Rekomendasi Catatan Penting Dari M♥A♥D Team™
PERMASALAHAN : Berhujjah Dengan Sunnah
Rangkuman Seminar Ekspedisi Sterilisasi Akidah, Bersama :
Nchie Dive,---
~∂eanny♥divΞ
♥♥♥Vina Dive♥♥♥
Bumi Allah, 18 Juni 2010.
Bismillaahir rohmanir rohiim
Assalamu’alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh
Saudara-saudari kami tercinta yang mencintai Sunnah Rasulullah, lillahi ta’ala…
Ternyata cukup banyak orang yang menolak hujjah berdasarkan Sunnah Nabawiyyah. Mereka menganggap bahwa SUNNAH NABAWIYYAH tersebut TIDAK TERMASUK WAHYU. Mereka berkata, “Kita tidak akan menggunakan dan menerima dalil selain al-Qur’an.”
Mendapati permasalahan (yang tidak main-main) ini, sungguh kami merasa berkewajiban untuk meluruskannya, yang diawali dengan berlindung kepada Allah ta’ala dari gangguan syaithon yang terkutuk. Semoga rangkuman dari materi komunikasi seminar kami kali ini dapat bermanfaat, Allahumma aamiin…
Guna membahas perkara ini, kita harus langsung merujuk kepada sejarah pembentukkan dan penerapan syari’at Islam. Dien Islam pada dasarnya merupakan perwujudan dari ajaran al-Qur’an. Sedangkan al-Qur’an adalah undang-undang dan prinsip dasar bagi dakwah Islam. Al-Qur’an perlu seseorang yang menyampaikannya. Adapun seseorang ini adalah para Nabi dan Rasul-Nya.
Sungguh HANYA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA YANG PALING MENGETAHUI BAGAIMANA CARA MENYEBARKAN AJARAN-NYA. Allah ta’ala mendukung Nabi dengan sejumlah sahabat yang selalu setia mengikuti dan membelanya. Mereka langsung mempelajari dien dari Beliau. Mereka menempuh kehidupannya dalam tuntunan cahaya kenabian. Maka di samping Sunnah Nabawiyyah, para fukaha mengenal apa yang di sebut ‘qaul’ sahabat (pendapat para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Setelah generasi para sahabat ini, datanglah generasi para tabi’in dan tabi’ut—tabi’in. kesungguhan mereka dalam mempelajari dan menyampaikan fiqih Islam tercatat dengan tinta emas dalam sejarah. MEREKA SEMUA MERUJUK KEPADA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM—sebagaimana dikatakan Imam Bushiri rahimahullah.
Kemudian muncul-lah berbagai mazhab fiqih. Lalu mazhab-mazhab ini berkembang luas menimbulkan beragam pendapat dan ‘ikhtilaf’ dalam bidang FURU’ (bagian ajaran Islam yang BUKAN MERUPAKAN PRINSIP UTAMA). Keragaman pendapat dan mazhab tersebut menghasilkan khazanah keislaman, terutama di bidang fiqih dan hukum yang luar biasa banyaknya.
Namun masyarakat Islam selama ratusan tahun selalu dihadapkan pada berbagai bentuk serangan dan fitnah, baik dari dalam maupun dari luar terhadap berbagai khazanah Islam. Sebagai reaksinya, umat Islam semakin teguh memegang berbagai khazanah ini, sehingga PADA AKHIRNYA mereka BERLEBIHAN DALAM MEMULIAKAN. Kemudian umat Islam mulai bangkit dari ketergelinciran yang sekian lama menimpa mereka itu. Muncul-lah para ulama yang menyerukan kepada kaum Muslim untuk berijtihad, karena mereka melihat kehidupan telah berubah. Mereka menyaksikan bahwa banyak peristiwa dan kenyataan baru yang terjadi pada masyarakat.
Langkah ini termasuk salah satu bentuk perjuangan menegakkan dakwah Islam, selama dibatasi dan diikat oleh berbagai syarat, batasan, dan kaidah menegakkan kemuliaan dan kejayaan Islam. Seruan ini ketika disampaikan dan diperjuangkan oleh para ulama generasi abad yang lalu, BERTUJUAN BAIK DAN LURUS.
Namun kemudian menyusuplah MUSUH-MUSUH ISLAM dengan maksud MENGHANCURKAN ISLAM DARI DALAM. Mereka mula-mula melontarkan pendapat bahwa mazhab yang empat serta berbagai mazhab lainnya telah dicampuri oleh beragam perbedaan pendapat dari para ulama mutaakhirrin, sehingga tak perlu untuk diperhatikan dan dijadikan rujukan.
Kita berpendapat (BAGI KITA), bahwa meskipun telah bercampur dengan perkataan para ulama mutaakhirrin, namun kita tetap dapat merujuk prinsip-prinsip mazhab tersebut, apalagi para imam fiqih juga merujuk pada al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian mereka kembali berkata, “Sesungguhnya para ulama dan imam tersebut adalah manusia biasa yang tak terlepas dari kesalahan. Maka kita tidak wajib menerima pendapat mereka, apalagi didasarkan pada sikap berlebihan dalam memuliakan dan menyucikan mereka.” JADI MENURUT MEREKA, kita tidak patut mengambil pendapat Imam Syafi’i, Imam Hanbali, Imam Maliki, dan Imam Hanafi. Lagi-lagi menurut mereka, pendapat yang harus kita ikuti adalah pendapat Imam seluruh manusia, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Astaghfirullah, sayangnya kita menyaksikan banyak sekali kaum Muslim yang menggemari pemikiran seperti itu. MEREKA TERPEDAYA DENGAN LAHIRIAH PERKATAAN TERSEBUT, kemudian MENERIMANYA SEBAGAI KEBENARAN. Mereka meyakini bahwa itulah yang dimaksud dengan kembali kepada Sunnah Nabawiyyah. Mereka tidak sadar bahwa DENGAN MENOLAK dan mengesampingkan SECARA MUTLAK pendapat para ulama, imam, dan fukaha tersebut, pada akhirnya MUSUH-MUSUH ISLAM ITU BERTUJUAN HENDAK MENGHANCURKAN SUNNAH ITU SENDIRI…!
Duhai saudara-saudari kami tercinta yang dirahmati oleh Allah ta’ala…
Kami yaqin, ketika kita “membuka pintu” lebar-lebar terhadap serangan musuh-musuh Islam ini, maka mereka akan melontarkan pendapat yang mencela atau meragukan kebenaran al-Qur’an. Hal itu sudah terjadi dan dilakukan oleh J.I.L dan kawan-kawannya, dimana mereka mengatakan, “Al-Qur’an hanya cocok bagi masyarakat padang pasir atau bangsa Arab. Al-Qur’an tidak lagi sesuai dengan kondisi masyarakat modern.” Astaghfirullah wa naudzubillaah…
Wahai diri yang tertipu dan hey kalian para penipu, sungguh untuk perkara ini Allah ta’ala telah berfirman, “SESUNGGUHNYA KAMI-LAH YANG MENURUNKAN AL-QUR’AN, DAN SESUNGGUHNYA KAMI B E N A R—B E N A R MEMELIHARANYA.” (QS. al-Hijr 2).
Oleh karena itu kami selalu merasa yaqin bahwa PENDAPAT-pendapat SESAT seperti itu merupakan HASIL sebuah KONSPIRASI YANG BERBAHAYA. Apakah sunnah sama kedudukannya dengan wahyu, sehingga berhak menjelaskan al-Qur’an dan menyempurnakannya?
Hmmm.., Saudara-saudari kami merasa capek membacanya ya? Kepanjangan yaa? Jika demikian dan apabila engkau benar-benar berminat mendapati catatan seutuhnya, insyaAllah akan kami lanjutkan secepatnya…
Bersambung ----> dan Selengkapnya :
Terhadap pertanyaan seperti itu, sebaiknya kita langsung MERUJUK pada apa YANG TELAH DITETAPKAN SECARA SYAR’IY, bahwa selagi ADA ‘NASH’ YANG QATH’I baik DARI AL-QUR’AN MAUPUN SUNNAH, maka TAK ADA JALAN BAGI INTERVENSI AKAL.
Sesungguhnya pengertian sunnah sangat beragam bila dilihat dari berbagai sisinya. Dari sisi bahasa, sunnah berarti ‘thariqah’ (jalan). Kemudian dikatakan pula bahwa sunnah adalah kebalikan dari bid’ah. Namun yang paling penting dikemukakan sesuai dengan permasalahan yang sedang kita bahas, adalah pengertian sunnah menurut para ahli fiqih. Yaitu perkataan, perbuatan, dan persepakatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian kita kita juga harus sepakat tentang pengertian dari wahyu. ORANG-ORANG ITU BERPENDAPAT bahwa yang dimaksud dengan WAHYU HANYALAH FIRMAN ALLAH yang diturunkan dengan cara penyampaian seperti al-Qur’an. Mereka berkata bahwa wahyu Allah ta’ala kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah berupa al-Qur’an saja. karena Jibril menyampaikan wahyu itu kepada Rasulullah secara ‘lafdzi’ dan maknawi. Al-Qur’an juga sampai kepada kita secara ‘mutawatir’ (dengan periwayatan yang sedemikian banyak sehingga tak mengandung keraguan sedikit pun). Redaksi al-Qur’an itu juga tak boleh di ubah sedikit pun.
Sementara hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disepakati para ulama, boleh disampaikan secara maknawi saja (bukan redaksi aslinya), meskipun tetap ada syarat-syarat periwayatan hadits secara maknawi yang harus diikuti. Di antaranya, antara kata yang berasal dari redaksi asli dengan kata yang menggantikannya tidak boleh ada perbedaan makna.
Wahyu sebenarnya bukan hanya yang mereka katakan itu. Definisi wahyu menurut para ulama adalah segala khabar atau syari’at yang disampaikan Allah ta’ala kepada para Nabi dan Rasul-Nya dengan penyampaian ‘khafi’ (tersembunyi) yang menimbulkan keyakinan kepada nabi tersebut bahwa apa yang didapatkannya itu adalah kebenaran yang berasal dari Allah.
Wahyu ini terkadang disampaikan dengan jalan ilham atau terkadang dengan pembicaraan langsung namun dihalangi hijab. Seperti yang terjadi pada Nabi Musa alaihis salam ketika beliau bermunajat. Atau yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau mi’raj. Seringkali juga wahyu turun melalui ‘safirullah’ (utusan dari Allah) yaitu malaikat Jibril. Sekali pun mereka tetap tak menerima bahwa sunnah juga termasuk wahyu yang disampaikan secara maknawi oleh Jibril, tetap saja sunnah dapat dianggap sebagai bagian dari wahyu karena bisa saja disampaikan oleh Allah ta’ala melalui ilham.
Kita semua beriman bahwa sunnah yang telah terbukti shahih, termasuk bagian dari wahyu Allah ta’ala yang disampaikan oleh Jibril kepada Baginda Rasulullah. Namun Jibril diberi kewenangan untuk menyampaikan makna dari wahyu tersebut dengan ungkapannya sendiri.
Sehingga jelaslah perbedaan antara NASH ILAHI (yaitu al-Qur’an, yang kekal sepanjang zaman dan membacanya termasuk ibadah) dengan tafsir nabawi (yaitu sunnah) yang mewujudkan Nash Ilahi tersebut menjadi aturan dan hukum untuk kemudian direalisasikan dalam kehidupan manusia. Dalil bahwa sunnah adalah bagian dari wahyu Allah subhanahu wa ta’ala bisa kita dapatkan dalam al-Qur’an, sunnah, amal para khulafaur rasyidin, dan pendapat para fukaha.
Seringkali kita membaca kisah salah seorang khulafaur rasyidin memarahi orang yang melakukan atau mengatakan sesuatu yang pada awalnya mereka anggap menyalahi ajaran Islam. Khalifah benar-benar marah sampai menarik leher orang tersebut, namun KEMARAHANNYA itu seketika mereda, dia LANGSUNG TUNDUK ketika disampaikan kepadanya BAHWA PERBUATAN TERSEBUT ADA DASARNYA BERUPA PERKATAAN ATAU PERBUATAN RASULULLAH yang kebetulan tidak diketahui oleh sang khalifah.
Kenyataan ini membuktikan bahwa khulafaur rasyidin berkeyakinan bahwa sunnah bukanlah ijtihad yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. SUNNAH ADALAH TERMASUK WAHYU YANG DATANG DARI ALLAH TA’ALA. Kalau khulafaur rasyidin yang mulia saja tunduk pada sunnah tersebut, apakah patut kita yang hina ini menolaknya…!?
Demikian pula halnya dengan para ahli fiqih, mereka semua tunduk pada hadits. Mereka memang terkadang mempergunakan metode ‘qiyas’ (analogi), dan terkadang juga mempergunakan akal. Sehingga terkenal ada “madrasatur ra’yi wal aqli” (mazhab yang menekankan pada akal pikiran) dan adapula “madrasatul hadits wan naqli (mazhab yang menekankan hadits).
Namun semua imam ahli fiqih tersebut apabila mengemukakan suatu pendapat atau menetapkan suatu kaidah fiqih, kemudian sampai kepadanya sebuah hadits shahih—sebelumnya tidak dia ketahui—yang bertentangan dengan pendapat atau kaidahnya tersebut, mereka segera tunduk pada nash hadits tersebut, dan tak segan untuk meralat kembali pendapatnya.
Imam ahli ra’yi yang terkenal adalah Imam Abu Hanifah an-Nu’man. Beliau sangat berani mengemukakan pemikirannya serta qiyas-nya. namun beliau juga berkata, “Sesungguhnya tak ada jalan bagi pemikiran akal bila telah ada nash yang qath’i. Demikian pula halnya dengan Imam Syafi’i serta imam-imam yang lain.
Saudara-saudari kami tercinta rahimakumullaah…
Orang-orang yang mengatakan bahwa SUNNAH tersebut BUKAN WAHYU, biasanya berhujjah dengan firman Allah ta’ala, “Tidaklah Kami alpha-kan sesuatupun di dalam al-Kitab.” (QS. al-An’aam {6}:38).
Mayoritas mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-kitab dalam ayat tersebut adalah Lauh Mahfudz. Seandainya pun benar bahwa al-kitab tersebut maknanya adalah al-Qur’an, tetap saja ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa al-Qur’an memuat segala hal yang bersifat ‘juz’iyat’ dan ‘furu’iyat’. Adalah tugas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menerangkan secara terperinci tentang masalah ‘juz’iyat’ dan ‘furu’iyat’ tersebut. Memang al-Qur’an sama sekali tak melewatkan sesuatu pun, namun itu berkaitan dengan masalah ushul dan kaidah hukum yang diperlukan oleh seluruh umat dalam segala urusan mereka, baik yang bersifat individual maupun sosial.
Mereka juga berhujjah dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Rujukkanlah segala yang datang dariku kepada al-Qur’an…! Bila sesuai, berarti kau telah mengatakannya. Namun bila tidak sesuai, berarti aku tak pernah mengatakannya. Bagaimana mungkin aku berani berbeda dengan al-Qur’an, padahal dengan al-Qur’an itulah Allah subhanahu wa ta’ala memberikan hidayah kepadaku…?”
Ketahuilah wahai saudara-saudari kami, bahwa hadits itu TELAH DIBUKTIKAN OLEH PARA ULAMA SEBAGAI HADITS “M A U D H U ” (hadits PALSU).
Untuk memperkuat argumentasi bahwa sunnah juga termasuk bagian dari wahyu, maka dalam kesempatan ini akan kami kemukakan beberapa fungsi dari sunnah. Di dalam al-Qur’an, seluruh ibadah hanya disebutkan namanya dan diterangkan secara sekilas saja. adapun penerangannya secara terperinci diserahkan kepada SUNNAH NABAWIYYAH.
Ketika al-Qur’an mengatakan, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (QS. al-Maa’idah 38), yang ditetapkan dalam ayat tersebut hanya pokok hukumnya saja. dari ayat itu kita tidak mendapat kejelasan tentang bagaimana caranya kita memotong tangan seorang pencuri. Apakah di potong kedua tangannya ataulah hanya sebelah?
Seandainya sebelah, tangan mana yang harus di potong!?, yang kanan atau yang kiri??? Dari mana tangan tersebut di potong? Dari lengan atau dari pergelangan tangan? Untuk mendapatkan kejelasan tentang semua ini, kita harus merujuk pada sunnah. Maka sunnah adalah sumber hukum yang terkait dengan al-Qur’an dan menerangkannya.
Dalam al-Qur’an dikatakan, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik).” (QS. al-An-aam 82).
Ketika mendengar ayat tersebut, seorang sahabat datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia bertanya kepada beliau, “Bagaimana maksud dari ayat ini wahai Rasulullah, padahal tak seorang pun di antara kami yang tak pernah berbuat zhalim kepada dirinya? Maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bukan begitu maksudnya, kelaliman yang dimaksud Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat ini adalah syirik.” Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengkhususan pada sebuah redaksi ayat yang bersifat umum.
Termasuk juga fungsi dari sunnah adalah menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, dimana di sebutkan: “Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.” (QS. an-Nisaa’ 23).
Kemudian hadits menambahkan hukum yang ditetapkan dalam al-Qur’an itu dengan mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang perempuan dan bibinya sekaligus. Baik bibi dari pihak bapak maupun bibi dari pihak ibu. Atas dasar apa kita menerima hukum tersebut!? Apakah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal tersebut semata-mata dari pemikirannya? Mungkinkah Beliau berdusta dan membuat-buat hukum dalam dien sekehendaknya..? Ataukah perkataan Beliau ini termasuk wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala…?
Termasuk hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an namun ditetapkan oleh sunnah adalah tentang laut. Dalam hadits dikatakan, “LAUT ITU SUCI AIRNYA DAN HALAL BANGKAINYA.” Darimana kita memahami hal ini selain dari hadits..!?
Banyak sekali penetapan keharaman berbagai jenis makanan hanya ada dalam hadits, dan tidak ada dalam al-Qur’an. Al-Qur’an tidak mengemukakan secara terperinci segala syari’at dan hukum Islam yang luar biasa banyaknya itu. Sunnah-lah yang berperan untuk menerangkan secara detail. Dan inilah BUKTI bahwa SUNNAH juga termasuk BAGIAN DARI WAHYU. Sebab bila sunnah tidak termasuk wahyu, berarti Nabi Muhammad telah membuat-buat hukum sekehendaknya.
MasyaAllah, sungguh itu tidak mungkin dan PASTI bentuk FITNAH yang TERAMAT KEJI…!!!
Setelah kita membahas tentang kedudukan sunnah terhadap wahyu, kemudian kita juga bahas tentang berbagai serangan yang ditujukan pada sunnah, masih ada satu hal lagi yang penting untuk kita komunikasikan juga, yaitu kewajiban kita terhadap sunnah.
Adalah sebuah kebutuhan yang mendesak bagi umat Islam agar hendaknya banyak mendirikan Dar as-Sunnah sebagai pusat penelitian dan pengajaran sunnah. Begitu juga dengan kesungguhan untuk mengajarkan sunnah kepada generasi muda dan anak-anak, serta kepada universitas-universitas Islam (yang masih BENAR), hendaknya memperluas fakultas khusus tentang ilmu-ilmu hadits dan sunnah.
Himbauan kami juga kepada MEDIA MASSA ISLAM di Indonesia maupun Negara-negara Muslim lainnya, agar mereka lebih meningkatkan perhatian dan pembahasannya seputar HADITS dan SUNNAH.
Wallahua’lam bish-showab.
Barakallahu fiekum,
Wassalamu’alaykum wr.wb.
Nchie Dive,---
~∂eanny♥divΞ
♥♥♥Vina Dive♥♥♥
Posting By : M♥A♥D Team™
quran-online
www.tvquran.com/
Tanzil : Quran Navigator
Quran MP3 - القرآن الكريم - koran karem
- audio.islamweb.net
- imaanstar.com/quran
- mp3
- Quran MP3 - القرآن الكريم - koran karem
- www.quranicaudio.com
- http://www.tvquran.com/Alafasi_d.htmBisa
- http://quransound.com/
- http://www.wordreference.com/aren/
- http://www.quranflash.com/en/index.html
- http://www.vradio.org/downloads.php
- http://olysus.com/2008/09/05/murottal-al-quran-high-quality-download-gratis/
- http://www.mp3quran.net/
- http://myquran.org/
- http://quran.muslim-web.com/
- http://www.quranexplorer.com/quran/
- http://www.TvQuran.com
radio & tv sunnah
- islamic-center
- adio.daarelsalam
- radio
- radiorodja
- tvQuran
- hang
- vradio.org
- radiokonsultan.multiply.com
- radio.aswaja.net
- islamic-center.or.id
- radio.daarelsalam.org
- http://www.sss-tv.com/
- kajianonlinemedan.com
- http://www.kajianonlinemedan.co.cc/
- radiodakwahislamiyah
- radiodakwahislamiyah.blogspot.com
- an-nashihah
- rasuldahri
- radiomuadz
- tvQuran.com
- radio hang
- radio.syiarsunnah.com
- vradio.org
- radioqu.com
- darussunnah.or.id
- radiosalafy.com
- usa.syiarsunnah.com
- http://radio.aswaja.net/
- radiomadufm.com
- ahsan.tv
- annashradio
- quranicaudio.com
- radioukhuwahislamiyah.com
- indo.syiarsunnah.com
- syiarsunnah.com/radio-online
- radiomuslim.com
- radio.ngaji-online.com
- rasikafm.com
- rodjatv.com
- http://ahsan.tv/panel/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar