Jumat, 26 Februari 2010

BAHAYA BICARA AGAMA TANPA ILMU

disusun oleh : Abu Isma'il Muslim Al-Atsari


Memahami ilmu agama merupakan perkara yg penting bagi setiap muslim dan muslimah. Sebagaimana hal itu disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :

(طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه 224 عن أنس بن مالك

"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik Radhiallahu'anhu, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913


Keutamaan Ilmu dan Menuntutnya

Ilmu memiliki keutamaan, diantaranya :

1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah Radhiallahu'anhu).

2. Warisan para Nabi, sebagaimana sabda Rasululloh :

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رَوَاه التِّرْمِذِيْ

"Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang mengambil ilmu tersebut maka telah mengambil bagian sempurna darinya." (dari warisan tersebut).(HR At Tirmidzie )

Demikian juga dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththab Radhiallahu 'Anhu :

"Hendaklah kamu belajar ilmu (agama) sebelum kamu menjadi pemimpin." (Riwayat Bukhari secara mu'allaq (tanpa sanad), Ad-Darimi, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya)

Itulah di antara keutamaan ilmu agama. Sebaliknya Allah 'Azza wa Jalla banyak mencela kebodohan, di antaranya :

وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلآئِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلاً مَّا كَانُواْ لِيُؤْمِنُواْ إِلاَّ أَن يَشَاءَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ

"Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yg telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (bodoh)." (QS. Al-An'am: 111)


Bahaya Bicara Agama Tanpa Ilmu...!!!

Agama adalah apa yg tlah dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kitab-Nya Al-Qur'anul Karim, dan sabda Rasul-Nya dalam Sunnahnya. Oleh karena itulah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Allah dan Rasul-Nya termasuk kebodohan yg sangat berbahaya. Berbicara hanya berdasarkan akal, perasaan, dugaan, dan perkiraan. Alangkah banyaknya orang-orang yg melakukan hal itu di zaman ini, sehingga mereka sesat dan menyesatkan orang lain.
Inilah di antara beberapa bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu :

1. Hal Itu Merupakan Perkara Tertinggi yang Diharamkan oleh Allah

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُواْ بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Katakanlah : "Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yg keji, baik yg nampak maupun yg tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yg benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dgn sesuatu yg Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yg tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)." (QS. Al-A'raf: 33)

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu menjelaskan tentang ayat di atas : "Allah mengurutkan perkara-perkara yg diharamkan menjadi empat tingkatan.
"Dia memulai dari yg terendah yaitu perbuatan-perbuatan keji, kemudian Dia menyebutkan yg kedua, yg lebih besar keharamannya, yaitu dosa dan kezhaliman. Kemudian Dia menyebutkan yg ketiga, yg lebih besar keharamannya dari dua hal sebelumnya, yaitu menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala (dosa syirik), kemudian Dia menyebutkan yg keempat, yg paling besar keharamannya dari semua yg telah disebutkan, yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Hal itu meliputi berbicara tentang Allah tanpa ilmu di dalam nama-namaNya, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya, dan di dalam agamaNya dan syari'atNya." (I'lamul Muwaqqi'in 1/38)

Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullahu berkata :
"Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yg diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Allah mengurutkan perkara-perkara yg diharamkan mulai yg paling rendah sampai yg paling tinggi.
Berbicara tentang Allah tanpa ilmu meliputi : berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari'atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya & sifat-sifatNya, yg hal ini lebih besar (dosanya) daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari'atNya, dan agamaNya." (Fote note At-Tanbihat Al-Lathifah 'Ala Ma Ihtawat 'alaihi Al-'aqidah Al-Wasithiyah, hal. 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit : Dar Ibnil Qayyim)

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di Rahimahullah menjelaskan makna "berbicara atas Allah tanpa ilmu" di dalam kitab tafsirnya, yaitu: "(Berbicara) tentang nama-namaNya, sifat-sifatNya, dan syari'atNya (agamaNya)." (Tafsir Kairmir Rahman, surat Al-A'raf: 33)

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah juga menjelaskan tentang bahaya berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Dia berkata: "Hal ini merupakan perkara terbesar yg diharamkan di sisi Allah, dan paling besar dosanya. Karena hal itu memuat: dusta atas (nama) Allah.

Menisbatkan kepadaNya apa yg tidak layak bagiNya, merubah dan menggantikan agamaNya, meniadakan apa yg ditetapkan oleh Allah dan menetapkan apa yg ditiadakan oleh Allah, mewujudkan apa yg Allah batalkan & membatalkan apa yg Allah wujudkan, memusuhi orang yg Allah bela, membela orang yg Allah musuhi, mencintai apa yg Allah benci, membenci apa yg Allah cintai, dan mensifatiNya dengan apa yg tidak layak bagiNya, di dalam dzatNya, sifat-sifatNya, perkataan-perkataanNya, dan perbuatan-perbuatanNya.

Tidak ada jenis-jenis perkara yg Allah haramkan yg lebih besar (keharamannya) di sisi Allah dan lebih besar dosanya daripada berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Dan hal itu merupakan pangkal kemusyrikan dan kekafiran, demikian juga bid'ah-bid'ah dan kesesatan-kesesatan dibangun di atasnya. Fondasinya tiap-tiap bid'ah di dalam agama adalah berbicara tentang Allah tanpa ilmu.

Oleh karena inilah Salafush Shalih dan para imam (ulama) sangat keras mengingkarinya, bersuara keras terhadap pelakunya dari berbagai penjuru dunia, memperingatkan kesesatan mereka dengan keras, dan mereka bersungguh-sungguh memperingatkan hal itu, tidak sebagaimana pengingkaran terhadap perkara-perkara keji, kezhaliman, dan permusuhan. Karena bahaya, pengrusakan, dan pertentangan bid'ah terhadap agama lebih besar (daripada bahaya, pengrusakan, dan pertentangan perkara-perkara keji, kezhaliman, dan permusuhan terhadap agama). [Madarijus Salikin 1/372]


2. Berbicara tentang Allah Tanpa Ilmu Merupakan Salah Satu Bentuk Dusta Atas (nama) Allah, yang Merupakan Kezhaliman Terbesar.

Tatkala orang-orang musyrik mengharamkan sebagian binatang ternak dan menghalalkan sebagian lainnya, maka Allah membantah mereka dengan firmanNya :

وَمِنَ الإِبْلِ اثْنَيْنِ وَمِنَ الْبَقَرِ اثْنَيْنِ قُلْ آلذَّكَرَيْنِ حَرَّمَ أَمِ الأُنثَيَيْنِ أَمَّا اشْتَمَلَتْ عَلَيْهِ أَرْحَامُ الأُنثَيَيْنِ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ وَصَّاكُمُ اللّهُ بِهَـذَا فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللّهِ كَذِباً لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"....Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yg lebih zalim daripada orang-orang yg membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yg zalim." (Al-An'am: 144)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata d dalam tafsir beliau : "Allah mengejek orang-orang musyrik tentang perkara yg mereka buat-buat, dan mereka adakan secara dusta atas (nama) Allah, yaitu pengharaman yg mereka lakukan. (Maka siapakah yg lebih zalim daripada orang-orang yg membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan) yaitu tidak ada seorangpun yg lebih zhalim daripada mereka." (Tafsir Al-Qur'anul 'Azhim, surat Al-An'am: 144)

Setelah mejelaskan ayat-ayat tentang batilnya anggapan orang-orang musyrik yg mengharamkan sebagian binatang ternak dan menghalalkan sebagian lainnya dengan tanpa hujjah (dalil/argumen), syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di Rahimahullahu berkata : "Yaitu tidak tersisa bagi kamu kecuali dakwaan/pengakuan semata, tidak ada jalan bagi kamu untuk menetapkan kebenarannya dan keabsahannya."

Dakwaan itu adalah bahwa kamu mengatakan: "Sesungguhnya Allah telah mewasiatkan kami tentang ini, dan Allah telah memberikan wahyu kepada kami sebagaimana Dia telah memberikan wahyu kepada para rasulNya. Bahkan telah diwahyukan kepada kami sebuah wahyu yg berbeda dengan apa yg diserukan oleh para rasul dan apa yg diturunkan kitab-kitab".

Tetapi kedustaan tersebut pastilah diketahui oleh setiap orang, oleh karena itulah Allah berfirman: "Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yg membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan", yaitu bersama kedustaannya dan berdusta (atas nama Allah), dia berniat menyesatkan hamba-hamba Allah dari jalan Allah, dengan tanpa bukti dari Allah, tanpa penjelasan, tanpa akal, dan tanpa riwayat (dari Rasul)". [Tafsir Karimir Rahman, surat Al-An'am: 144]
Setelah menyebutkan ayat 59 dan 60 surat Yunus, dan ayat 116 dan 117 surat An-Nahl, syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsmain Rahimahullahu berkata : "Sesungguhnya termasuk kejahatan yg terbesar adalah :
a. seseorang mengatakan tentang sesuatu bahwa itu halal, padahal dia tidak mengetahui apa hukum Allah tentang sesuatu tersebut.
b. atau seseorang mengatakan tentang sesuatu bahwa itu haram, padahal dia tidak mengetahui apa hukum Allah tentang sesuatu tersebut.
c. atau seseorang mengatakan tentang sesuatu bahwa itu wajib, padahal dia tidak mengetahui apa hukum Allah tentang sesuatu tersebut.
d. atau seseorang mengatakan tentang sesuatu bahwa itu tidak wajib, padahal dia tidak mengetahui apa hukum Allah tentang sesuatu tersebut.

Sesungguhnya hal ini merupakan kejahatan dan adab yg buruk terhadap Allah 'Azza wa Jalla. Wahai hamba Allah, engkau tahu bahwa hukum adalah milik Allah, tetapi bagaimana kemudian engkau mendahuluiNya. Engkau berkata apa yg engkau tidak tahu tentang agamaNya dan syari'atNya..?! Sesungguhnya Allah telah merangkaikan (larangan) berbicara tentang Allah tanpa ilmu dengan syirik (surat Al-A'raf: 33)." (Kitabul 'Ilmi, hal: 75-76)


3. Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu Merupakan Kesesatan dan Menyesatkan Orang Lain.

Rasulullah صلى ا لله عليه وسلم bersabda,

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Imam Abu Umar Ibnu Abdil Barr Rahimahullahu di dalam kitabnya, Jami' Bayanil 'Ilmi Wa Fadhlihi, membuat satu bab: "Keterangan yg ada tentang celaan berbicara di dalam agama Allah dengan akal, persangkaan, qiyas yg tidak memiliki dasar, dan tercelanya memperbanyak masalah-masalah dengan tanpa perhatian."
Kemudian beliau menyebutkan hadits di atas, lalu berkata:

"Inilah qiyas yg tidak memiliki dasar, berbicara di dalam agama dengan perkiraan dan persangkaan. Padahal telah diketahui bahwa yg halal itu adalah apa yg dihalalkan di dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dan yg haram itu adalah apa yg diharamkan di dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Barangsiapa bodoh/tidak tahu tentang hal itu dan menjawab pertanyaan yg diajukan kepadanya dengan tanpa ilmu, dan mengqias (membandingkan) dengan akalnya, sehingga mengharamkan apa yg Allah halalkan dengan kebodohan, dan menghalalkan apa yg Allah haramkan dengan tanpa dia ketahui, maka inilah orang yg mengqias dengan akalnya, sehingga dia sesat dan menyesatkan.

Tetapi barangsiapa yg mengembalikan masalah cabang -berdasarkan ilmunya- kepada pokok-pokoknya, maka dia tidak berbicara berdasarkan akalnya." (Shahih Jami'il 'Ilmi Wa Fadhlihi, hal. 415, karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, diringkas oleh Abul Asybal Az-Zuhairi)


4. Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu Merupakan Sikap Mengikuti Hawa-Nafsu

Imam Ali bin Abil 'Izzi Al-Hanafi Rahimahullahu berkata :
"Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman :

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"Dan siapakah yg lebih sesat dari pada orang yg mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. (Al-Qashshash: 50)" (Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal. 393)


5. Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu Merupakan Sikap Mendahului Allah dan RasulNya

Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Hujuraat: 1)

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di Rahimahullahu berkata :
"Ayat ini memuat adab terhadap Allah dan RasulNya, juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadaNya. Allah telah memerintahkan kepada para hambaNya yg beriman, sebagai konsekwensi keimanan terhadap Allah dan RasulNya, yaitu: menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
Dan agar mereka selalu berjalan mengikuti perintah Allah dan Sunnah RasulNya di dalam seluruh perkara mereka.
Dan agar mereka tidak mendahului Allah dan RasulNya, sehingga janganlah mereka berkata, sampai Allah berkata, dan janganlah mereka memerintah, sampai Allah memerintah". (Taisir Karimir Rahman, surat Al-Hujuraat: 1)


6. Orang yang Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu Menanggung Dosa-Dosa Orang-Orang yang Dia Sesatkan

Orang yg berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan. Oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yg telah dia sesatkan.

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:

عن أبي هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قالَ : منْ دعاَ إلى هُدَى كَانَ له من الأجرِ مثلُ أُجورِ منْ تَبِعَهُ لا ينْقُصُ ذَلِكَ منْ أُجْورِهمْ شَيْئاً ومنْ دعاَ إِلىَ ضَلاَلةِ كاَن عليهِ من الإثمِ مثْلُ آثامِ مَنْ تبعَهُ لاَ ينْقُصُ ذَلِكَ من آثامهم شَيئاً رواه مسلم

“ Barangsiapa menyeru kepada hidayah (petunjuk) maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HSR. Muslim no. 2674, dari Abu Hurairah)

Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin Rahimahullahu berkata : "Sesungguhnya banyak orang awam, yg sebagian mereka memberi fatwa kepada sebagian yg lain denan apa yg mereka tidak mengetahuinya.
Engkau dapati mereka mengatakan: "Ini halal, atau haram, atau wajib, atau tidak wajib", sedangkan mereka tidak mengetahui sedikitpun tentang hal itu! Tidakkah mereka tahu, bahwa pada hari kiamat Allah akan menanyai mereka tentang apa yg telah mereka katakan. Tidakkah mereka tahu, bahwa jika mereka menyesatkan seseorang, dengan menghalalkak untuknya apa yg Allah haramkan, atau mengharamkan untuknya apa yg Allah halalkan, maka mereka kembali (kepada Allah) dengan dosa-dosa orang-orang yg mereka sesatkan, yg hal itu disebabkan oleh fatwa mereka itu." (Kitabul 'Ilmi, hal. 76)


7. Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu Akan Diminta Tanggung Jawab

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yg kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggunganjawabnya." (QS. Al-Isra': 36)

Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat di atas, Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata : "Kandungan yg mereka sebutkan adalah bahwa Allah Ta'ala melarang berbicara tanpa ilmu, tetapi (berbicara) hanya dengan persangkaan yg merupakan perkiraan dan bayangan."
Beliau juga menyatakan : "Seorang hamba akan ditanya tentang sifat mendengar, melihat, dan berfikir pada hari kiamat, dan semuanya itu akan ditanya tentang apa yg telah diamalkan." (Tafsir Al-Qur'anul Azhim, surat Al-Isra': 36)

Maka termasuk makna ayat ini adalah : "Janganlah engkau mengikuti apa-apa yg engkau tidak memiliki ilmu tentangnya. Janganlah engkau mengikuti perkataan, perbuatan, atau hati terhadap apa yg engkau tidak tahu. Sehingga Allah melarang kita untuk meyakini kecuali dengan ilmu, atau kita berbuat kecuali dengan ilmu, atau kita berkata kecuali dengan ilmu.

Maka tidaklah kita (langsung) meyakini apa saja yg kita dengar, dan apa saja yg kita lihat, tetapi kita wajib memperhatikannya dan memikirkannya. Jika kita telah mengetahuinya dengan bukti yg nyata, maka kita meyakininya. Namun jika tidak, maka kita tinggalkan hal tersebut di daerah keraguan, perkiraan, dan persangkaan yg tidak dianggap." (Ushulul Hidayah, hal. 97, karya Syeikh Ibnu Badis. Dinukil dari, Sual-Jawab Haula Fiqhil Waqi' oleh Syeikh Al-Albani, taqdim: Syeikh Ali bin Hasan Al-Halabi, hal. 6)


8. Orang yang Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu Termasuk Tidak Berhukum Dengan Apa yang Allah Turunkan

Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullahu menyatakan : "Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yg menyelesihi nash-nash." Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur'an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini :

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

"(dan) Barang siapa yg tidak memutuskan menurut apa yg diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yg kafir." (QS. Al Maa-idah: 44)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"(dan) Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yg diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yg zalim." (QS. Al Maa-idah: 45)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"(dan) Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yg diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yg fasik." (QS. Al Maa-idah: 47)

Setelah mendengar ayat-ayat seperti ini, maka apakah orang-orang yg berbicara tentang agama Allah semata-mata dengan akalnya, perasaannya, perkiraannya, persangkaannya, dan dugaannya, akan tetap nekad mengedepankan kebodohannya itu..?! Janganlah berbuat demikian..!! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yg sebenarnya, sehingga mudah-mudahan Allah akan memberikan kebaikanNya.
Kekafiran yg disebutkan pada ayat di atas bukan berarti keluar dari agama Islam! Tidak. Bahkan perincian hukum bagi orang yg tidak berhukum dengan apa yg Allah turunkan telah masyhur di kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Yakni hal itu bisa jadi termasuk kufur akbar yg mengeluarkan dari agama, dan bisa jadi termasuk kufur ash-ghar yg tidak mengeluarkan dari agama.


PENUTUP

Kita melihat manusia secara umum segan berbicara masalah-masalah dunia ketika di hadapannya ada orang-orang yg memiliki specialisasi dalam bidang tersebut. Sebagaimana orang-orang segan berbicara masalah kedokteran, ketika ada dokter di hadapannya. Mereka segan berbicara masalah arsitek (bangunan), ketika ada arsitektur (ahli bangunan) di hadapannya.

Tetapi sangat disayangkan banyak orang tidak segan berbicara masalah agama, padahal dia bukanlah ahlinya, seperti para artis, pelawak, musisi, dan lainnya, sehingga mereka jadi sesat dan menyesatkan orang lain..!! Padahal ketika dia berbicara, dia selalu diawasi oleh Pencipta agama yg haq ini, karena Allah selalu mendengar, melihat, dan menyaksikan segala yg dibicarakan manusia.

Dengan sedikit keterangan yg kami sampaikan di atas, mudah-mudahan orang-orang mau mengambil pelajaran, sehingga tidak akan berbicara masalah agama -dan masalah lainnya- kecuali dengan ilmu.

Dan sesungguhnya hal itu termasuk manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah sebagaimana dikatakan oleh Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi, di dalam aqidah Thahawiyahnya yg masyhur. Beliau berkata : "Dan kami berkata : "Wallahu A'lam (Allah Yang Mengetahui), terhadap perkara-perkara yg ilmunya samar bagi kami." (Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal. 393)
Wallahu A'lam bishshawwab. Al-hamdulillah Rabbil 'alamin.




__________________________
______________________________________________________________________________

Dikutip dari :
Majalah as-Sunnah Edisi 02/Tahun VI/1423H/2002M/Bab Mabhats.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar