Rabu, 28 April 2010

KEDAHSYATAN SIKSAAN DIALAM KUBUR

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Albaraa' bin Aazib r.a. berkata: "Kami bersama Nabi Muhammad s.a.w keluar mengantar jenazah seorang sahabat Anshar, maka ketika sampai kekubur dan belum dimasukkan dalam lahad, Nabi Muhammad s.a.w duduk dan kami duduk disekitarnya diam menundukkan kepala bagaikan ada burung diatas kepala kami, sedang Nabi Muhammad s.a.w mengorek-ngorek dengan dahan yang ada ditangannya, kemudian ia mengangkat kepala sambil bersabda: "Berlindunglah kamu kepada Allah dari siksaan kubur.". Nabi Muhammad s.a.w mengulangi sebanyak 3 kali." Lalu Nabi Muhammad s.a.w bersabda:

"Sesungguhnya seorang mukmin jika akan meninggal dunia dan menghadapi sakaratul maut (akan mati), turun padanya malaikat yang putih-putih wajahnya bagaikan matahari, membawa kafan dari syurga, maka duduk didepannya sejauh pandangan mata mengelilinginya, kemudian datang malaikulmaut dan duduk didekat kepalanya dan memanggil: "Wahai roh yang tenang baik, keluarlah menuju pengampunan Allah dan ridhaNya."

Nabi Muhammad s.a.w bersabda lagi: "Maka keluarlah rohnya mengalir bagaikan tetesan dari mulut kendi tempat air, maka langsung diterima dan langsung dimasukkan dalam kafan dan dibawa keluar semerbak harum bagaikan kasturi yang terharum diatasbumi, lalu dibawa naik, maka tidak melalui rombongan malaikat melainkan ditanya: "Roh siapakah yang harum ini?" Dijawab: "Roh fulan bin fulan sehingga sampai kelangit, dan disana dibukakan pintu langit dan disambut oleh penduduknya dan pada tiap-tiap langit diantar oleh Malaikat Muqarrabun, dibawa naik kelangit yang atas hingga sampai kelangit ketujuh, maka Allah berfirman: "Catatlah suratnya di illiyyin. Kemudian dikembalikan ia kebumi, sebab daripadanya Kami jadikan, dan didalamnya Aku kembalikan dan daripadanya pula akan Aku keluarkan pada saatnya." Maka kembalilah roh kejasad dalam kubur, kemudian datang kepadanya dua Malaikat untuk bertanya: "Siapa Tuhanmu?" Maka dijawab: Allah Tuhanku. Lalu ditanya: "Apakah agamamu?" Maka dijawab: "Agamaku Islam" Ditanya lagi: "Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang diutuskan ditengah-tengah kamu?" Dijawab: "Dia utusan Allah". Lalu ditanya: "Bagaimanakah kamu mengetahui itu?" Maka dijawab: "Saya membaca kitab Allah lalu percaya dan membenarkannya" Maka terdengar suara: "Benar hambaKu, maka berikan padanya hamparan dari syurga serta pakaian syurga dan bukakan untuknya pintu yang menuju kesyurga, supaya ia mendapat bau syurga dan hawa syurga, lalu luaskan kuburnya sepanjang pandangan mata." Kemudian datang kepadanya seorang yang bagus wajahnya dan harum baunya sambil berkata: "Terimalah khabar gembira, ini saat yang telah dijanjikan Allah kepadamu." Lalu bertanya: "Siapakah kau?" Jawabnya: "Saya amalmu yang baik selama di dunia." Lalu ia berkata: Ya Tuhan, segerakan hari kiamat supaya segera saya bertemu dengan keluargaku dan kawan-kawanku."

Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Adapun hamba yang kafir dan zalim munafik., jika akan meninggal dunia dan menghadapi sakaratul maut, maka turun kepadanya Malaikat dari langit yang hitam mukanya dengan pakaian hitam, lalu duduk dimukanya sepanjang pandangan mata, kemudian datang Malaikulmaut dan duduk disamping kepalanya lalu berkata: "Hai roh yang jahat, keluarlah menuju murka Allah." Maka tersebar disemua anggota badannya, maka dicabut rohnya bagaikan mencabut besi dari bulu yang basah, maka terputus semua urat dan ototnya, lalu diterima akan dimasukkan dalam kain hitam, dan dibawa dengan bau yang sangat busuk bagaikan bangkai, dan dibawa naik, maka tidak melalui malaikat melainkan ditanya: "Roh siapakah yang jahat dan busuk itu?" Dijawab: "Roh fulan bin fulan." dengan sebutan yang amat jelek sehingga sampai dilangit dunia, maka minta dibuka, tetapi tidak dibuka untuknya. Kemudian Nabi Muhammad s.a.w membaca ayat: "Laa tufattahu lahum abwabus samaa'i, wala yad khuluunal jannata hatta yalijal jamalu fisamil khiyaath." (artinya) "Tidak dibukakan bagi mereka itu pintu-pintu langit dan tidak dapat masuk syurga sehingga unta dapat masuk dalam lubang jarum."

Kemudian diperintahkan: "Tulislah orang itu dalam sijjin." Kemudian dilemparkan rohnya itu bagitu saja sebagaimana ayat "Waman yusyrik billahi fakaan nama khorro minassama'i fatakh thofuhuth thairu au tahwi bihirrihu fimakaanin sahiiq." (artinya) "Dan siapa mempersekutukan Allah, maka bagaikan jatuh dari langit lalu disambar hilang atau dilemparkan oleh angin kedalam jurang yang curam."

Kemudian dikembalikan roh itu kedalam jasad didlam kubur, lalu didatangi oleh dua Malaikat yang mendudukkannya lalu bertanya: ""Siapa Tuhanmu?" Maka dijawab: "Saya tidak tahu". Lalu ditanya: "Apakah agamamu?" Maka dijawab: "Saya tidak tahu" Ditanya lagi: "Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang diutuskan ditengah-tengah kamu?" Dijawab: "Saya tidak tahu". Lalu ditanya: "Bagaimanakah kamu mengetahui itu?" Maka dijawab: "Saya tidak tahu" Maka terdengar suara seruan dari langit: "Dusta hambaKu, hamparkan untuknya dari neraka dan bukakan baginya pintu neraka, maka terasa olehnya panas hawa neraka, dan disempitkan kuburnya sehingga terhimpit dan hancurlah tulang-tulang rusuknya, kemudian datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya dan busuk baunya sambil berkata: "Sambutlah hari yang sangat jelek bagimu, inilah saat yang telah diperingatkan oleh Allah kepadamu." Lalu ia bertanya: "Siapakah kau?" Jawabnya: "Aku amalmu yang jelek." Lalu ia berkata: "Ya Tuhan, jangan percepatkan kiamat, ya Tuhan jangan percepatkan kiamat."

Abul-Laits dengan sanadnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Seorang mukmin jika sakaratulmaut didatangi oleh Malaikat dengan membawa sutera yang berisi misik (kasturi) dan tangkai-tangkai bunga, lalu dicabut rohnya bagaikan mengambil rambut didalam adonan sambil dipanggil: "Ya ayyatuhannafsul muth ma'innatur ji'i ila robbiki rodhiyatan mardhiyah." (artinya) "Hai roh yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan perasaan rela dan diridhoi. Kembalilah dengan rahmat dan keridhoan Allah." Maka jika telah keluar rohnya langsung ditaruh diatas misik dan bunga-bunga itu lalu dilipat dengan sutera dan dibawa keilliyyin. Adapun orang kafir jika sakaratulmaut didatangi oleh Malaikat yang membawa kain bulu yang didalamnya ada api, maka dicabut rohnya dengan keras dan kasar sambil dikatakan kepadanya: "Hai roh yang jahat keluarlah menuju murka Tuhammu ketempat yang rendah hina dan siksaNya, maka bila telah keluar rohnya itu, diletakkan diatas api dan bersuara seperti sesuatu yang mendidih kemudian dilipat dan dibawa kesijjin."

Alfaqih Abu Ja'far meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Umar r.a. berkata: "Seorang mukmin jika diletakkan dikubur maka diperluaskan kuburnya itu hingga 70 hasta dan ditaburkan padanya bunga-bunga dan dihamparkan sutera, dan bila ia hafal sedikit dari al-quran sukup untuk penerangannya jika tidak maka Allah s.w.t. memberikan kepadanya nur cahaya penerangan yang menyerupai penerangan matahari, dan didalam kubur bagaikan pengantin baru, jika tidur maka tidak ada yang berani membangunkan kecuali kekasihnya yakni Allah swt sendiri, maka ia bangun dari tidur itu bagaikan masih kurang masa tidurnya dan belum puas. Adapun orang kafir maka akan dipersempit kuburnya sehingga hancurlah tulang rusuknya dan masuk kedalam perutnya lalu dikirimkan kepadanya ular sebesar leher unta, maka makan dagingnya sehingga habis dan sisa tulang saja, lalu dikirim kepadanya Malaikat yang akan menyiksa yaitu yang buta tuli dan bisu dengan membawa pukulan dari besi neraka yang langsung dipukulkannya, sedang Malaikat itu tidak mendengar suara jeritannya dan tidak melihat keadaannya supaya tidak dikasihaninya, selain itu lalu dihidangkan siksa neraka itu tiap pagi dan petang."

Abu-Laits berkata: "Siapa yang ingin selamat dari siksaan kubur maka harus menjalankan empat dan meninggalkan empat yaitu:
Menjaga sholat lima waktu, Banyak bersedekah, Banyak membaca al-quran, Memperbanyak bertasbih (membaca: Subhanallah walhamdulillah wal'aa ilaha illallah wallahu akbar, walahaula wala quwata illa billah)

Semua yang empat ini dapat menerangi kubur dan meluaskannya. Adapun empat yang harus ditinggalkan ialah:

Dusta/bohong,Ghibah(mengumpat), adu domba(namimah), Menjaga kencing, sebab Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: "Bersih-bersihlah kamu daripada kencing, sebab umumnya siksa kubur itu karena kencing. (Yakni hendaklah dicuci kemaluan sebersih-bersihnya.)

Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Innallahha ta'ala kariha lakum arba'a: Al'abatsu fishsholaati, wallagh wu filqira'ati, warrafatsu fisshiyami, wadhdhahiku indal maqaabiri. (artinya) Sesungguhnya Allah tidak suka padamu empat hal :

main-main dalam sholat, tidak mendengarkan bacaan quran dan berkata keji waktu puasa dan tertawa saat ada kematian."

Muhammad bin Assammaak ketika melihat kubur berkata: "Kalian jangan tertipu karena tenangnya dan diamnya kubur-kubur ini, maka alangkah banyaknya orang yang sudah bingung didalamnya, dan jangan tertipu karena ratanya kubur ini, maka alangkah jauh berbeza antara yang satu pada yang lain didalamnya. Maka seharusnya orang yang berakal memperbanyak ingat pada kubur sebelum masuk kedalamnya."

Sufyan Atstsauri berkata: "Siapa yang sering (banyak) mengingat mati, dan ziarah kubur, maka akan mendapatkannya kebun dari kebun-kebun syurga, dan siapa yang melupakannya maka akan mendapatkannya jurang dari jurang-jurang api neraka."

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata dalam khutbahnya: "Hai hamba Allah, berhati-hatilah kamu dari maut yang tidak dapat dihindari, jika kamu berada ditempat, ia datang mengambil kamu, dan bila kamu lari pasti akan terpegang juga, maut terikat selalu diubun-ubunmu, maka carilah jalan selamat, carilah jalan selamat dan cepat2lah bertaubat, sebab dibelakangmu ada yang mengejar kamu yaitu kubur, ingatlah bahwa kubur itu adakalanya kebun dari kebun-kebun syurga atau jurang dari jurang-jurang neraka dan

kubur itu tiap-tiap hari berkata-kata: Akulah rumah yang gelap gulita, akulah tempat sendirian dan tiada bertetangga, akulah rumah yang penuh ulat-ulat."

Ingatlah sesudah itu ada hari (saat) yang lebih ngeri, hari dimana anak kecil segera beruban dan orang tua bagaikan orang mabuk, bahkan ibu yang menyusui lupa terhadap bayinya dan wanita yang bunting menggugurkan kandungannya dan kau akan melihat orang-orang bagaikan orang mabuk tetapi tidak mabuk khamar, hanya siksa Allah s.w.t. yang sangat ngeri dan dahsyat.

Ingatlah bahwa sesudah itu ada api neraka yang sangat panas dan suram dalam, perhiasannya besi dan cairan timah dan tembag, minumannya darah bercampur nanah, tidak ada rahmat Allah s.w.t. disana. Maka kaum muslimin yang menangis. lalu ia berkata: "Dan disamping itu ada syurga yang luasnya selebar langit dan bumi, tersedia untuk orang-orang yang takwa. Semoga Allah s.w.t. melindungi kami dari siksa yang pedih dan menempatkan kami dalam darunna'iem (Syurga yang serba kenikmatan).

Usaid bin Abdirrahman berkata: "Saya telah mendapat keterangan bahwa seorang mukmin jika mati dan diangkat, ia berkata: "Segerakan aku.", dan bila telah dimasukkan dalam lahad (kubur), bumi berkata kepadanya: "Aku kasih padamu ketika diatas punggungku, dan kini aku lebih sayang kepadamu." Dan bila orang kafir mati lalu diangkat mayatnya, ia berkata: "Kembalikan aku." dan bila diletakkan didalam lahadnya, bumi berkata: "Aku sangat benci kepadamu ketika kau diatas punggungku, dan kini aku lebih benci lagi kepadamu."

Usman bin Affan r.a. ketika berhenti diatas kubur, ia menangis, maka ditegur: "Engkau jika menyebut syurga dan neraka tidak menangis, tetapi kau menangis karena kubur?" Jawabnya: "Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: "Alqabru awwalu manazilil akhirah, fa in naja minhu fama ba'dahu aisaru minhu, wa in lam yanju minhu fama ba'dahu asyaddu minhu." (artinya)"Kubur itu pertama tempat yang menuju akhirat, maka bila selamat dalam kubur, maka yang dibelakangnya lebih ringan, dan jika tidak selamat dalam kubur maka yang dibelakangnya lebih berat daripadanya."

Abdul-Hamid bin Mahmud Almughuli berkata: "Ketika aku duduk bersama Ibn Abbas r.a., tiba-tiba datang kepadanya beberapa orang dan berkata: "Kami rombongan haji dan bersama kami ini ada seorang yang ketika sampai didaerah Dzatishshahifah, tiba-tiba ia mati, maka kami siapkan segala keperluannya, dan ketika menggali kubur untuknya, tiba-tiba ada ular sebesar leher onta di liang lahad, maka kami tinggalkan dan menggali lain tempat juga ada ular, maka kami biarkan dan kami menggali lain tempat juga kami dapatkan ular, maka kami biarkan dan kini kami bertanya kepadamu, bagaimanakah harus kami perbuat terhadap mayat itu?" Jawab Ibn Abbas r.a.: "Itu dari amal perbuatannya sendiri, lebih baik kamu kubur saja demi Allah andaikan kamu galikan bumi ini semua niscaya akan kamu dapat ular didalamnya." Maka mereka kembali dan menguburkan mayat itu didalam salah satu kubur yang sudah digali itu dan ketika mereka kembali kedaerahnya mereka pergi kekeluarganya untuk mengembalikan barang-barangnya sambil bertanya kepada isterinya apakah amal perbuatan yang dilakukan oleh suaminya? Jawab isterinya: "Dia biasa menjual gandum dalam karung, lalu dia mengambil sekadar untuk makanannya sehari, dan menaruh tangkai-tangkai gandum itu kedalam karung seberat apa yang diambilnya itu."

Abul-Laits berkata: "Berita ini menunjukkan bahwa kianat itu salah satu sebab siksaan kubur dan apa yang mereka lihat itu sebagai peringatan jangan sampai kianat."

Ada keterangan bahwa bumi ini tiap hari berseru sampai lima kali dengan berkata:

Hai anak Adam, kamu berjalan diatas punggungku dan kembalimu didalam perutku.
Hai anak Adam, kamu makan berbagai macam diatas punggungku dan kamu akan dimakan ulat didalam perutku. Hai anak Adam, kamu tertawa diatas punggungku, dan akan menangis didalam perutku.
Hai anak Adam, kamu bergembira diatas punggungku dan akan berduka didalam perutku.
Hai anak Adam, kamu berbuat dosa diatas punggungku, maka akan tersiksa didalam perutku.


Amr bin Dinar berkata: "Ada seorang penduduk kota Madinah yang mempunyai saudara perempuan diujung kota, maka pada sakit saudaranya itu kemudian mati, maka setelah diselesaikan persiapannya dibawa kekubur, kemudian setelah selesai menguburkan dan kembali pulang kerumah, ia teringat pada kantongan yang dibawa dan tertinggal dalam kubur, maka ia minta bantuan orang untuk menggali kubur itu kembali, dan sesudah digali kubur itu maka ketemu kantongannya itu, ia berkata kepada orang yang membantunya itu: "Tolong aku ketepi sebentar sebab aku ingin mengetahui bagaimana keadaan saudaraku ini." Maka dibuka sedikit lahadnya, tiba-tiba dilihatnya kubur itu menyala api, maka segera ia meratakan kubur itu dan kembali kepada ibunya lalu bertanya: "Bagaimanakah kelakuan saudaraku dahulu itu?" Ibunya berkata: "Mengapa kau menanyakan kelakuan saudaramu, padahal ia telah mati?" Anaknya tetap meminta supaya diberitahu tentang amal perbuatan saudaranya itu, lalu diberitahu bahwa saudaranya itu biasanya mengakhirkan sholat dari waktunya, juga tidak menjaga dalam kesucian dan diwaktu malam sering mengintai rumah-rumah tetangga untuk mendengar obrolan mereka lalu disampaikan kepada orang lain sehingga mengadu domba antara mereka, dan itulah sebabnya siksa kubur. Kerena itu siapa yang ingin selamat dari siksaan kubur haruslah menjauhkan diri dari sifat namimah (adu domba diantara tetangga dan orang lain) supaya selamat dari siksaan kubur dan mudah baginya menjawab pertanyaan Malaikat Munkar Nakier.

Alabarra' bin Aazib r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Seorang mukmin jika ditanya dalam kubur, maka ia langsung membaca Asyhadu an laa ilaha illallah wa anna Muhammad abduhu warasuluhu, maka itulah yang tersebut dalam firman Allah: Yutsabbitullahul ladzina aamanu bil qaulits tsabiti filhayatiddun ya wafil akhirah (Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan khalimah yang teguh dimana hidup didunia dan diakhirat (yakni khalimah laa ilaha illallah, Muhammad Rasullullah).

Dan ketetapan itu terjadi dalam tiga waktu yaitu:

Ketika melihat Malakulmaut, Ketika menghadapi pertanyaan Mungkar Nakier, Ketika menghadapi hisab dihari kiamat.

Dan ketetapan ketika melihat Malaikulmaut dalam tiga hal yaitu:

Terpelihara dari kekafiran, dan mendapat taufiq dan istiqamah dalam tauhid sehingga keluar rohnya dalam Islam,Diberi ucapan selamat oleh Malaikat bahwa ia mendapat rahmat,Melihat tempatnya disyurga sehingga kubur menjadi salah satu kebun syurga.

Adapun ketetapan ketika hisab juga dalam tiga perkara yaitu:

Allah s.wt. memberinya ilham sehingga dapat menjawab segala pertanyaan dengan benar, Mudah dan ringan hisabnya, Diampunkan segala dosanya

Ada juga yang mengatakan bahwa ketetapan itu dalam empat masa yaitu:

Ketika mati, Didalam kubur sehingga dapat menjawab pertanyaan tanpa gentar atau takut,Ketika hisab
Ketika berjalan diatas sirat sehingga berjalan bagaikan kecepatan kilat


Firman Allah s.w.t. yang berbunyi: "Wa man a'rodho an dzikri fa inna lahu ma'i syatan dhanka wanah syuruhu yaumal qiyaamati a'ma. (artinya) "Dan siapa yang mengabaikan peringatanKu (ajaranKu) maka ia akan merasakan kehidupan yang sukar (kehidupan sukar ini ketika menghadapi pertanyaan dalam kubur)."

Demikian pula ayat: "Yu tsabbitulladzina aamanu bil qoulaits tsabiti filhayatiddunia wafil akhirati. (artinya) "Allah akan menetapkan hati orang-orang mukmin dengan kalimat yang baik didunia dan diakhirat."

Abu-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Saad bin Almusayyab dari Umar r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Jika seorang mukmin telah masuk kedalam kubur, maka didatangi oleh dua Malaikat yang menguji dalam kubur, lalu mendudukkannya dan menanyainya, sedang ia mendengar suara derap sandal sepatu mereka ketika kembali, lalu ditanya oleh kedua Malaikat itu: Siapa Tuhammu, dan apakah agamamu, dan siapa Nabimu, lalu dijawab: Allah Tuhanku, dan agamaku Islam dan Nabiku Nabi Muhammad s.a.w. Lalu Malaikat itu berkata: Allah yang menetapkan kau dalam kalimat itu, tidurlah dengan tenang hati. Itulah artinya Allah menetapkan mereka dalam kalimat hak. Adapun orang kafir zalim maka Allah menyesatkan mereka dengan tidak memberi petunjuk taufiq pada mereka, sehingga ketika ditanya oleh Malaikat: Siapa Tuhanmu, apa agamamu dan siapa Nabimu, maka jawab orang kafir atau munafiq: Tidak tahu. Maka oleh Malaikat dikatakan: Tidak tahu, maka langsung dipukul sehingga jeritan suaranya terdengar semua yang dialam kecuali manusia dan jin. (Dan andaikan didengar oleh manusia pasti pingsan)

Abu Hazim dari Ibn Umar r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w bersabda kepada Umar r.a : "Bagaimanakah kau hai Umar jika didatangi oleh kedua Malikat yang akan mengujimu didalam kubur yaitu Mungkar Nakier hitam keduanya kebiru-biruan taring keduanya mengguriskan bumi, sedang rambut keduanya sampai ketanah dan suara keduanya bagaikan petir yang dahsyat, dan matanya bagaikan kilat yang menyambar?" Umar bertanya: "Ya Rasullullah, apakah ketika itu aku dalam keadaan sadar sebagaimana keadaanku sekarang ini?" Nabi Muhammad s.a.w menjawab: "Ya." Umar berkata: "jika sedemikian maka saya selesaikan keduanya dengan izin Allah s.w.t.. Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "sesungguhnya Umar seorang yang mendapat taufiq."

Abul-Laits berkata: "saya telah diberitahu oleh Abul-Qasim bin Abdurrahman bin Muhammad Asysyabadzi dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Tiada seorang yang mati melainkan ia mendengkur yang didengari oleh semua binatang kecuali manusia, dan andaikata ia mendengar pasti pingsan, dan bila diantar kekubur, maka jika solih (baik) berkata: "Segerakanlah aku, andaikan kamu mengetahui apa yang didepanku daripada kebaikan, niscaya kamu akan menyegerakan aku. Dan bila ia tidak baik maka berkata: "Jangan keburu, andaikata kamu mengtahui apa yang didepan aku daripada bahaya, niscaya kamu tidak akan keburu. Kemudian jika telah ditanam dalam kubur, didatangi oleh dua Malaikat yang hitam kebiru-biruan datang dari arah kepalanya, maka ditolak oleh sholatnya: Tidak boleh datang dari arahku sebab adakalanya ia semalaman tidak tidur karena takut dari saat yang seperti ini, lalu datang dari bawah kakinya, maka ditolak oleh berbaktinya pada kedua orang tuanya: Jangan datang dari arahku, karena ia biasa berjalan tegak karena ia takut dari saat seperti ini, lalu datang dari arah kanannya, maka ditolak oleh sedekahnya: Tidak boleh datang dari arahku, karena ia pernah sedekah karena ia takut dari saat seperti ini, lalu ia datang dari kirinya maka ditolak oleh puasanya: Jangan datang dari arahku, karena ia biasa lapar dan haus karena takut saat seperti ini, lalu ia dibangunkan bagaikan dibangunkan dari tidur, lalu ia bertanya: Bagaimana pendapatmu tentang orang yang membawa ajaran kepadamu itu? Ia tanya: Siapakah itu? Dijawab: Nabi Muhammad s.a.w? Maka dijawab: Saya bersaksikan bahwa ia utusan Allah. Lalu berkata kedua Malaikat: Engkau hidup sebagai seorang mukmin, dan mati juga mukmin. Lalu diluaskan kuburnya, dan dibukakan baginya segala kehormatan yang dikurniakan Allah kepadanya.

Semoga Allah memberi kita taufiq dan dipelihara serta dihindarkan dari hawa nafsu yang menyesatkan, dan menyelamatkan kami dari siksa kubur karena Nabi Muhammad s.a.w juga berlindung kepada Allah dari siksa kubur."

A'isyah r.a. berkata: "Saya dahulunya tidak mengetahui adanya siksa kubur sehingga datang kepadaku seorang wanita yahudi, minta-minta dan sesudah saya beri ia berkata: "Semoga Allah melindungi kamu dari siksa kubur. Maka saya kira keterangannya itu termasuk tipuan kaum Yahudi, lalu saya ceritakan kepada Nabi Muhammad s.a.w maka Nabi Muhammad s.a.w memberitahu kepadaku bahwa siksa kubur itu hak bena adanya, maka seharusnya seorang muslim berlindung kepada Allah s.w.t. dari siksa kubur, dan bersiap sedia untuk menghadapi kubur dengan amal yang soleh, sebab selama ia masih hidup maka Allah s.w.t. telah memudahkan baginya segala amal soleh. Sebaliknya bila ia telah masuk kedalam kubur, maka ia akan ingin kalau dapat diizinkan, sehingga ia sangat menyesal semata-mata, karena itu seorang yang berakal harus berfikir dalam hal orang-orang yang telah mati, karena orang-orang yang telah mati itu, mereka sangat ingin kalau dapat akan sholat dua rakaat, berzikir dengan tasbih, tahmid dan tahlil, sebagaimana ketika didunia, tetapi tidak diizinkan, lalu mereka heran pada orang-orang yang masih hidup menyia-nyiakan waktu dalam permainan dan kelalaian semata-mata.

jagalah dan siap-siapkan harimu, sebab ia sebagai pokok kekayaanmu, maka mudah bagimu mendapatkan atau mencari untung laba, sebab kini dagangan akhirat agak sepi dan tidak laku, karena itu rajin-rajinlah kau mengumpulkan sebanyak mungkin daripadanya, sebab akan tiba masa dagangan itu sangat berharga sebab pada saat itu ia berharga, maka kau tidak akan dapat mencari atau mencapainya.

Kami mohon semoga Allah s.w.t. memberi taufiq untuk bersiap-siap menghadapi saat keperluan dan jangan sampai menjadikan kami dari golongan yang menyesal sehingga ingin kembali kedunia tetapi tidak diizinkan, juga semoga Allah s.w.t. memudahkan atas kami sakaratulmaut, dan kesukaran kubur, demikian pula pada semua kaum muslimin dan muslimat.

Aamin ya Robbal aalamin. Ya arhamurrahimin, wahasbunallahu wani'mal wakiel, walahaula wala quwwata illa billahil aliyil adhiem."
READ MORE - KEDAHSYATAN SIKSAAN DIALAM KUBUR

Awal Perjalanan Akhirat

الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على نبيه المصطفى، أما بعد

Khalifah kaum muslimin yang keempat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.

Suatu hari ada seorang yang bertanya:

تذكر الجنة والنار ولا تبكي وتبكي من هذا؟

“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن القبر أول منازل الآخرة فإن نجا منه فما بعده أيسر منه وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه

“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah al-Mashabih)

Bagaimanakah perjalanan seseorang jika ia telah masuk di alam kubur? Hadits panjang al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:

Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.

Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’

Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.

Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.

Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.

Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman Allah:

لا تفتح لهم أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط

“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)

Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:

وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ

“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)

Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama lainnya.

Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 156)

Itulah dua model kehidupan orang yang telah masuk liang kubur. Jika kita menginginkan untuk menjadi orang yang dibukakan baginya pintu ke surga dan diluaskan liang kuburnya seluas mata memandang maka mari kita berusaha untuk memperbanyak untuk beramal saleh di dunia ini.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Maka mari kita manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini untuk benar-benar beramal saleh. Insya Allah, kelak kita mendapatkan kenikmatan di alam kubur serta dihindarkan dari siksaan di dalamnya,Ya Alllah jadikanlah kami semua mati dlam keadaan Khusnul Khotimah amien........

Wallahu ta’ala a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in
READ MORE - Awal Perjalanan Akhirat

Cara Beribadah kepada Allah Setelah memahami bahwa tujuan manusia adalah menyembah Allah, perlu kita pelajari bagaimana cara-car

ara Beribadah kepada Allah
Setelah memahami bahwa tujuan manusia adalah menyembah Allah, perlu kita pelajari bagaimana cara-cara manusia menyembah Allah. Kemajuan lahir dan batin manusia tidak terpisah. Dengan manusia menyembah Allah secara lengkap dan tepat, maka ajaran Islam akan terlihat cantik

Cara menyembah Allah ada 3 bagian,

1. Ibadah yang asas : mempelajari, memahami, meyakini, rukun iman, serta mempelajari, memahami dan melaksanakan rukun islam.
2. Ibadah fadhailul amal : Amalan-amalan yang utama seperti puasa Senin Kamis, shalat tahajud, shalat sunat rawatib, membaca ayat-ayat tasbih, tahmid, tahlil, membaca shalawat, dll
3. Ibadah yang umum, yang lebih luas, seluas dunia, yaitu ibadah yang mubah jadi ibadah asalkan menempuh lima syarat ibadah

Lima syarat ibadah untuk ibadah umum adalah sebagai berikut

1. Niat mesti betul
2. Perkara yang kita buat dibenarkan syariat
3. Pelaksanaan sesuai dengan syariat
4. Natijah (hasil) digunakan sesuai syariat
5. Jangan tertinggal ibadah yang asas

Ibadah yang asas, serta ibadah yang fardhu, kalau kita dapat amalkan sungguh-sungguh lahir dan batin, dengan penuh khusyuk, dapat membuahkan akhlak yang mulia, budi pekerti yang baik, khusnul khulq. Akhlak yang mulia ini merupakan buah ibadah. Sebab itulah Allah menilai ibadah manusia bukan atas dasar banyak tapi sejauh mana memberi hasil, dapat membuahkan akhlak. Seharusnya makin banyak beribadah, makin halus akhlaknya. Itu yang disebut amal taqwa, amal sholeh. Tapi kalau ibadah banyak tidak membuahkan akhlak mulia, masih lagi dihukum di neraka.

Pernah Rasulullah SAW berkumpul bersama dengan para sahabat, kemudian Rasulullah berkata, saya memiliki seorang tetangga wanita, dia berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud, tetapi ia ahli neraka. Sahabat bertanya, bagaimana wanita itu ya Rasulullah, jawab baginda Rasulullah SAW, wanita itu selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. (Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli neraka. Kenapa ? sebab ibadah tak berbuah. Jadi orang yang menyakiti orang lain, ibadahnya tidak melahirkan akhlak.

Sementara itu satu hari Rasulullah SAW bercerita di depan sahabat, tidak lama lagi akan datang seseorang di majlis ini, dia ahli syurga. Kalau Rasulullah SAW berkata, dia itu ahli surga, maka itu pasti ahli syurga. Jadi sahabat menunggu siapa yang akan datang. Tak lama kemudian datang seseorang. Sahabat banyak yang tidak kenal. Setelah kuliah, sahabat ada yang ingin mengambil perhatian, apa amalannya sampai Rasulullah sebut dia ahli syurga. Sahabat itu mengikuti sampai ke rumahnya dan meminta izin untuk bermalam. Sahabat ingin melihat apa amalannya sehingga Rasulullah sebut ahli syurga. Jadi setelah diikuti sepanjang malam, tidak ada yang istimewa, shalat sunat tak dibuat, tahajud pun tak dibuat. Setelah subuh sahabat bertanya, waktu kuliah semalam Rasulullah berkata, sebelum saudara datang, sebentar lagi akan datang seorang ahli syurga. Saya ingin tanya apa amalan saudara, sampai dapat dikatakan ahli syurga. Jawab orang itu, saya bukan saja tidak ada hasad dengki (iri hati) dengan orang, niat untuk hasad pun tidak ada. Jadi ibadah yang sedikit berbuah.

Sedangkan ibadah yang ketiga adalah bentuk ibadah yang lebih luas lagi. Setiap kerja akan menjadi ibadah apabila menempuh lima syarat. Misalnya di bidang ekonomi, sains teknologi, pendidikan, pemerintahan, dan lain lain. Jelaslah bagi kita bahwa ibadah ini akan melahirkan pembangunan fisik. Inilah yang dikatakan ada keseimbangan di antara pembangunan rohaniah dan fisik.

Bagaimana yang disebut seimbang ? Bila kita melaksanakan ibadah yang pertama dan kedua artinya kita melahirkan akhlak yang mulia, kemudian melaksanakan ibadah yang ketiga dengan menempuh 5 syarat, maka melahirkan pembangunan fisik. Kalau umat Islam benar-benar mengikuti kaedah itu maka tentulah Islam akan berjaya memakmurkan dunia. Tetapi selagi kita masih mengikuti sistem orang lain, bukan kejayaan yang dicapai bahkan berkrisis sesama sendiri.

Setiap usaha ikhtiar kita akan jadi ibadah bila menempuh 5 syarat, banyak perkara yang kita tidak faham selama ini sudah dapat difahami. Apa yang kita fahami melalui kaedah 5 syarat ini :

1. Kaedah 5 syarat membuktikan bahwa kemajuan dunia dan kemajuan akhirat tidak terpisah, atau ibadah dan kemajuan tidak terpisah. Buktinya kalau kita menguruskan kedai dengan menempuh 5 syarat, bukankah itu kemajuan dunia. Dia dapat maju di bidang ekonomi, bahkan apabila dia menempuh 5 syarat, Allah nilai dengan syurga. Mana yang dikatakan terpisah di antara kemajuan dunia dan akhirat.
2. Setelah kita mengetahui tentang kaedah 5 syarat ini, maka salahlah pandangan umum selama ini yang menganggap 50 % dunia, 50 % akhirat. Mana ada 50-50 dalam Islam. Dalama Islam kemajuan dunia itulah juga kemajuan akhirat.
3. Dengan kaedah 5 syarat maka nampaklah pada kita keindahan Islam. Satu perkara kita buat, dapat dua keuntungan, untung dunia dan untung akhirat.
4. Pembangunan yang ditegakkan, baik di bidang sains teknologi, pendidikan dsb., itu merupakan buah. Buah yang lahir ada pohonnya, yaitu karena umat Islam menegakkan hukum-hukum dan inadabh kepada Allah dalam kehidupan. Contohnya yang membuat perniagaan dengan membuka kedai karena tuntutan fardhu kifayah. Bila maju kedai itu artinya dia telah membangun kemajuan di bidang ekonomi.
5. Kalau begitu, semakin banyak umat Islam beribadah dengan cara yang ketiga, maka semakin banyaklah kemajuan umat Islam. Akhirnya umat Islam dapat berdikari tanpa bersandar nasib dengan tamadun orang kafir. Sebaliknya jika umat Islam lalai menegakkan ibadah bentuk yang ketiga maka semakin kurang kemajuan yang dicapai oleh umat Islam. Akhirnya umat Islam akan selamanya bersandar nasib dengan orang yang bukan Islam dan sampai kapanpun umat Islam akan hina diperhambakan orang.

Justru itulah kalau kita fahami maka ajaran Islam akan terlihat cantik, di samping kita mendapat kemajan di dunia, juga mendapat kemajuan di akhirat. Kemajuan yang dicapai tidak menimbulkan krisis sesama sendiri. Tetapi kalau kita tidak dapat memahami ajaran Islam dan lalai pula mengamalkannya, maka kita tidak akan mendapat kemajuan walaupun kita usahakan, sebaliknya kita bahkan akan berkrisis sesama sendiri.
Setelah memahami bahwa tujuan manusia adalah menyembah Allah, perlu kita pelajari bagaimana cara-cara manusia menyembah Allah. Kemajuan lahir dan batin manusia tidak terpisah. Dengan manusia menyembah Allah secara lengkap dan tepat, maka ajaran Islam akan terlihat cantik

Cara menyembah Allah ada 3 bagian,

1. Ibadah yang asas : mempelajari, memahami, meyakini, rukun iman, serta mempelajari, memahami dan melaksanakan rukun islam.
2. Ibadah fadhailul amal : Amalan-amalan yang utama seperti puasa Senin Kamis, shalat tahajud, shalat sunat rawatib, membaca ayat-ayat tasbih, tahmid, tahlil, membaca shalawat, dll
3. Ibadah yang umum, yang lebih luas, seluas dunia, yaitu ibadah yang mubah jadi ibadah asalkan menempuh lima syarat ibadah

Lima syarat ibadah untuk ibadah umum adalah sebagai berikut

1. Niat mesti betul
2. Perkara yang kita buat dibenarkan syariat
3. Pelaksanaan sesuai dengan syariat
4. Natijah (hasil) digunakan sesuai syariat
5. Jangan tertinggal ibadah yang asas

Ibadah yang asas, serta ibadah yang fardhu, kalau kita dapat amalkan sungguh-sungguh lahir dan batin, dengan penuh khusyuk, dapat membuahkan akhlak yang mulia, budi pekerti yang baik, khusnul khulq. Akhlak yang mulia ini merupakan buah ibadah. Sebab itulah Allah menilai ibadah manusia bukan atas dasar banyak tapi sejauh mana memberi hasil, dapat membuahkan akhlak. Seharusnya makin banyak beribadah, makin halus akhlaknya. Itu yang disebut amal taqwa, amal sholeh. Tapi kalau ibadah banyak tidak membuahkan akhlak mulia, masih lagi dihukum di neraka.

Pernah Rasulullah SAW berkumpul bersama dengan para sahabat, kemudian Rasulullah berkata, saya memiliki seorang tetangga wanita, dia berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud, tetapi ia ahli neraka. Sahabat bertanya, bagaimana wanita itu ya Rasulullah, jawab baginda Rasulullah SAW, wanita itu selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. (Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli neraka. Kenapa ? sebab ibadah tak berbuah. Jadi orang yang menyakiti orang lain, ibadahnya tidak melahirkan akhlak.

Sementara itu satu hari Rasulullah SAW bercerita di depan sahabat, tidak lama lagi akan datang seseorang di majlis ini, dia ahli syurga. Kalau Rasulullah SAW berkata, dia itu ahli surga, maka itu pasti ahli syurga. Jadi sahabat menunggu siapa yang akan datang. Tak lama kemudian datang seseorang. Sahabat banyak yang tidak kenal. Setelah kuliah, sahabat ada yang ingin mengambil perhatian, apa amalannya sampai Rasulullah sebut dia ahli syurga. Sahabat itu mengikuti sampai ke rumahnya dan meminta izin untuk bermalam. Sahabat ingin melihat apa amalannya sehingga Rasulullah sebut ahli syurga. Jadi setelah diikuti sepanjang malam, tidak ada yang istimewa, shalat sunat tak dibuat, tahajud pun tak dibuat. Setelah subuh sahabat bertanya, waktu kuliah semalam Rasulullah berkata, sebelum saudara datang, sebentar lagi akan datang seorang ahli syurga. Saya ingin tanya apa amalan saudara, sampai dapat dikatakan ahli syurga. Jawab orang itu, saya bukan saja tidak ada hasad dengki (iri hati) dengan orang, niat untuk hasad pun tidak ada. Jadi ibadah yang sedikit berbuah.

Sedangkan ibadah yang ketiga adalah bentuk ibadah yang lebih luas lagi. Setiap kerja akan menjadi ibadah apabila menempuh lima syarat. Misalnya di bidang ekonomi, sains teknologi, pendidikan, pemerintahan, dan lain lain. Jelaslah bagi kita bahwa ibadah ini akan melahirkan pembangunan fisik. Inilah yang dikatakan ada keseimbangan di antara pembangunan rohaniah dan fisik.

Bagaimana yang disebut seimbang ? Bila kita melaksanakan ibadah yang pertama dan kedua artinya kita melahirkan akhlak yang mulia, kemudian melaksanakan ibadah yang ketiga dengan menempuh 5 syarat, maka melahirkan pembangunan fisik. Kalau umat Islam benar-benar mengikuti kaedah itu maka tentulah Islam akan berjaya memakmurkan dunia. Tetapi selagi kita masih mengikuti sistem orang lain, bukan kejayaan yang dicapai bahkan berkrisis sesama sendiri.

Setiap usaha ikhtiar kita akan jadi ibadah bila menempuh 5 syarat, banyak perkara yang kita tidak faham selama ini sudah dapat difahami. Apa yang kita fahami melalui kaedah 5 syarat ini :

1. Kaedah 5 syarat membuktikan bahwa kemajuan dunia dan kemajuan akhirat tidak terpisah, atau ibadah dan kemajuan tidak terpisah. Buktinya kalau kita menguruskan kedai dengan menempuh 5 syarat, bukankah itu kemajuan dunia. Dia dapat maju di bidang ekonomi, bahkan apabila dia menempuh 5 syarat, Allah nilai dengan syurga. Mana yang dikatakan terpisah di antara kemajuan dunia dan akhirat.
2. Setelah kita mengetahui tentang kaedah 5 syarat ini, maka salahlah pandangan umum selama ini yang menganggap 50 % dunia, 50 % akhirat. Mana ada 50-50 dalam Islam. Dalama Islam kemajuan dunia itulah juga kemajuan akhirat.
3. Dengan kaedah 5 syarat maka nampaklah pada kita keindahan Islam. Satu perkara kita buat, dapat dua keuntungan, untung dunia dan untung akhirat.
4. Pembangunan yang ditegakkan, baik di bidang sains teknologi, pendidikan dsb., itu merupakan buah. Buah yang lahir ada pohonnya, yaitu karena umat Islam menegakkan hukum-hukum dan inadabh kepada Allah dalam kehidupan. Contohnya yang membuat perniagaan dengan membuka kedai karena tuntutan fardhu kifayah. Bila maju kedai itu artinya dia telah membangun kemajuan di bidang ekonomi.
5. Kalau begitu, semakin banyak umat Islam beribadah dengan cara yang ketiga, maka semakin banyaklah kemajuan umat Islam. Akhirnya umat Islam dapat berdikari tanpa bersandar nasib dengan tamadun orang kafir. Sebaliknya jika umat Islam lalai menegakkan ibadah bentuk yang ketiga maka semakin kurang kemajuan yang dicapai oleh umat Islam. Akhirnya umat Islam akan selamanya bersandar nasib dengan orang yang bukan Islam dan sampai kapanpun umat Islam akan hina diperhambakan orang.

Justru itulah kalau kita fahami maka ajaran Islam akan terlihat cantik, di samping kita mendapat kemajan di dunia, juga mendapat kemajuan di akhirat. Kemajuan yang dicapai tidak menimbulkan krisis sesama sendiri. Tetapi kalau kita tidak dapat memahami ajaran Islam dan lalai pula mengamalkannya, maka kita tidak akan mendapat kemajuan walaupun kita usahakan, sebaliknya kita bahkan akan berkrisis sesama sendiri.
READ MORE - Cara Beribadah kepada Allah Setelah memahami bahwa tujuan manusia adalah menyembah Allah, perlu kita pelajari bagaimana cara-car

Adzan dan Iqamah Pada Telinga Bayi Yang Baru Dilahirkan.

Masih banyak umat Islam yang mempraktekan adzan untuk bayi yang baru dilahirkan, yaitu adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Inilah alasan mereka;

Termasuk sunnah, adzan pada telinga kanan bayi, dan iqamah pada telinga kiri bayi, agar yang pertama kali mengetuk telinganya adalah nama Allah. (Fiqh Sunnah, 3: 329)

DASAR KETERANGAN:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

Dari Abi Rafi’ ia berkata: “Saya melihat Rasulullah adzan pada telinga Husain ketika Fatimah melahirkannya”. (H.R Ahmad, demikian juga Abu Dawud dan Tirmidzi dan ia menshahihkannya, keduanya (Abu Dawud serta Tirmidzi) mengatakan Hasan. (Nailu al-Authar)

Ibnu al-Sinni telah meriwayatkan hadits yang marfu’ dari Husain bin ‘Ali dengan Lafazh:

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

“Siapa yang melahirkan seorang anak, kemudian adzan di telinga kanan, dan iqamat di telinga kiri, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummu al-Shibyan”. (Nailu al-Authar, 5:155). Ummu al-Shibyan adalah gangguan jin.

Diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul Aziz bahwa ia beradzan ditelinga kanan bayi dan qamat ditelinga kirinya pada saat bayi itu dilahirkan. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 107)

PENJELASAN:

Hadits Rafi’ itu dhaif, tidak dapat dijadikan hujjah atas dasar:

Pada sanadnya ada seorang bernama ‘Ashim bin ‘Ubaidillah bin ‘Ashim bin ‘Umar bin Khathab. Imam Malik mengatakan dia tercela/cacat. Menurut Ibnu Ma’in ia dhaif haditsnya, serta tidak dapat dijadikan hujjah, juga ia telah diperbincangkan oleh orang lain. Abu Hatim Muhammad al-Busti telah mengkritik riwayat hadits ini, juga yang lainnya. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 107)

Yang menjadi bahan pembicaraan dalam hadits ini ialah ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dia itu dhaif. Menurut imam Bukhari: Munkaru al-Hadits. (Nailu al-Authar, 5: 155)

Menurut Bukhari: Setiap orang yang kami nyatakan MUNKARU AL-HADITS, maka ia tidak dapat dijadikan hujjah. Dalam ungkapan lain beliau menyatakan: “Tidak halal meriwayatkannya”. (Fathu al-Mughits, 1: 346)

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Kabir, dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Hammad bin Syu’aib dan dia dhaif sekali. (Majma’u al-Zawaid, 4: 60)

Berkata Ibnu Khuzaimah: “Saya tidak berhujjah dengannya karena jelek hafalannya”, demikian diriwayatkan dalam Mizanu al-‘Itidal. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 108)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la, dalam sanadnya ada nama Marwan bin Salim al-Ghifari, dia itu matruk (ditinggalkan). (Majma’u al-Zawaid, 4: 59)

Menurutku (pengarang Tuhfatu al-Ahwadzi, pen) Imam Nawawi telah mengatakan dalam Syarah Jami’u al-Shagir, sanad hadits itu dhaif. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 108)

Menurut al-Hafizh dalam al-Talkhis, hadits ‘Umar bin ‘Abdul Aziz yang berbunyi: “Sesungguhnya ia apabila mempunyai anak yang baru dilahirkan, ia beradzan ditelinga kanan bayi dan qamat di telinga kirinya”. Hadits tersebut tidak bersanad. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 108)

Seorang ahli hadits Mesir masa kini yaitu Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini hafizhohullah mengatakan,

“Hadits yang menjelaskan adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah. Sedangkan suatu amalan secara sepakat tidak bisa ditetapkan dengan hadits lemah. Saya telah berusaha mencari dan membahas hadits ini, namun belum juga mendapatkan penguatnya (menjadi hasan).” (Al Insyirah fi Adabin Nikah, hal. 96, dinukil dari Hadiah Terindah untuk Si Buah Hati, Ustadz Abu Ubaidah, hal. 22-23)

Disyari’atkannya adzan:

Adzan adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat, dengan lafazh yang telah ditentukan agama.

Hadits dari Malik bin Huwarits: “Sesungguhnya Nabi telah bersabda: “Apabila datang waktu shalat, hendaklah salah seorang diantara kamu adzan, dan hendaklah yang paling tua diantara kamu menjadi imam”. (H.R. Bukhari Muslim)

KESIMPULAN

Dari keterangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Adzan itu hanya disyari’atkan untuk shalat, itupun tidak semua shalat tetapi hanya untuk shalat fardhu saja.
2. Hadits-hadits yang menganjurkan adzan karena kelahiran bayi tidak ada yang shahih.
3. Hadits adzan di telinga bayi tidak bisa diamalkan sehingga amalan tersebut tidak dianjurkan.

Adapun menurut hadits yang shahih , do’a untuk bayi yang baru lahir adalah:

A’UUDZU BIKALIMATILLAAHI ATTAMMATI MIN KULLI SYAITHANIN WAHAMMATIN WA MIN KULLI ‘AININ LAMMATIN

“Aku berlindung (untuk anak ini) dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala gangguan syaitan, binatang yang berbisa, dari segala gangguan sorotan mata yang dapat membuat akibat buruk bagi apa yang dilihatnya”. (H.R. Bukhari)
READ MORE - Adzan dan Iqamah Pada Telinga Bayi Yang Baru Dilahirkan.

EMPAT IMAM MADZHAB SEPAKAT BAHWA ALLAH BERADA DI ATAS LANGIT

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.Saudaraku se iman dimanapun engkau berada semoga senantiasa mendapat penjagaan Allah Ta’ala. Pada kesempatan kali kita akan membahas pembuktian mengenai aqidah Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Yang kita utarakan nanti adalah perkataan empat imam madzhab mengenai ideologi tersebut. Kita dapat saksikan bahwa empat imam madzhab sepakat dalam hal ini dan orang-orang semacam abusalafy yang menganut aqidah Jahmiyah yang melenceng jauh dari aqidah mereka-mereka ini. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.

Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah

Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,

من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر

“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]

Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,

سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم

Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]

Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit

Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,

الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء

“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]

Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,

جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج

“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,

الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ

“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]

Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.

Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit

Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,

القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد

“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]

Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya

Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,

ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض

“Apa makna firman Allah,

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ

“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]

مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]

Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”

Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,

قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان

Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]

Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,

كيف نعرف ربنا

“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,

في السماء السابعة على عرشه

“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,

هكذا هو عندنا

“Begitu juga keyakinan kami.”[17]

Tidak Perlu Disangsikan Lagi

Itulah perkataan empat Imam Madzhab yang jelas-jelas perkataan mereka meyakini bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Bahkan sebenarnya ini adalah ijma’ yaitu kesepakatan atau konsensus seluruh ulama Ahlus Sunnah. Lantas mengapa aqidah ini perlu diragukan oleh orang yang jauh dari kebenaran?

Ini bukti ijma’ ulama yang dibawakan oleh Ishaq bin Rohuwyah.

قال أبو بكر الخلال أنبأنا المروذي حدثنا محمد بن الصباح النيسابوري حدثنا أبو داود الخفاف سليمان بن داود قال قال إسحاق بن راهويه قال الله تعالى الرحمن على العرش استوى إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة

“Abu Bakr Al Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al Maruzi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[18]. Para ulama sepakat (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh.[19]

Adz Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah mengatakan,

اسمع ويحك إلى هذا الإمام كيف نقل الإجماع على هذه المسألة كما نقله في زمانه قتيبة المذكور

“Dengarkanlah perkataan Imam yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijma’ ini dinukil oleh Qutaibah di masanya.”[20]

Sanggahan: Abu Salafy Cuma Asal Nuduh

Kami sedikit mencuplik ucapan beliau dalam postingan di blognya dengan judul “Kaum Mujassimah Berbohong Atas Nama Imam Malik”. Beliau membawakan nukilan berikut ini ketika menerangkan ucapan Imam Malik di atas.

Ibnu Lubbân dalam menafsirkan ucapan Imam Maliki di atas mengatakan, seperti disebutkan dalam Ithâf as Sâdah al Muttaqîn,2/82:

كيف غير معقول أي كيف من صفات الحوادث وكل ما كان من صفات الحوادث فإثباته في صفات الله تعالى ينافي ما يقتضيه العقل فيجزم بنفيه عن الله تعالى ، قوله : والاستواء غير مجهول أي أنه معلوم المعنى عند أهل اللغة ، والإيمان به على الوجه اللائق به تعالى واجب ؛ لأنه من الإيمان بالله وبكتبه ، والسؤال عنه بدعة ؛ أي حادث لأن الصحابة كانوا عالمين بمعناه اللائق بحسب وضع اللغة فلم يحتاجوا للسؤال عنه ، فلما جاء من لم يحط بأوضاع لغتهم ولا له نور كنورهم يهديه لصفات ربه يسأل عن ذلك، فكان سؤاله سببا لاشتباهه على الناس وزيغهم عن المراد.

“Kaif tidak masuk akal, sebab ia termasuk sifat makhluk. Dan setiap sifat makhluk maka jika ditetapkan menjadi sifat –ta’ala- pasti menyalai apa yang wajib bagi-Nya berdasarkan hukum akal sehat, maka ia harus dipastikan untuk ditiadaakan dari Allah –ta’ala-. Ucapan beliau, “Istiwâ’ tidak majhûl” yaitu ia telah diketahui oleh ahli bahasa apa maknanya. Beriman sesuai dengan makna yang layak bagi Allah adalah wajib hukumnya, sebab ia termasuk beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya. Dan “bertanya tentangnya adalah bid’ah” yaitu sesuatu yang dahulu tidak pernah muncul, sebab di masa sahabat, mereka sudah mengetahui maknanya yang layak sesuai dengan pemaknaan bahasa. Karenanya mereka tidak butuh untuk menanyakannya. Dan ketika datang orang yang tidak menguasai penggunaan bahasa mereka dan tidak memiliki cahaya seperti cahaya para sahabat yang akan membimbing mereka untuk mengenali sifat-sifat Tuhan mereka, muncullah pertanyaan tentangnya. Dan pertanyaan itu menjadi sebab kekaburan atas manusia dan penyimpangan mereka dari yang apa yang dimaksud.”

Diriwayatkan juga bahwa Imam Malik berkata:

الرحمن على العرش استوى كما وصف به نفسه ولا يقال كيف ، وكيف عنه مرفوع…

“Ar Rahmân di atas Arys beristiwâ’ sebagaimana Dia mensifati Diri-Nya. Dan tidak boleh dikatakan: Bagaimana? Dan bagaimana itu terangkat dari-Nya… “ (Lebih lanjut baca: Ithâf as Sâdah,2/82, Daf’u Syubah at Tasybîh; Ibnu al Jawzi: 71-72)

Pernyataan di atas benar-benar tamparan keras ke atas wajah-wajah kaum Mujassimah!

Penulis berkata, “Perkataan Imam Malik itu benar adanya. Begitu pula penjelasan dari Ibnu Lubban itu benar. Maksud perkataan mereka berdua adalah bahwa makna Istiwa’ itu sudah diketahui, sedangkan bagaimana dan hakekat Allah itu beristiwa’ itu tidak diketahui karena memang kita tidak diberitahu tentang hal tersebut. Kami khawatir abusalafy sendiri sebenarnya tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh Imam Malik dan Ibnu Libban. Sampai-sampai dalam tulisan lain abusalafy menuduh yang bukan-bukan. Dalam tulisan lain yang abusalafy berkata:

Itulah yang benar-benar terjadi! Mazhab Wahhabi/Salafy “ngotot” menyebarkan dan meyakinkan kaum Muslimin bahwa Allah itu berbentuk… bersemayam, duduk di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh delapan kambing hutan atau dipikul empat malaikat yang rupa dan bentuk mereka beragam, ada yang menyerupai seekor singa dan yang lainnya menyerupai bentuk binatang lain… dan lain sebagainya dari akidah ketuhanan yang menggambarkan Allah itu berbentuk dan menyandang sifat-sifat makhluk-Nya..

Penulis menjawab, “Siapa yang katakan bahwa sifat Allah itu dapat digambarkan bentuknya? Mana buktinya?” Beliau juga menuduh kami, “Allah duduk di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh delapan kambing hutan atau dipikul empat malaikat yang rupa dan bentuk mereka beragam, ada yang menyerupai seekor singa dan yang lainnya menyerupai bentuk binatang lain”. Penulis menjawab, “Mana buktinya kami pernah menyatakan demikian? Dalam kitab mana? Ini sungguh tuduhan dan klaim dusta yang mengada-ada. Beliau pun tidak berani menunjukkan bukti dari tuduhan yang beliau bawakan.”

Semoga beliau bisa membedakan menetapkan sifat Allah dan menyebutkan bagaimana hakekat sifat tersebut. Coba renungkan dengan baik-baik perkataan Ishaq bin Rohuwyah yang pernah kami bawakan di postingan pertama serial ini. Beliau rahimahullah mengatakan, “Yang disebut tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), jika kita mengatakan, ‘Tangan Allah sama dengan tanganku atau pendengaran-Nya sama dengan pendengaranku.’ Inilah yang disebut tasybih. Namun jika kita mengatakan sebagaimana yang Allah katakan yaitu mengatakan bahwa Allah memiliki tangan, pendengaran dan penglihatan; dan kita tidak sebut, ‘Bagaimana hakikat tangan Allah, dsb?’ dan tidak pula kita katakan, ‘Sifat Allah itu sama dengan sifat kita (yaitu tangan Allah sama dengan tangan kita)’; seperti ini tidaklah disebut tasybih. Karena ingatlah Allah Ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syuro: 11)[21]

Jadi ingatlah bahwa menyatakan Allah beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy, di atas langit ketujuh bukan berarti kita menyerupakan Allah dengan makhluk. Namun kita yakini sifat Allah itu jauh berbeda dengan makhluk-Nya, karena itulah perbedaan Allah yang memiliki sifat kemuliaan dan makhluk yang selalu dipenuhi kehinaan. Itulah memang karakter busuk dari Jahmiyah, asal menuduh yang bukan-bukan. Bagi setiap orang yang menetapkan sifat Allah, maka dituduhlah Mujassimah. Jauh-jauh hari, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni telah mengisyaratkan,

فالمعتزلة والجهمية ونحوهم من نفاة الصفات يجعلون كل من أثبتها مجسما مشبها ومن هؤلاء من يعد من المجسمة والمشبهة من الأئمة المشهورين كمالك والشافعي وأحمد وأصحابهم كما ذكر ذلك أبو حاتم صاحب كتاب الزينة وغيره

“Mu’tazilah, Jahmiyah dan semacamnya yang menolak sifat Allah, mereka menyebut setiap orang yang menetapkan sifat bagi Allah sebagai mujassimah atau musyabbihah. Bahkan di antara mereka menyebut para Imam besar yang telah masyhur (seperti Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan pengikut setia mereka) sebagai mujassimah atau musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Sebagaimana hal ini disebutkan oleh Abu Hatim, penulis kitab Az Zinah dan ulama lainnya.”[22]

Itulah tuduhan Jahmiyah. Kami tutup tulisan berikut ini dengan menyampaikan perkataan Abu Nu’aim Al Ash-bahani, penulis kitab Al Hilyah. Beliau rahimahullah, “Metode kami (dalam menetapkan sifat Allah) adalah jalan hidup orang yang mengikuti Al Kitab, As Sunnah dan ijma’ (konsensus para ulama). Di antara i’tiqod (keyakinan) yang dipegang oleh mereka (para ulama) bahwasanya hadits-hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Allah berada di atas ‘Arsy dan mereka meyakini bahwa Allah beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy-Nya. Mereka menetapkan hal ini tanpa melakukan takyif (menyatakan hakekat sifat tersebut), tanpa tamtsil (memisalkannya dengan makhluk) dan tanpa tasybih (menyerupakannya dengan makhluk). Allah sendiri terpisah dari makhluk dan makhluk pun terpisah dari Allah. Allah tidak mungkin menyatu dan bercampur dengan makhluk-Nya. Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya di langit sana dan bukan menetap di bumi ini bersama makhluk-Nya.”[23]

Semoga tulisan kali ini bias sebagai renungan bagi orang yang mencari kebenaran. Nantikan serial selanjutnya. Kami akan menyebutkan perkataan ulama Ahlis Sunnah yang menyanggah pemahaman Jahmiyah semacam abusalafy yang menyatakan “Allah itu ada tanpa tempat”. Semoga Allah mudahkan.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.



Diselesaikan di Pangukan, Sleman, 12 Rabi’ul Akhir 1431 H (27/03/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho Al Ambony)

Artikel http://rumaysho.com

[1] Imam Abu Hanifah hidup pada tahun 80-150 H.

[2] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 116-117, Darus Salafiyah, Kuwait, cetakan pertama, 1406 H. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy, Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 137, Al Maktab Al Islamiy.

[3] Syaikh Al Albani rahimahullah memberikan pelajaran cukup berharga dalam Mukhtashor Al ‘Uluw, perkataan Adz Dzahabi di sini menandakan bahwa kitab Fiqhul Akbar bukanlah milik Imam Abu Hanifah, dan ini berbeda dengan berbagai anggapan yang telah masyhur di kalangan Hanafiyah. (Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 136)

[4] QS. Thaha: 5.

[5] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, Adz Dzahabi, hal. 135-136, Maktab Adhwaus Salaf, Riyadh, cetakan pertama, 1995.

[6] Imam Malik hidup pada tahun 93-179 H.

[7] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar, hal. 138.

[8] QS. Thaha: 5.

[9] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 378.

[10] Imam Asy Syafi’I hidup pada tahun 150-204 H.

[11] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal.165

[12] Imam Ahmad bin Hambal hidup pada tahun 164-241 H.

[13] Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 176. Lihat pula Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 189.

[14] QS. Al Hadiid: 4

[15] QS. Al Mujadilah: 7

[16] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 116

[17] Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 118

[18] QS. Thaha: 5.

[19] Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 179. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 194.

[20] Idem

[21] Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 67.

[22] Minhajus Sunnah Nabawiyah fii Naqdi Kalamisy Syi’ah wal Qodariyah, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 2/44, Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1406 H.

[23] Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 5/60, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
READ MORE - EMPAT IMAM MADZHAB SEPAKAT BAHWA ALLAH BERADA DI ATAS LANGIT

Nyanyian, Muzik & Nasyid

Antara Ayat Al-Qur'an Yang Menjelaskan Haramnya Nyanyian dan Muzik

Firman Allah Ta’ala:

Maksudnya: “Dan di antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal hadits untuk menyesatkan orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya ejekan, bagi mereka siksa yang menghinakan.” (Luqman: 6)

Al-Wahidi dalam tafsirnya menyatakan bahawa kebanyakan para mufassir mengertikan “lahwal hadits” dengan “nyanyian”.

Penafsiran ini disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu. Dan kata Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya, Jami’ Ahkamul Qur’an, penafsiran demikian lebih tinggi dan utama kedudukannya. Hal itu ditegaskan pula oleh Imam Ahmad Al-Qurthubi, Kasyful Qina’ halaman 62, bahawa di samping diriwayatkan oleh banyak ahli hadis, penafsiran itu disampaikan pula oleh orang-orang yang telah dijamin oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan doa beliau :

“Ya Allah, jadikanlah dia (Ibnu Abbas) faham terhadap agama ini dan ajarkanlah dia takwil (penafsiran Al-Qur’an).” (HR. Bukhari 4/10 dan Muslim 2477 dan Ahmad 1/266, 314, 328, 335) .

Dengan adanya doa ini, para ulama dari kalangan sahabat memberikan gelar kepada Ibnu Abbas dengan Turjumanul Qur’an (penafsir Al Qur’an).

Ibnu Mas’ud menerangkan bahawa “lahwul hadits” itu adalah al-ghina’. “Demi Allah, yang tiada sesembahan yang haq selain Dia, diulang-ulangnya tiga kali.” Riwayat ini sahih dan telah dijelaskan oleh Syeikh Nashiruddin Al-Albani dalam Tahrim ‘alath Tharb halaman 143. Demikian pula keterangan ‘Ikrimah dan Mujahid.

Al-Wahidi dalam tafsirnya (Al-Wasith 3/411) menambahkan : “Ahli Ilmu Ma’ani menyatakan, ini termasuk semua orang yang cenderung memilih permainan dan al-ghina’ (nyanyian), seruling-seruling, atau alat-alat muzik daripada Al-Qur’an, meskipun lafaznya dengan kata al-isytira’, sebab lafaz ini banyak dipakai dalam menerangkan adanya penggantian atau pemilihan.” (Lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 144-145).

Firman Allah Ta'ala:

Maksudnya: “Dan pengaruhilah siapa saja yang kau sanggupi dari mereka dengan suaramu.” (Al-Isra’ : 65)

Ibnu Abbas mengatakan bahawa “suaramu” dalam ayat ini ertinya adalah segala perkara yang mengajak kepada kemaksiatan. Ibnul Qayyim menambahkan bahawa al-ghina’ adalah da’i yang paling besar pengaruhnya dalam mengajak manusia kepada kemaksiatan. (Mawaridul Aman halaman 325). Mujahid dalam kitab yang sama menyatakan “suaramu” di sini ertinya al-ghina’ (nyanyian) dan al-bathil (kebathilan). Ibnul Qayyim menyebutkan pula keterangan Al-Hasan Bashri bahawa suara dalam ayat ini ertinya duff (rebana), wallahu a’lam.

Firman Allah Ta'ala:

Maksudnya: “Maka apakah terhadap berita ini kamu merasa hairan. Kamu tertawa-tawa dan tidak menangis? Dan kamu bernyanyi-nyanyi?” (An Najm : 59-61).

Kata ‘Ikrimah -dari Ibnu Abbas-, as-sumud ertinya al-ghina’ menurut dialek Himyar. Dia menambahkan: “Jika mendengar Al-Qur’an dibacakan, mereka bernyanyi-nyanyi, maka turunlah ayat ini.”

Ibnul Qayyim menerangkan bahawa penafsiran ini tidak bertentangan dengan pernyataan bahwa as sumud ertinya lalai dan lupa. Dan tidak pula menyimpang dari pendapat yang mengatakan bahawa erti “kamu bernyanyi-nyanyi” di sini adalah kamu menyombongkan diri, bermain-main, lalai, dan berpaling. Kerana semua perbuatan tersebut terkumpul dalam al-ghina’ (nyanyian), bahkan ia merupakan pemicu munculnya sikap tersebut. (Mawaridul Aman halaman 325).

Beberapa Hadis Bekenaan Haramnya Nyanyian dan Muzik

Hadis dari Ibnu Abbas, Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan khamr, judi, dan gendang.” (Hadis riwayat Abu Daud, Baihaqi, Ahmad, dan selainnya. Disahihkan oleh al-Albani, Tahriimu Aalath Ath-Tharb halaman. 56)

Hadis Imran bin Husain, bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Akan datang dalam umat ini kehinaan, keburukan, dan fitnah.” Maka berdirilah salah seorang Muslim: “Wahai Rasulullah, bilakah itu terjadi?” Beliau menjawab: “Apabila telah muncul biduanita dan alat-alat muzik dan khamr diminum.” (Dikeluarkan oleh at-Tirmizi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani, Tahriimu Aalati Ath-Tharb halaman 56)

Berdasarkan hadis-hadis tersebut maka para Salaf benar-benar mengharamkan nyanyian dan sangat menjauhinya, di antaranya riwayat Ibnu Abbas radiallahu 'anhuma, beliau berkata:

“Rebana itu haram, alat-alat muzik haram, gendang itu haram, dan seruling itu haram.” (Dikeluarkan oleh Baihaqi dan Hadis ini hasan menurut Syaikh al-Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb halaman 92)

Riwayat Said bin al-Musayyab radiallahu 'anhu,dia berkata:

“Sesungguhnya aku membenci nyanyian dan menyenangi kata-kata yang indah (pantun).” (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannaf dan Hasan menurut Syaikh al-Albani, Tahriimu Aalati Ath Tharb halaman 99 dan 101)

Diriwayatkan dari Jabir radiallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya aku tidaklah melarang mengeluarkan air mata (menangis), akan tetapi aku melarang dari dua suara yang bodoh lagi fajir. Suara ketika mendapat nikmat, iaitu gurauan, permainan, dan senandung syaitan. Dan suara ketika mendapat musibah, iaitu tamparan wajah, koyakan baju dan jeritan syaitan.” (Diriwayatkan oleh at-Timidzi dalam Sunan-nya, dan ia menyatakan bahawa hadis ini hasan. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, dan juga ath-Thahawi dalam Syarh al-Ma’aani. Hadis ini turut dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Sahihul Jami’)

Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas umatku Khamar, judi, minuman keras dari gandum, dan gendang (Kuubah) serta drum (qinnin). Dan menambahkan untukku solat witir.” (Hadis ini sahih menurut Syaikh al-Albani, Rujuk: Sahihul Jami’, 1708)

Dari Hadis Abu Daud, beliau meriwayatkan, dalam Kitab Sunan-nya bahawa dari Nafi radiallahu 'anhu dia berkata: “Ibnu Umar radiallahu 'anhuma mendengar suara muzik, maka dia pun meletakkan jarinya pada kedua telinganya dan menjauh dari jalan. Ia berkata kepadaku, “Hai Nafi, apakah engkau masih mendengar sesuatu?” Aku menjawab, “Tidak!” Maka beliaupun melepaskan jarinya dari telinganya dan berkata: “Aku pernah bersama Nabi sallallahu 'alaihi wasallam lalu beliau mendengar seperti ini dan beliaupun melakukan seperti itu.” (Rujuk Sahih Abu Daud, 4116)

Imam al-Qurthubi menjelaskan berkenaan hadis tersebut di dalam tafsirnya dengan menyatakan: “Ulama kami mengatakan, “Jika demikian yang mereka lakukan terhadap suara yang tidak keluar seperti biasanya, bagaimana dengan suara nyanyian orang-orang zaman sekarang dan suara alat muzik mereka?”

Imran ibn Husain meriwayatkan bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: “Akan berlaku kemusnahan, penukaran rupa (penjelmaan) dan lontaran dalam umat ini. Seorang lelaki dari kaum muslimin berkata: Bilakah yang demikian itu akan berlaku wahai Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam? Baginda bersabda: “Apabila lahir biduanita-biduanita, alat-alat muzik dan diminum khamr (arak)” (Hadis ini Sahih, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibn Abid Dunya. Lafaz hadis ini menurut riwayat at-Tirmidzi. Lihat Sahih Sunan at-Tirmidzi, 1801-2323. Sahihul Jami’ As-Sagheer, 4273 dan Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, oleh Syaikh Muhammad Nasihruddin al-Albani)

Anas ibn Malik radiallahu 'anhu meriwayatkan bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Pasti akan berlaku kemusnahan, lontaran dan pengubahan rupa dalam umat ini, iaitu apabila mereka meminum khamr, mengambil biduanita-biduanita dan membunyikan alat-alat muzik. (Hadis ini sahih, Diriwayatkan oleh Ibn Abid Dunya dalam “Dzam al-Muhalli” Juz. 1/1530. Hadis ini juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibn Abid Dunya daripada Imran ibn Husain. Imam Ahmad dan Ibn Abid Dunya meriwayatkan juga daripada Abi Umamah dan ia diriwayatkan juga daripada Abu Hurairah oleh at-Tirmidzi dan Ibn Abid Dunya. Sila lihat Sahihul Jami’ as-Sagheer 5467 dan Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, 2023 as-Syaikh al-Albani)

Imran ibn Husain dan Abu Saaid radiallahu 'anhu meriwayatkan bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Akan berlaku kemusnahan, lontaran dan perubahan rupa di akhir zaman iaitu lahir alat-alat muzik, biduanita-biduanita dan apabila khamr dihalalkan” (Hadis ini sahih, Riwayat at-Tirmidzi dan at-Thabarani)

Abu Maalik al-Asyaari radiallahu 'anhu meriwayatkan bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang-orang dari umat ku pasti akan meminum khamr yang mereka namakannya dengan bukan nama khamr, di-mainkan alat-alat muzik ke atas kepala mereka dan biduanita-biduanita. Allah akan musnahkan bumi bersama-sama mereka dan menjadikan sebahagian mereka sebagai kera dan babi. (Hadith ini sahih - Riwayat Ibn Maajah, al-Baihaqi dan Ibn Asaakir, Ibn Hibban dan at-Thabarani. Sila lihat Sahihul Jami’ as-Sagheer, 5454, Silsilah al-Ahadis as-Sahihah, 90, 91 dan Sahih Ibn Maajah 3247–4020)

Abu Maalik al-Asyaari radiallahu 'anhu meriwayatkan bahawa Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Akan ada beberapa kaum dari umatku yang menghalalkan zina, sutera (bagi lelaki), khamr dan alat muzik dan beberapa kamu akan turun/berhenti di sudut sebuah bukit yang tinggi. Para penternak datang kepada mereka di waktu petang dengan membawa haiwan-haiwan ternakan mereka kerana sesuatu keperluan, lalu mereka berkata: Datanglah semua menemui kami esok. Lantas Allah subhanahu wata'ala memusnahkan mereka pada waktu malam dan menjatuhkan bukit yang tinggi itu ke atas mereka dan sebahagian yang lain lagi Allah mengubah rupa mereka menjadi seperti kera dan babi sampailah ke hari kiamat. (Hadis ini sahih – Riwayat al-Bukhari dalam kitab sahihnya (4/30). Sila lihat Silsilah al-Ahadis as-Sahihah 1/91/139-147 dan Sahih al-Jami as-Sagheer, 5466)

Catatan: Ibn Hazm rahimahullah mendhaifkan hadis ini dengan anggapan sanadnya terputus antara Bukhari dengan Hisyam bin 'Ammar. Perkara ini tidak benar, ini kerana Hisyam adalah guru Imam Bukhari di samping itu banyak perawi lain yang mendengar hadis ini dari Hisyam. Sila rujuk Tahrim Alat At-Tharb, ms. 38-51 oleh Syeikh Al-Albani -edt-.

Semua hadis tersebut dengan jelas dan tegas mengatakan keharaman zina, sutera (bagi lelaki), khamar (arak) dan alat muzik. Terhadap kaum yang menghalalkan akan ditimpakan Allah dengan kemusnahan, perubahan rupa sampailah ke hari kiamat. Tidak ada hadis-hadis sahih yang mengecualikannya kecuali penggunaan rebana dalam majlis-majlis perkahwinan dan pada dua hari raya.

Sewaktu menjelaskan hadis di atas, Al-Allamah As Syeikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani, seorang ulama hadis di abad ini telah berkata:

"Banyak hadis yang warid mengenai pengharaman muzik yang terkenal pada masa itu (masa nabi s.a.w) seperti gendang (genderang), gambus dan lain-lain. Tidak ada hadis yang warid yang menyalahinya ataupun yang mengtakhsiskannya kecuali rebana/kompang dalam majlis-majlis perkahwinan dan dua hari raya kerana ianya mubah (harus) mengikut perincian yang disebutkan dalam kitab-kitan fiqh. Mengenai ini telah saya sebutkan dalam sanggahan saya terhadap Ibn Hazm. Maka oleh kerana itulah mazhab yang empat sepakat mengharamkan semua alat-alat muzik. Manakala sebahagian mereka mengecualikan gendang peperangan selain rebana dalam majlis-majlis perkahwinan dan dua hari raya itu. Dan sebahagian ulama sekarang memasukkan/ menghubungkan ke dalamnya muzik tentera. Pendapat ini tidak mempunyai dasar kerana beberapa sebab:

1. Mentakhsiskan hadis-hadis yang mengharamkan (secara umum) tanpa adanya makhsus (pentakhsis) semata-mata berdasarkan akal fikiran dan istihsan adalah batil.

2. Yang wajib bagi orang-orang Islam dalam masa peperangan ialah menghadapkan hati mereka semata-mata kepada Allah sambil memohon pertolongan untuk mengalahkan musuh. Yang demikian lebih kuat pengaruhnya bagi ketenteraman jiwa dan lebih menguatkan hubungan hati dengan Allah Ta'ala. Penggunaan muzik adalah di antara perkara yang merosakkan hati dan memalingkan mereka dari menyayangi Tuhan mereka. Allah Taala berfirman mafhumnya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasikan musuh, maka teguhkanlah hati kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung." (Al-Anfaal: 45)

Penggunaan alat-alat muzik adalah sebahagian dari adat dan tradisi orang-orang kafir yang tidak beriman dengan Allah dan hari akhirat dan tidak pula mengharamkan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak pula beragama dengan agama yang benar.

Justeru, kita tidak harus menyerupai mereka, terutamanya dalam perkara-perkara yang diharamkan Allah secara umum seperti muzik ini.

Saudara sekalian, janganlah hendaknya terpedaya dengan apa yang didengar daripada sebahagian ulama fiqh yang mashur sekarang ini yang berpendapat halalnya alat-alat muzik dan muzik itu, kerana mereka sebenarnya mengeluarkan fatwa secara taqlid dan mereka membantu kecenderungan dan keinginan manusia sekarang ini.

Kepada siapakah mereka bertaqlid? Tidak lain kecuali kepada Ibn Hazm (semoga Allah mengampuni kesilapannya) apabila beliau membolehkan dan menghalalkan alat-alat muzik dan hiburan kerana menurutnya hadis Abu Malik Al-Asyaari tidak sahih sedangkan anda telah mengetahui bahawa hadis tersebut adalah benar-benar sahih.

Pendapat Ibn Hazm ini lahir kerana kelemahannya dalam ilmu hadis seperti yang telah dinyatakan sebelum ini. Apakah gerangan yang mendorong mereka mengikuti pendapat Ibn Hazm dengan meninggalkan pendapat imam-imam yang empat (malik, Abu Hanifah, Syafie, dan Ahmad) pada hal mereka lebih faqih dari Ibn Hazm, lebih alim, lebih ramai bilangannya dan lebih kuat hujahnya? Jika yang mendorong mereka bertaqlid kepada Ibn Hazm kerana semata-mata pentahqiqan ilmi, maka tidak siapa yang akan mengkritik mereka. Pengertian pentahqiqan ilmi seperti yang diketahui ialah mereka hendaklah mengikuti semua hadis yang warid dalam bab ini, mempelajari jalan-jalan dan perawi-perawinya dan kemudian menghukum hadis-hadis itu mengikut yang patut, sama ada sahih, mereka hendaklah mempelajarinya dari sudut dilalahnya, fiqhnya, umumnya dan khususnya berdasarkan kaedah-kaedah ilmu usul hadis dan usul fiqh..

Jika mereka telah berbuat demikian, mereka mendapat pahala dan tidak ada sesiapa yang dapat mengkritik mereka. Akan tetapi, demi Allah mereka tidak melakukan sesuatu apa pun! Apabila mereka dihapuskan kepada sesuatu masalah, mereka akan melihat mengambil mana yang lebih mudah atau yang lebih mendatangkan maslahat-maslahat menurut anggapan mereka tanpa melihat apakah pendapat itu selaras dengan dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah As-Sahihah. Tidak diketahui berapa banyak mereka telah mensyariatkan untuk orang ramai dengan cara ini - atas nama syariat Islam pada hal Islam bersih darinya." (Silsilatul Ahadis As Sahihah ms 139-147, jilid 1/91 - Syeikh Al-Albani)

Beberapa Perkataan Para Ulama Berkenaan Masalah Nasyid

1 – Syeikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan hafizahullah berkata:

“Perkara yang semestinya mendapat perhatian adalah apa yang telah banyak tersebar di tengah-tengah para pemuda berupa lagu-lagu nasyid yang dirakam dalam kaset dengan suara gabungan yang mereka namakan dengan nasyid Islami. Ini merupakan salah satu jenis nyanyian. Terkadang juga hal itu dilakukan dengan lantunan suara yang memikat kemudian diperjual belikan untuk menyaingi kaset rakaman bacaan Al-Qur’anul Karim dan ceramah agama. Menamakan nasyid Islami merupakan penamaan yang salah kerana Islam tidak mensyariatkan kepada kita melakukan nasyid akan tetapi mensyariatkan bagi kita berzikir kepada Allah Ta’ala, membaca Al-Qur’an, dan belajar ilmu yang bermanfaat.

Adapun nasyid Islami merupakan agama orang orang sufi ahli bid’ah yang menjadikan agamanya sekadar hiburan dan permainan. Menjadikan nasyid sebahagian dari agama juga ada unsur penyerupaan dengan orang Nasrani (kristian) yang menjadikan agamanya berupa nyanyian bersama dan bersenandung merdu. Tindakan yang wajib dilakukan adalah berhati-hati dari nasyid-nasyid ini dan melarang penjualan serta peredarannya untuk mencegah terjadinya efek negatif darinya berupa timbulnya fitnah dengan membangkitkan dan menaburkan benih perselisihan di tengah kaum muslimin. Terkadang orang yang membolehkan nasyid seperti ini berdalih bahawa dulu dilantunkan syair-syair dihadapan Nabi kemudian baginda mendengarkannya dengan saksama dan menyetujuinya.

Jawapan dari hal tersebut bahawa syair-syair yang dilantunkan dihadapan Nabi tidak dilantunkan dengan suara bersama dalam bentuk nyanyian dan tidak dinamakan nasyid Islami. Akan tetapi itu merupakan syair-syair arab yang mengandungi kata-kata hikmah, perumpamaan, sifat keberanian dan kedermawanan. Dulu para sahabat melantunkan sendirian kerana makna yang terkandung di dalamnya. Mereka melantunkan beberapa syair tatkala melakukan pekerjaan yang memenatkan seperti membangun dan berjalan di malam hari ketika bermusafir. Ini semua menunjukkan bolehnya melantunkan syair seperti ini dalam keadaan seperti ini secara khusus, bukan untuk diambil sebagai salah satu bidang pendidikan dan dakwah sebagaimana terjadi pada waktu ini. Di mana para siswazah diajari nasyid-nasyid seperti ini kemudian dikatakan bahawa itu nasyid Islami atau nasyid agama. Ini merupakan perbuatan bid’ah dalam agama dan merupakan agama orang sufi ahli bid’ah. Merekalah yang dikenali menjadikan nyanyian sebagai agamanya. Sehingga yang wajib adalah memperingatkan dari tipu muslihat ini dan melarang penjualan kaset seperti ini kerana kejelekan itu dimulai dari sedikit kemudian berkembang manjadi banyak jika tidak segera dihilangkan ketika munculnya.” (Al-Khitab Al-Mimbariyyah, 3/184-185; dinukil dari buku Jawab Tuntas Masalah Manhaj, Pustaka Al-Haura’, dalam nota kaki no: 3)

2 – Syeikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullah berkata:

“Dari fasal ketujuh telah jelas tentang syair yang boleh dinyanyikan dan yang tidak boleh. Sebagaimana telah jelas pada keterangan yang lalu tentang haramnya alat musik semuanya kecuali rebana (kompang) untuk wanita pada hari raya dan pernikahan. Dan dari fasal terakhir telah jelas bahawa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan apa yang Allah syariatkan. Maka bagaimana dibolehkan mendekatkan diri kepadaNya dengan apa yang Dia haramkan?

Jika pembaca dapat mengingat prinsip-prinsip yang kukuh ini di dalam fikirannya, jelaslah baginya dengan sangat nyata bahawa tidak ada perbezaan hukum antara nyanyian sufi dengan nasyid-nasyid keagamaan. Bahkan kadang-kadang di dalam nasyid terdapat cacat yang lain, iaitu nasyid itu dilagukan dengan irama-irama lagu yang tidak bermoral dan mengikut rentak muzik dari Barat atau Timur yang membawa pendengar untuk bergoyang dan menari dan melebihi batas. Sehingga tujuannya adalah irama dan goyang, bukan semata-mata nasyidnya. Dan hal ini merupakan penyelewengan baru, iaitu menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak tahu malu.

Di sebalik itu juga munculnya penyimpangan yang lain, iaitu menyerupai orang-orang kafir di dalam berpaling dan menginggalkan Al-Qur’an. Sehingga mereka masuk ke dalam keumuman pengaduan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam kepada Allah tentang kaumnya, sebagaimana di dalam firman Allah:

(Yang bermaksud): Dan berkatalah Rasul: "Wahai Tuhanku Sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini satu perlembagaan Yang ditinggalkan, tidak dipakai". (Surah Al-Furqaan: 30)

Saya benar-benar selalu ingat dengan baik, ketika saya berada di Damaskus dua tahun sebelum penghijrahan saya ke sini (Amman, Jordan) ada sebahagian pemuda Islam mulai menyanyikan nasyid-nasyid yang bersih (dari penyimpangan) seperti qasidah-qasidah al-Bushiri dan lain-lainnya, dan nasyid-nasyid itu dirakam pada kaset. Kemudian tidak berapa lama, nasyid-nasyid itu diiringi dengan pukulan rebana (kompang)! Kemudian untuk pertama kalinya mereka mempergunakannya pada perayaan-perayaan pernikahan dengan alasan bahawa rebana dibolehkan pada pernikahan.

Kemudian kaset itu pun tersebar dan ditambah kaset-kaset sehingga banyak. Dan itupun tersebar penggunaannya dibanyak rumah-rumah. Mulailah mereka mendengarkannya malam dan siang, baik ada acara ataupun tidak. Jadilah hal itu hiburan dan kebiasaan mereka! Tidaklah hal itu terjadi kecuali kerana dikuasai oleh hawa nafsu dan kebodohan terhadap tipu daya syaitan. Sehingga syaitan memalingkan mereka dari memperhatikan dan mendengarkan Al-Qur’an, apatah lagi mempelajarinya. Jadilah Al-Qur’an sebagai sesuatu yang tidak dipakai sebagaimana tersebut di dalam ayat yang mulia tadi.” (Tahrim Alat Ath-Tharb, hal 182; dinukil dari buku Adakah Musik Islami oleh Muslim Atsari, Pustaka At-Tibyan, hal 104-107)

3 – Syeikh Sholeh bin Abdul Aziz Alu Asy-Syeikh rahimahullah berkata:

“Adapun mendengarkan nyanyian-nyanyian yang dilagukan dan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud, inilah yang dinamakan zaman dahulu dengan taghbiir. Hal itu sejenis memukul kulit dan menyanyikan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud. Itu dilakukan oleh sekelompok orang-orang sufi untuk menyibukkan manusia dengan qasidah-qasidah yang mendorong kepada negeri akhirat dan zuhud di dunia, meninggalkannya nyanyian (umum), kemaksiatan dan yang seumpamanya.

Dan para ulama telah mengingkari taghbir dan mendengarkan qasidah-qasidah yang dilagukan, yakni dengan lagu-lagu bid’ah, lagu-lagu yang digunakan orang-orang sufi yang menyerupai nyanyian. Para ulama memandangnya termasuk bid’ah. Alasan bahawa hal itu jelas bid’ah, kerana hal itu ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pada hal sudah diketahui bahawa mendekatkan diri kepada Allah tidak boleh kecuali dengan apa-apa yang Dia syariatkan. Inilah qasidah-qasidah yang dilakukan di zaman dahulu, dan di zaman sekarang diambil oleh orang-orang sufi. Ini adalah bid’ah yang diada-adakan, tidak boleh berdalih melembutkan hati dengannya.” (Al-Qaulul Mufid Fii Hukmi Anasyid, hal 44; dinukil dari buku Adakah Musik Islami, hal 114-115)

4 – Syeikh Bakar Abu Zaid rahimahullah berkata:

“Beribadah dengan syair dan bernasyid pada bentuk zikir, doa dan wirid-wirid adalah bid’ah yang baru. Pada akhir-akhir abad 2 hijrah, orang-orang zindiq memasukkannya ke dalam kaum muslimin di kota Baghdad dengan nama taghbiir. Asalnya dari perbuatan Nasrani di dalam peribadatan-peribadatan mereka yang bid’ah dan nyanyian-nyanyian mereka. Bahkan jelas bagi saya bahawa beribadah dengan menyanyikan syair, mengucapkannya sebagai mantra, termasuk warisan-warisan paganisme Yunani sebelum diutusnya Nabi Isa ‘alaihis salam kerana kebiasaan orang-orang Yunani dan orang-orang musyrik yang lain mendendangkan nyanyian kepada Hurmus di majlis-majlis zikir.

Maka lihatlah bagaimana bid’ah ini menjalar kepada orang-orang sufi yang bodoh dari kalangan kaum muslimin dengan sanad yang paling rosak yang dikenal dunia: iaitu orang Zindiq dari orang Nasrani, dari orang musyrik. Setelah itu, bolehkah seorang muslim menjadikan nasyid sebagai wirid, tugas dalam zikir, hizib dan mantra?” (Tash-hihud Du’a, hal 96; dinukil dari buku Adakah Musik Islami, hal 116)

Sumber: http://al-muwahhidun.blogspot.com
READ MORE - Nyanyian, Muzik & Nasyid

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA ALIRAN ALIRAN YANG DIDUGA SESAT

1. Pondok I’tikaf Jama’ah Ngaji Lelaku
Pengasuh : KH. Muhammad Yusman Roy
Tempat : Jl. Sumber Waras Timur 136 Lawang, Kab. Mlang
Ajarannya:
==> Mengajarkan shalat berjama’ah dengan menggunakan dua bahasa, yakni bahasa al-Qur’an dan bahasa Indonesia.
==> Adzan dan khutbah jum’at cukup dengan duduk saja.
==> Yusman Roy mengaku melaknat Imam shalat yang tidak menyertakan arti Indonesianya.” Saya Melaknat imam shalat yang tidak menyertakan bacaan shalat dengan arti Indonesia, karena hal itu akan membingungkan umat”.
MUI Jawa Timur menetapkan shalat yang diajarkan Gus Roy tergolong Bid’ah Haqiqiyah (bid’ah senyatanya) atau bid’ah Dhalalah (bid’ah sesta yang tertolak karena merupakan penyimpangan syari’at Islam, menyesatkan umat dan sekaligus menodai kesucian agama.
MUI Kabupaten Malang telah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran KH. M. Yusman Roy adalah sesat.
Selanjutnya Pemkab. Malang mengeluarkan Surat Keputusan Pembekuan Pondok I’tikaf jama’ah Ngaji Lelaku. (SK Bupati Malang No. 180/173/KIP/420.012/2005)

2. Yayasan Kanker dan Narkoba Cahaya Alam (YKNCA)
Pengasuh : Muhammad Ardy Husin
Tempat : Desa Kerampilan, Kec. Besuk Probolinggo
Yayasan ini menerbitkan Buku berjudul “MENEMBUS GELAP MENUJU TERANG. Buku ini dinilai menyesatkan ummat. Buku ini menafsirkan ayat al-Qur’an dengan metode langsung bertanya kepada Allah. Sedangkan untuk menafsirkan hadits dengan bertanya kepada rasulullah saw salah satunya dengan istikharah.
==> MUI Kab. Probolinggo menyatakan bahwa sedikitnya ada 70 keterangan yang sesat menyesatkan dalam buku tersebut. Dan pada tanggal 16 Mei 2005 MUI Kab. Probolinggo menyatakan bahwea buku tersebut sesat menyesatkan.
==> Pada tangga 28 Mei pimpinan YKNCA dimasukkan kedalam tahanan.

3. Pesantren Tanpa Sholat
Pengasuh : Kiai Ali Thoha
Tempat : Kec. Ngajum Kab. Malang
Ajarannya:
==> Mengajarkan untuk tidak sholat. Sholat hanya berlaku bagi orang-orang yang masih berada dalam tataran syari’at
==> Mencantumkan nama Kiai Ali dalam Syahadat, sehingga berbunyi:
Ásyhadu alla Ilaaha Illallah, wa Asyhadu anna Muhammadarrasuulullah, Wa Ali waliullah
Pesantren ini meresahkan masyarakat, karena banyak santri setelah mondok disana meninggalkan segala kewajiban terhadap keluarga, anak dan istri termasuk tidak hormat kepada orang tua dan saudara.

4. Pondok Pesantren Ma’dinul Asror
Pengasuh : KH. Mustajab.
Tempat : Dusun Cikal, Desa Bono, Kec. Pakel. Kab. Tulungagung.
Menurut MUI Tulungagung ada tiga ajaran yang dinilai sesat yaitu:
==> Faham bahwa milik Allah SWT juga milik manusia. Jadi manusia kalau mau mengambil sesuatu (yang bukan miliknya) tidak dilarang karena itu juga milik Allah.
==> Pada tataran tertentu setelah mempelajari ajaran di pondok sekian lama tidak diwajibkan melaksanakan sholat lima waktu.
==> Perkawinan dibolehkan hanya dengan dasar suka sama suka tanpa meminta izin kepada orang tua si perempuan.
Pada tanggal 28 Mei 2005 MUI Kab. Tulungagung mengeluarkan fatwa bahwa tiga ajaran ponpes ma’dinul Asror tersebut sesat.

5. Pondok Pesantren Al-Mardhiyah
Pengasuh : Kiai Abdul Rahman aliyas Abuya alias Maulaya
Tempat : Petemon barat No. 9 Surabaya.
Ajarannya :
==> Dasar ajarannya adalah hadits Qudsi yang berbunyi : Muutuu qobla an tamuutu (matilah kamu sebelum mati, jika ingin ketemu Aku (Allah). Mereka melakukan aktivitas semacam meditasi yang disebut MUTU yaitu jam 12 siang sampai jam 2 serta jam 12 malam, sampai jam 2. Dalam kegiatan ini mereka sholat kemudian membaca wirid yang tidak ditentukan
==> Pimpinan ponpes mengaku sebagai koordinator nabi dan gagalkan kiamat tahun 2002. Selain itu ia beranggapan bahwa roh para nabi belum mendapatkan tempat karena belum sempurna imannya. Beranggapan bahwa setiap malam jum’at legi Allah datang secara ghoib dihadapannya.
==> Di pesantren ini ada kolam yang dinamai air ridho dan pengampuan yang diminumkan kepada mereka yang sakit.
==> Pimpinan pesantren tidak pernah tidur setelah menerima wangsit. Kakaupun tidur mngkin hnya 5-6 menit itupun jika ada petunjuk.
Depag, Kejaksaan dan MUI Surabaya sudah melakukan investigasi tetapi belum ada kepastian apakah pesantren ini mengajarkan ajaran sesat atau tidak

6. Majelis Tadzkir Musyarafah
Pengasuh : Syekh Maulana Muhammad
Tempat : Jl. Bengkong, Bekasi Jawa Barat.
Ajarannya :
==> Meyakini bahwa Imam mahdi sebagai juru selamat akan lahir di Indonesia
==> Dengan dalih perintah Allah pimpinan majlis ini menggauli siapa saja yang ia kehendaki walaupun sudah bersuami untuk dapat melahirkan Imam mahdi
==> Atas laporan korban Syekh Maulana Muhammad telah ditangkp dan diamankan polisi.

7. Yayasan Salamullah (Tahta Suci Kerajaan Tuhan)
Pengasuh : Lia Aminuddin
Tempat : Jl. Mahoni 30 Jakarta Pusat
Ajarannya:
==> Mengaku didampingi Malaikat Jibril. Pengajian atau pengajaran yang disampaikan kepada jama’ah hakekatnya berasal dari Malaikat Jibril.
==> Ketika umrah Lia mengaku melihat peristiwa-peristiwa yang memberi keyakinan kepadanya bahwa pendampingnya itu benar-benar malaikat Jibril.
==> MUI Pusat sudah mengeluarkan Fatwa bahwa ajaran yayasan ini sesat dan menyesatkan.
==> Pada tanggal 11 Mei 2005 Lia aminudin mengaku di dampingi Malaikat Jibril dan mengaku sebagai reinkarnasi dari Maryam (Ibu Nabi Isa a.s,) dan menyebut dirinya LIA EDEN. Ia berkirim surat kepada MUI Jawa Timur yang isinya membela Muhammad Yusman Roy dengan ajaran sholat dua bahasanya.

==> Diduga aliran sesat
Pengasuh : Muhammad Zubeir dari Gresik dan diteruskan oleh Horri
Tempat : Blumbungan, Kec. Larangan, Pamekasan
Ajarannya :
==> Meniadakan Nabi Muhammad saw. Sebagai pembawa ajaran Islam. Yang ada hanyalah diri sendiri menyatu dengan tuhan.
==> Tidak perlu membaca Syahadat bagi siapapun yang masuk Islam. Yang penting penyatuan hamba dengan Tuhan telah bersemayam dalam diri.
==> Tidak perlu sholat yang dimulai takbir dan diakhiri salam. Sholat sejatinya cukup Dzikrullah, eling.
Pada hari sabtu 04 Juni 2005 pukul 19.00 Horri dan pengikutnya membaca Syahadat di hadapan Tokoh masyarakat larangan Pamekasan dan bersedia kembali ke ajaran yang disyari’atkan Islam serta memperbaharui akad nikah mereka.

9. Nabi palsu tahun 2004
Nama : H. Dzikrullah Libaku, S. Sos.
Tempat : Dusun Sampokan, Kec. Liang Kab. Banggai Kepulauan Bangkep.
Ajarannya:
==> H. Dzikrullah Libaku, S. sos mengaku sebagaui nabi pengganti bapaknya H. ali Taetang Libaku yang telah mengaku nabi sejak 1956 dan wafat tahun 2003.
==> Syahadat mereka adalah: “Asyhadu allaailaaha illallaah, wa Asyhadu anna aliyyan Imaamullah. Setelah Dzikrullah mengaku nabi, maka syahadatnya diganti: “Asyhadu allaa ilaahaillallaah, wa asyhadu anna dzikrullah auliaullah.
==> Sejak mengenal islam sampai sekarang warga masyarakat yang berjumlah sekitar 1500 orang tidak mengenal syahadat yang asli mereka hanya tahu syahadat dari Ali Taetang dan Dzikrullah.
==> Selain merubah syahadat mereka juga merubah arah kiblat yaitu kemasjidnya kearah timur.
==> Dzikrullah juga sudah mempersiapkan ritual ibadah haji yang berbeda dengan umat Islam umumnya. Ia telah mempersiapkan tempat-tempat yang dijadikan sarana ritual haji tanpa harus pergi kebaitullah di kota Makkah.

10. Diduga Ajarkan Ajaran Sesat
Nama : Asy’ari, Mudawanah, Isa dan Mahmuda
Tempat : Desa Mambulu barat, Kec. Tambelangan. Kab. Sampang.
Ajarannya:
==> Sholat cukup niat saja.
==> Menggauli istri orang diperbolehkan
==> Menjelek-jelekkan warg yang pergi berziarah ke makam dan yang melakukan tahlilan.
Pada tanggal 01 Juni 2005 Mahmuda diamankan Polres sampang dan diselamatkan dari amukan warga yang ingin membunuhnya.

11. Yayasan Kesejahteraan Ummat Madani (YAKUMA)
Pengasuh : Rasimin
Tempat : Desa Bakulan, Kec. Temayang, Kab. Bojo negoro
Ajarannya :
==> Yayasan ini sebagai pusat bimbingan mental di Bojonegoro.
==> Diisukan telah mengajarkan prktek sholat dan wirid bugil (telanjang) di rumah Rasimin pada tengah malam.
• Pada tanggal 25 Mei 2005 Polsek Temayang melakukan penggerebekan , tetapi tidak ditemukan adanya ajaran sholat dan wirid telanjang.
• Pada tanggal 26 Mei 2005 MUI Bojonegoro berkunjung ke Yayasan tersebut dan memperoleh keterangan tidk da ajaran sholat dan wirif telanjang. MUI Bojonegoro belujm berani mengeluarkan fatwa bahwa Yayasan tersebut sesat.

12. Ajaran Aneh Bos Zubeir
Pengasuh : H. Muhammad Zubeir (Bos Zubeir)
Tempat : Jl. Inggano No. 28 Gresik Kota baru
Mengaku mengajarakan ajaran para wali dan mengaku pernah berjumpa dengan Nabi Khidir, Nabi Ibrahim, Abu bakar, Umar bin Khottob bahkan bertemu rasulullah saw.
Ajarannya:
==> Melakukan baiat agar tidak membocorkan ajaran kepada orang lain.
==> Pemahaman dzikir seluruh tubuh, Shalat shamadi (semedi)
==> setiap memberikan sesuatu dikatakan zakat
==> puasa seluruh tubuh dari operbuatan maksiat
==> Berhaji dua kali setiap hari cukup dengan do’a iftitah (waktu matahari terbit dan terbenam)
Ritual Baiat:
==> Baiat pertama: Selamatan dengan menyenbelih seekor ayam dan digoreng tumisan bawang merah dan bawang putih, guna pendalaman tentang dzikir.
==> Baiat kedua : Selamatan dengan menyembelih seekor ayam dan digoreng tumisan bawang merah dan bawang putih, guna pendalaman tentang syahadat dan sholat.
==> Baiat ketiga : Selamatan dengan 1 kg sapi dan digoreng tumisan bawang merah dan bawang putih, guna pendalaman tentang zakat, puasa dan haji.

Sumber: Catatan Berbagai Penyimpangan Dalam Ajaran Islam. MUI Jawa Timur

WASPADALAH
READ MORE - FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA ALIRAN ALIRAN YANG DIDUGA SESAT