Rabu, 28 April 2010

Adzan dan Iqamah Pada Telinga Bayi Yang Baru Dilahirkan.

Masih banyak umat Islam yang mempraktekan adzan untuk bayi yang baru dilahirkan, yaitu adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Inilah alasan mereka;

Termasuk sunnah, adzan pada telinga kanan bayi, dan iqamah pada telinga kiri bayi, agar yang pertama kali mengetuk telinganya adalah nama Allah. (Fiqh Sunnah, 3: 329)

DASAR KETERANGAN:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ

Dari Abi Rafi’ ia berkata: “Saya melihat Rasulullah adzan pada telinga Husain ketika Fatimah melahirkannya”. (H.R Ahmad, demikian juga Abu Dawud dan Tirmidzi dan ia menshahihkannya, keduanya (Abu Dawud serta Tirmidzi) mengatakan Hasan. (Nailu al-Authar)

Ibnu al-Sinni telah meriwayatkan hadits yang marfu’ dari Husain bin ‘Ali dengan Lafazh:

مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

“Siapa yang melahirkan seorang anak, kemudian adzan di telinga kanan, dan iqamat di telinga kiri, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummu al-Shibyan”. (Nailu al-Authar, 5:155). Ummu al-Shibyan adalah gangguan jin.

Diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul Aziz bahwa ia beradzan ditelinga kanan bayi dan qamat ditelinga kirinya pada saat bayi itu dilahirkan. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 107)

PENJELASAN:

Hadits Rafi’ itu dhaif, tidak dapat dijadikan hujjah atas dasar:

Pada sanadnya ada seorang bernama ‘Ashim bin ‘Ubaidillah bin ‘Ashim bin ‘Umar bin Khathab. Imam Malik mengatakan dia tercela/cacat. Menurut Ibnu Ma’in ia dhaif haditsnya, serta tidak dapat dijadikan hujjah, juga ia telah diperbincangkan oleh orang lain. Abu Hatim Muhammad al-Busti telah mengkritik riwayat hadits ini, juga yang lainnya. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 107)

Yang menjadi bahan pembicaraan dalam hadits ini ialah ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dia itu dhaif. Menurut imam Bukhari: Munkaru al-Hadits. (Nailu al-Authar, 5: 155)

Menurut Bukhari: Setiap orang yang kami nyatakan MUNKARU AL-HADITS, maka ia tidak dapat dijadikan hujjah. Dalam ungkapan lain beliau menyatakan: “Tidak halal meriwayatkannya”. (Fathu al-Mughits, 1: 346)

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Kabir, dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Hammad bin Syu’aib dan dia dhaif sekali. (Majma’u al-Zawaid, 4: 60)

Berkata Ibnu Khuzaimah: “Saya tidak berhujjah dengannya karena jelek hafalannya”, demikian diriwayatkan dalam Mizanu al-‘Itidal. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 108)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la, dalam sanadnya ada nama Marwan bin Salim al-Ghifari, dia itu matruk (ditinggalkan). (Majma’u al-Zawaid, 4: 59)

Menurutku (pengarang Tuhfatu al-Ahwadzi, pen) Imam Nawawi telah mengatakan dalam Syarah Jami’u al-Shagir, sanad hadits itu dhaif. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 108)

Menurut al-Hafizh dalam al-Talkhis, hadits ‘Umar bin ‘Abdul Aziz yang berbunyi: “Sesungguhnya ia apabila mempunyai anak yang baru dilahirkan, ia beradzan ditelinga kanan bayi dan qamat di telinga kirinya”. Hadits tersebut tidak bersanad. (Tuhfatu al-Ahwadzi, 5: 108)

Seorang ahli hadits Mesir masa kini yaitu Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini hafizhohullah mengatakan,

“Hadits yang menjelaskan adzan di telinga bayi adalah hadits yang lemah. Sedangkan suatu amalan secara sepakat tidak bisa ditetapkan dengan hadits lemah. Saya telah berusaha mencari dan membahas hadits ini, namun belum juga mendapatkan penguatnya (menjadi hasan).” (Al Insyirah fi Adabin Nikah, hal. 96, dinukil dari Hadiah Terindah untuk Si Buah Hati, Ustadz Abu Ubaidah, hal. 22-23)

Disyari’atkannya adzan:

Adzan adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat, dengan lafazh yang telah ditentukan agama.

Hadits dari Malik bin Huwarits: “Sesungguhnya Nabi telah bersabda: “Apabila datang waktu shalat, hendaklah salah seorang diantara kamu adzan, dan hendaklah yang paling tua diantara kamu menjadi imam”. (H.R. Bukhari Muslim)

KESIMPULAN

Dari keterangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Adzan itu hanya disyari’atkan untuk shalat, itupun tidak semua shalat tetapi hanya untuk shalat fardhu saja.
2. Hadits-hadits yang menganjurkan adzan karena kelahiran bayi tidak ada yang shahih.
3. Hadits adzan di telinga bayi tidak bisa diamalkan sehingga amalan tersebut tidak dianjurkan.

Adapun menurut hadits yang shahih , do’a untuk bayi yang baru lahir adalah:

A’UUDZU BIKALIMATILLAAHI ATTAMMATI MIN KULLI SYAITHANIN WAHAMMATIN WA MIN KULLI ‘AININ LAMMATIN

“Aku berlindung (untuk anak ini) dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala gangguan syaitan, binatang yang berbisa, dari segala gangguan sorotan mata yang dapat membuat akibat buruk bagi apa yang dilihatnya”. (H.R. Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar