Kamis, 03 Juni 2010

Peringatan: Cadar, Celana Ngatung dan Janggut bukan Ciri-ciri Teroris

Peringatan: Cadar, Celana Ngatung dan Janggut bukan Ciri-ciri Teroris
kategori Aqidah
Penulis: Publikasi Ahlussunnah Jakarta

Ketahuilah wahai kaum Muslimin, menggunakan cadar bagi wanita muslimah, mengangkat celana jangan sampai menutupi mata kaki dan membiarkan janggut tumbuh bagi seorang laki-laki Muslim adalah kewajiban agama dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan terorisme, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti bukti-buktinya insya Allah dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta penjelasan para Ulama ummat.

Benar bahwa sebagian Teroris juga mengamalkan kewajiban-kewajiban di atas, namun apakah setiap yang mengamalkannya dituduh Teroris?! Kalau begitu bersiaplah menjadi bangsa yang teramat dangkal pemahamannya… Maka inilah keterangan ringkas yang insya Allah dapat meluruskan kesalah pahaman.

Pertama: Dasar kewajiban menggunakan cadar bagi Muslimah
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Perhatikanlah, ayat ini memerintahkan para wanita untuk menutup seluruh tubuh mereka tanpa kecuali. Berkata As-Suyuthi rahimahullah, “Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh wanita, di dalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan wajah bagi wanita.” (Lihat Hirasatul Fadhilah, hal. 51, karya Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah).
Istri Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang mulia: ‘Aisyah radhiyallahu’anha dan para wanita di zamannya juga menggunakan cadar, sebagaimana penuturan ‘Aisyah radhiyallahu’anha berikut:
“Para pengendara (laki-laki) melewati kami, di saat kami (para wanita) berihram bersama-sama Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam. Maka jika mereka telah dekat kepada kami, salah seorang di antara kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya sampai menutupi wajahnya. Jika mereka telah melewati kami, maka kami membuka wajah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).

Kedua: Dasar kewajiban mengangkat celana, jangan sampai menutupi mata kaki bagi laki-laki Muslim
Banyak sekali dalil yang melarang isbal (memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki), diantaranya sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu:
“Bagian kain sarung yang terletak di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhori, no. 5787).
Dan hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha:
“Bagian kain sarung yang terletak di bawah mata kaki berada di dalam neraka.” (HR. Ahmad, 6/59,257).

Ketiga: Dasar kewajiban membiarkan janggut tumbuh bagi laki-laki Muslim
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong kumis dan membiarkan janggut.” (HR. Muslim no. 624).
Juga dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Berbedalah dengan orang-orang musyrik; potonglah kumis dan biarkanlah janggut.” (HR. Muslim no. 625).
Dan masih banyak hadits lain yang menunjukkan perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk membiarkan janggut tumbuh, sedang perintah hukum asalnya adalah wajib sepanjang tidak ada dalil yang memalingkannya dari hukum asal.

Demikianlah penjelasan ringkas dari kami, semoga setelah mengetahui ini kita lebih berhati-hati lagi dalam menyikapi orang-orang yang mengamalkan sejumlah kewajiban di atas. Tentu sangat tidak bijaksana apabila kita mengeneralisir setiap orang yang nampak kesungguhannya dalam menjalankan agama sebagai teroris atau bagian dari jaringan teroris, bahkan minimal ada dua resiko berbahaya apabila seorang mencela dan membenci satu kewajiban agama atau membenci orang-orang yang mengamalkannya (disebabkan karena amalan tersebut):
Pertama: Berbuat zhalim kepada wali-wali Allah, sebab wali-wali Allah adalah orang-orang yang senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik perintah itu wajib maupun sunnah. Dan barangsiapa yang memusuhi wali Allah dia akan mendapatkan kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus: 62-63)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata : Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada amal yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunnah sampai Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Kalau dia meminta kepada-Ku pasti akan Aku beri. Dan kalau dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti akan Aku lindungi.’.” (HR. Bukhari, lihat hadits Arba’in ke-38).
Faidah: Para Ulama menjelasakan bahwa makna, “Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk melangkah” adalah hidayah dari Allah Ta’ala kepada wali-Nya, sehingga ia tidak mendengar kecuali yang diridhai Allah, tidak melihat kepada apa yang diharamkan Allah dan tidak menggunakan kaki dan tangannya kecuali untuk melakukan kebaikan.
Kedua: Perbuatan tersebut bisa menyebabkan kekafiran, sebab mencela dan membenci satu bagian dari syari’at Allah Jalla wa ‘Ala, baik yang wajib maupun yang sunnah, atau membenci pelakunya (disebabkan karena syari’at yang dia amalkan) merupakan kekafiran kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah pada pembatal keislaman yang kelima:
“Barangsiapa membenci suatu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam walaupun dia mengamalkannya, maka dia telah kafir.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Yang demikian karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9)
Maka berhati-hatilah wahai kaum Muslimin.
Dan kepada Ikhwan dan Akhwat yang telah diberikan hidayah oleh Allah untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban di atas hendaklah bersabar dan tetap tsabat (kokoh) di atas sunnah, karena memang demikianlah konsekuensi keimanan, mesti ada ujian yang menyertainya.
Dan wajib bagi kalian untuk senantiasa menuntut ilmu agama dan menjelaskan kepada ummat dengan hikmah dan lemah lembut, serta hujjah yang kuat agar terbuka hati mereka insya Allah, untuk menerima kebenaran ilmu yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah, bukan pemahaman Teroris. Wallohul Musta’an.

Tanah Baru, Depok, 3 Ramadhan 1430 H.

Sumber :
Publikasi Ahlussunnah Jakarta

(Sumber http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=374)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar