Jumat, 21 Mei 2010

DI MANAKAH ALLAH...??

......

Imam Syafi’i rahimahullaah berkata:

الْقَوْلُ فِيْ السُّنَّةِ الَّتِيْ أَنَا عَلَيْهَا وَرَأَيْتُ عَلَيْهَا الَّذِيْنَ رَأَيْتُهُمْ مِثْلُ سُفْيَانَ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمَا

الإِقْرَارُ بِشَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَأَنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ فِيْ سَمَائِهِ …

Aqidah yang saya yakini dan diyaikini oleh orang-orang yang pernah aku temui seperti Sufyan, Malik dan selainnya adalah ...
menetapkan syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan bahwasanya Allah di atas arsy-Nya yakni di atas langitnya.
(Adab Syafi'i wa Manaqibuhu Ibnu Abi Hatim hal. 93)

وَكَانَتْ لِى جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِى قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِى آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّى صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَىَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ أُعْتِقُهَا قَالَ « ائْتِنِى بِهَا ». فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا « أَيْنَ اللَّهُ ». قَالَتْ فِى السَّمَاءِ.
قَالَ « مَنْ أَنَا ». قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ. قَالَ « أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ ».

“Dahulu aku memiliki budak wanita yang menggembala kambing ke arah Gunung Uhud dan Jawaniyah. Suatu hari aku mengintainya, ternyata serigala telah membawa pergi seekaor dombanya. Sama seperti pria lain, aku pun merasa kehilangan sebagaimana mereka merasakannya sehingga aku memukul budak itu dengan keras. Namun, aku pun sangat menyesal terhadap tindakan itu. Maka aku datang menghadap Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam dan berkata: ‘Wahai, Rasulullah, apakah aku harus memerdekakannya?’ Beliau berkata: ‘Bawalah dia kepadaku.’ Setelah itu, aku membawanya. Beliau pun bertanya kepadanya: ‘Di mana Allah?’ ‘Di langit,’ jawabnya. Tanya beliau lagi: ‘Siapa saya?’ ‘Engkau adalah Rasulullah,’ jawabnya. Kemudian, beliau berkata kepadaku: ‘Merdekakan dia karena dia seorang Mukminah.’” (Hr. Muslim)

Setelah menulis hadits ini, Imam adz-Dzahabi berkomentar: “Hadits ini shahih, dikeluarkan oleh Imam Muslim (kitab Shahiih-nya: I/382), Abu Dawud (kitab “ash-Shalaah”:I/245), an-Nasa’i (kitab “as-Sahwu”: III/41), serta tidak hanya satu orang dari kalangan imam yang memuatnya di dalam karya-karya mereka. Semua memberlakukannya sebagaimana datangnya, tidak ada yang mencoba melakukan takwil dan tahrif.” Ia berkata: “Demikian kami melihat dan berpikir bahwa setiap orang yang ditanya: ‘Di mana Allah,’ maka secara spontan nalurinya akan menjawab: ‘Di langit.’”

Ada dua permasalahan yang terkandung di dalam hadits ini:
a.Disyariatkanuntuk bertanya kepada seorang Muslim: “Di mana Allah?”
b.Disyariatkan jawabann dari apa yang ditanyakan di atas: “Di langit.”

Siapa Yang mengingkari dua masalah in, berarti ia mengingkari Mushtafa (Rasulullah-pent) shalallahu’alaihi wassalam (Mukhtasharul ‘Uluw: 81). Perkataan ini tidak ada tambahan karena telah menjelaskan saksi yang berasal dari hadits melalui ungkapan yang ringkas betapa agungnya pada pemahaman mereka dan betapa teguhnya mereka dalam berpegang kepada zhahir al-Kitab dan as-Sunnah. Jika ada yang ingin mengetahui perbedaan kedalaman ilmu generasi Salaf dengan generasi penerusnya, lihatlah apa yang ditulis oleh al-Kautsari ketika mengomentari isi hadits ini di dalam buku al-Asma’ wa ash-Shifat karya al-Baihaqi. (Al-Asma’ wash Shifaat karya al-Baihaqi (532). Jika anda ingin tahu lebih detail tentang orang-orang ini, silahkan baca kitab at-Tankil karya al-Ma’lamy dan Mukhtasharul ‘Uluw (82-83) karya Syaikh al-Albani.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar