yang penuh kemunafikan!”, lantas ia mengambil sendalnya dan pindah tempat.

وقال ايضا عن الثوري: ذاك رجل يرى السيف على الامة!

Abu Nu’aim juga meriwayatkan dari Ats Tsauri bahwa ia mengatakan: “Lelaki itu menganggap umat ini harus menghunuskan pedang”.[1]

وقال خلاد بن زيد الجعفي: جاءني الثوري إلى هاهنا فقال: الحسن بن صالح مع ما سُمِع من العلم وفِقْهٍ يَتْرُك الجمعة،

Khallad bin Zaid Al Ju’fi mengatakan: “Sufyan Ats Tsauri pernah menghampiriku di sini seraya berkata: “Hasan bin Shalih meski dikenal berilmu dan faqih, ternyata meninggalkan shalat Jum’at!”.

وقال ابن ادريس: ما أنا وابنُ حَيٍّ، لا يَرَى جمعة ولا جهادا.

Ibnu Idris mengatakan: “Apa urusanku dengan Ibnu Hay yang tidak mau shalat Jum’at dan berjihad?!”.

وقال بشر بن الحارث: كان زائدة يجلس في المسجد يحذر الناس من ابن حي واصحابه. قال: وكانوا يرون السيف.

Bisyr bin Harits mengatakan: “Zaidah (salah seorang ulama ahlussunnah dan ahli hadits) konon sering mengadakan majelis di mesjid untuk memperingatkan orang-orang dari Ibnu Hay dan kelompoknya. Ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang berpemikiran ‘pedang’.

وقال خلف بن تميم: كان زائدة يستتيب من أتى الحسن بن حي،

Khalaf bin Tamim mengatakan: “Zaidah konon menyuruh orang yang habis mendatangi Hasan bin Hay untuk bertaubat!”

وقال علي بن الجعد: حدَّثتُ رائدة بحديث عن الحسن فَغَضِب وقال: لا حدثتُك أبدا!

Ali bin Ja’ad mengatakan: “Aku pernah menyampaikan hadits dari Hasan kepada Zaidah, maka ia pun marah serayat berkata:”Aku takkan menyampaikan hadits lagi kepadamu selamanya”.

وقال أبو معمر الهذلي: كنا عند وكيع فكان إذا حدث عن الحسن بن صالح لم نكتب، فقال: ما لكم؟ فقال له أخي بيده هكذا يعني انه كان يرى السيف فسكت،

Abu Mu’adz Al Hudzali berkata: “Kami pernah bermajlis dengan Waki’. Tiap kali ia menyampaikan hadits dari Hasan bin Shalih maka kami tidak mencatatnya. Ia pun bertanya: “Ada apa dengan kalian?”, maka saudaraku mengisyaratkan dengan tangannya yang artinya: “Ia berpemikiran ‘pedang’ “, maka Waki’ pun terdiam.

وقال ابو صالح الفراء: ذكرت ليوسف بن أسباط عن وكيع شيئا من أمر الفتن فقال ذاك يشبه استاذه يعني الحسن ابن حي فقال فقلت ليوسف ما تخاف أن تكون هذه غيبة فقال لم يا احمق انا خير لهؤلاء من آبائهم وامهاتهم أنا انهى الناس أن يعملوا بما احدثوا فتتبعهم اوزارهم ومن اطراهم كان أضر عليهم.

Abu Shalih Al Farra’ menceritakan: “Aku menyampaikan sesuatu dari Waki’ yang berkaitan dengan fitnah kepada Yusuf bin Asbat (salah seorang Imam Ahlussunnah), maka Yusuf berkata: “Dia (yakni Waki’) mirip dengan ustadz-nya –yakni: Hasan bin Hay-. Maka Aku (yakni Abu Shalih Al Farra’) berkata kepada Yusuf: “Lho, kamu tidak takut jika ucapanmu tadi dicatat sebagai ghibah?”, maka selanya: “Dasar bodoh, memangnya kenapa (dianggap ghibah)? Aku lebih baik bagi mereka (waki’, Hasan, dan kelompoknya) dibanding orang tua mereka; Aku menghalangi orang-orang untuk mengamalkan bid’ah yang mereka ciptakan hingga mereka tidak ikut memikul dosa orang-orang tersebut. Adapun orang yang memuji-muji mereka justeru membahayakan mereka.

وقال الاشج: ذكر لابن ادريس صعق الحسن بن صالح فقال تبسم سفيان أحب الينا من صعق الحسن

Al Asyajj berkata: Aku menceritakan kepada Ibnu Idris tentang Hasan bin Shalih yang suka pingsan kalau membaca Al Qur’an; maka komentarnya: “Senyumnya Sufyan (Ats Tsauri) lebih kusukai daripada pingsannya Hasan!”.

[Lihatlah bagaimana para salaf menilai... mereka menggunakan kacamata akidah sebelum ibadah. Bagi mereka, seorang 'alim salafi' yang tersenyum lebih baik dari pada 'ahli ibadah berpemikiran khawarij' yang pingsan karena membaca Al Qur'an].

وقال احمد بن يونس جالسته عشرين سنة ما رأيته رفع رأسه إلى السماء ولا ذكر الدنيا ولو لم يولد كان خيرا له يترك الجمعه ويرى السيف

Ahmad bin Yunus mengatakan: “Aku telah bermajlis dengan Hasan selama 20 tahun dan tak pernah kusaksikan ia menengadahkan kepalanya ke langit maupun menyebut-nyebut dunia. Namun seandainya ia tak pernah lahir itu adalah lebih baik baginya; ia meninggalkan shalat Jum’at dan berpemikiran pedang”.

[Benarlah engkau hai Ahmad bin Yunus... seandainya Ibnu Hay tidak pernah ada di dunia, adalah lebih baik baginya karena keberadaannya sebagai sosok yang shalih dan zuhud dengan pemikiran sesat yang dianutnya, justeru menjadi fitnah besar atas umat Islam... lantas bagaimana dengan fitnah Ibnu Hay kontemporer macam ######### dan #########???[ maaf ana sensor sepertinya ustadz Basweidan tidak ingin nama ini tersebar]

Kemudian setelah menyebutkan perkataan sejumlah ulama yang mengkritisi pedas Hasan bin Shalih bin Hay, Ibnu Hajar menyebutkan perkataan sejumlah ulama lainnya yang menganggapnya sebagai perawi yang tsiqah dan kuat hafalannya. Istilah tsiqah disini tidak menafikan semua kritikan sebelum ini, akan tetapi menunjukkan bahwa ia seorang yang jujur, dan bukan ahli maksiat serta kuat hafalannya. Pun demikian tidak menafikan dirinya sebagai orang yang berpemikiran ‘pedang’ tadi. Karenanya, setelah menceritakan bagaimana kezuhudan dan kewara’an si Hasan bin Shalih, Ibnu Hajar lantas menyimpulkan sbb

تهذيب التهذيب – (ج 2 / ص 250)

وقولهم كان يرى السيف يعني كان يرى الخروج بالسيف على ائمة الجور، وهذا مذهبٌ للسلفِ قديمٌ، لكن استقر الأمر على ترك ذلك لما رأوه قد افضى إلى أشد منه؛ ففي وقعة الحرة ووقعة ابن الاشعث وغيرهما عظة لمن تدبر. وبمثل هذا الرأى لا يقدح في رجل قد ثبتت عدالته واشتهر بالحفظ والاتقان والورع التام. والحسن مع ذلك لم يخرج على أحد وأما ترك الجمعة ففي جملة رأيه ذلك أن لا يصلي خلف فاسق ولا يصحح ولاية الامام الفاسق، فهذا ما يعتذر به عن الحسن وان كان الصواب خلافه فهو إمام مجتهد.

Perkataan mereka yang berbunyi: “Ia berpemikiran pedang” artinya ia membolehkan umat untuk memberontak kepada penguasa zhalim dengan senjata. Ini merupakan mazhab lawas yang pernah dianut oleh Salaf, akan tetapi setelah itu pemikiran ini disepakati untuk ditinggalkan, setelah mereka menyaksikan bahwa pemikiran tersebut menimbulkan dampak yang jauh lebih buruk. Contohya dalam tragedi Harrah[2], pemberontakan Ibnul Asy’ats[3], dan lain-lain yang menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Akan tetapi, pemikiran semacam ini tidak menjadikan ‘keadilan’ seseorang menjadi jatuh selama ia dianggap adil dan terkenal kuat hafalan serta ahli dalam masalah hadits dan wara’. Pun demikian, Hasan sendiri tidak pernah memberontak secara langsung terhadap seorang pemimpin pun. Adapun sikapnya yang meninggalkan shalat Jum’at, maka diantara pemikirannya ialah bahwa seseorang tidak boleh bermakmum di belakang Imam yang fasiq, dan ia menganggap kekuasaan seorang yang fasiq itu tidak sah. Inilah udzur yang bisa diberikan untuk Hasan karena dia seorang imam mujtahid, meskipun yang benar bukanlah seperti itu”.

Inilah manhaj salaf yang harus kita ikuti… jangan menjadikan keshalihan sebagai standar satu-satunya dalam menilai seseorang. Lihat dulu bagaimana pemikirannya? Bagaimana ucapan-ucapannya? Cocokkan itu semua dengan dalil-dalil dan komentar para ulama tentangnya… niscaya Anda akan tahu siapa yang benar dan siapa yang sesat.

Kezhaliman penguasa bukanlah alasan bolehnya memberontak kepada mereka sama sekali. Bahkan jika mereka telah kafir sekalipun! Ya, kekafiran penguasa bukan alasan mutlak bagi kaum muslimin yang tinggal di wilayahnya untuk angkat senjata kepadanya, apalagi jika kekafiran itu hanyalah tuduhan yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar