Senin, 21 Juni 2010

AHLI HAWA DAN AHLI BID’AH.. Siapakah Mereka..??

Sesungguhnya istilah ahli hawa dan ahli bid’ah secara hakiki hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang mengada-adakan bid’ah yaitu mereka yang mendahulukan tuntutan hawa nafsu dalam mengadakan bid’ah tersebut, lalu membelanya, dan menunjukkan dalil-dalil yang mendukung ‘kebenaran’ apa yang mereka perbuat. Istilah tersebut dipakai sebagaimana istilah Ahlus Sunnah. Yaitu, diperuntukkan bagi mereka yang membela Sunnah, yang menetapkan (hukum) sesuai dengan Sunnah, dan menjaga kemuliaan serta kehormatannya.

Istilah ahli hawa tidak diperuntukkan bagi orang-orang awam. Ahli hawa hanyalah dinisbatkan kepada mereka-mereka yang menetapkan sesuatu sesuai hawa hafsunya, dan menganggap baik atau buruk sesuatu dengan pendapat mereka sendiri. Dengan demikian, jelaslah, bahwa istilah ahli hawa dan ahli bid’ah memiliki arti yang sama. Yaitu, siapa saja yang mengada-adakan bid’ah dan memproklamirkan kelebihan bid’ahnya itu dari yang lainnya. Adapun orang-orang yang tidak seperti itu keadaannya, yang hanya mengikuti pemimpin-pemimpin mereka dengan taklid buta saja, maka tidak disebut sebagai ahli hawa atau ahli bid’ah.

Jadi, dalam hal ini ada dua golongan, yaitu pencetus bid’ah dan pengikut pelaku bid’ah. Para pengikut pencetus bid’ah,barangkali tidak termasuk ke dalam istilah ahli hawa atau ahlibid’ah, karena mereka hanya sekedar mengikut saja. (Yangtermasuk ahli hawa atau ahli bid’ah) tidak lain adalah si pencetus bid’ah, yang mengada-adakannya, atau yang membawakan daliluntuk membenarkan apa yang diada-adakan tersebut, baik secara khusus maupun secara umum. Karena Allah subhanahu wa ta'ala telah mencela beberapa kaum yang mengatakan:


“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.”

(Q.s. Az-Zukhruf: 22)

Pada ayat di atas, orang-orang musyrik bersandar kepada dalilyang sifatnya umum, yaitu bapak-bapak (mereka). Mereka menganggap (bapak-bapak mereka) sebagai orang-orang yang pandai, dan menganut agama yang taat. Oleh karena itu,menurut anggapan mereka, bapak-bapak mereka itu tentu berada dalam kebenaran, maka mereka pun mengikutinya. Karena kalau itu salah tentu mereka tidak akan mengikutinya.

Logika mereka itu serupa dengan orang yang membenarkan tindak bid’ahnya berdalil dengan amalan sang guru atau orang yang dianggap shaleh. Mereka tidak mau melihat apakah sangguru atau orang yang dianggap shaleh tersebut termasuk mujtahid secara syar’i ataukah termasuk muqallid; juga tidak mau melihat apakah dia itu beramal dengan ilmu atau dengan kebodohan belaka.

Secara umum tindakan seperti itu tergolong mencari dalil untuk dijadikan pegangan dalam mengikuti hawa nafsu. Maka, barang siapa yang melakukan tindakan serupa itu berarti sama dengan mereka, dan termasuk dalam golongan ahlul ibtida’ (orang-orang yang membuat bid’ah). Karena semestinya dia memperhatikan kebenaran yang datang kepadanya, menelitinya secara berhati-hati, serta bertanya hingga terang baginya, lalu dia ikuti, atau bila itu kebatilan maka dia jauhi. Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta'ala berfirman membantah orang-orang yang berhujjah dengan tindakan orang-orang yang telah lalu:

(Rasul itu) berkata: “Apakah (kalian akan mengikutinya juga) sekalipun Aku membawa untuk kalian (agama) yang lebih nyata memberi petunjuk daripada apa yang kalian dapati pada bapak-bapak kalian?”

(Q.s. Az-Zukhruf: 24)

Dan dalam ayat yang lain disebutkan:

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah di turunkan Allah!” mereka menjawab, “(Tidak mau!) Kami hanya akan mengikuti apa yang dilakukan oleh bapak-bapak kami.”

Maka Allah menjawab:

“(Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun bapak-bapak mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?”

(Q.s. Al-Baqarah: 170)

Dalam ayat yang lain disebutkan:

“Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka)walaupun syetan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?”

(Q.s. Luqman: 21)
Masih banyak lagi ayat-ayat yang menyebutkan hal serupa.

Orang yang demikian keadaannya akan menolak apa yang menyelisihi madzhabnya dengan cara menyebarkan syubhat (kerancuan) dalam menggunakan dalil, baik secara terperinci maupun global, dan dia akan fanatik kepada apa yang dia anut tanpa menengok kepada yang lain. Itulah hakekat tindakan mengikuti hawa nafsu. Benar-benar tercela tindakannya itu, sehingga dia pun akan mendapat dosa.

Sebaliknya, orang yang ingin berlaku lurus akan condong kepada kebenaran di manapun dia dapati; dan inilah sikap yang biasa dilakukan oleh para pencari kebenaran. Mereka akan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena kebenaranlah (yang beliau bawa).


Rujukan:
Ringkasan al-I'tisham, alawi bin abdul qadir as saqqaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar