Tauhid Asma’ wa Sifat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan Nama-Nama maupun Sifat-Sifat Allah dan mensucikan-Nya daripada segala 'aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tauhid ini dalam arti kata lain adalah untuk mengenali Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui nama-NamaNya yang indah dan Sifat-Sifat-Nya yang Maha Tinggi lagi Maha Sempurna. Tidak ada jalan lain untuk sampai kepada pengetahuan ini melainkan melalui jalan wahyu yaitu berpedoman kepada Al-Qur’an dan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sahih. Dan berkaitan dengan Tauhid Asma wa Sifat ini Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rahimahullah telah berkata :
Kita mengetahui bahwa Allah ta'ala telah mengkhabarkan kepada kita tentang DiriNya dengan nama-namaNya yang indah dan sifat-sifatNya yang Sempurna. Kita juga yakin sepenuhnya bahwa Allah-lah yang paling mengetahui segala sesuatu, paling benar perkataanNya dan paling baik penuturanNya. Oleh kerana itu, kita wajib tanpa ragu-ragu lagi menetapkan Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut bagi Allah sebagaimana yang Dia khabarkan sendiri kepada kita. Begitu juga sikap penerimaan kita terhadap kabar yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mana beliau adalah orang yang paling tahu tentang Allah ‘Azza Wa Jalla, paling benar beritanya, paling tulus niatnya dan paling jelas penuturan serta penjelasannya. Jadi wajib kita menerima berita sahih yang datang dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla. [Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, Al-Qowa’idul Mutsla].
Menurut Syaikh Muhammad ‘Abdul Wahhab rahimahullah :
“Aku bersaksi pada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sekalian mereka yang hadir bersamaku daripada para malaikat dan aku bersaksi padamu : “Bahwa aku beri'tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah, beriman dengan Allah dan para malaikat, kitab kitabNya, para RasulNya, hari kebangkitan selepas mati serta qadar baik dan buruk”.
“Aku beriman dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala : Beriman dengan sifat-sifat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyifatkan diriNya dengannya sebagaimana yang dinyatakan dalam kitabNya dan yang datang melalui lisan RasulNya tanpa tahrif (mengubah) dan tamtsil (mengumpamakan). Bahkan aku beri'tiqad bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada sesuatu yang serupa denganNya dan Dia Maha Mendengar juga Maha Melihat”.
“Aku tidak menafikan apa apa yang disifatkan bagi DiriNya dan aku tidak mengubah perkataan Allah dari tempatnya dan tidak mengingkari nama-nama dan ayat-ayatNya. Aku tidak mengetahui kaifiatNya dan aku tidak membandingkan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk. Karena Allah tiada yang setara denganNya, tiada seumpama, tiada bandingan dan tidak dikiaskan dengan makhlukNya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mengetahui tentang diriNya serta lebih benar dan baik perkataan-Nya”.
“Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyucikan diriNya daripada sesuatu yang menyalahi, yang disifatkan oleh ahli takyif (menentukan cara kaifiat) dan tamtsil dan daripada sesuatu yang dinafikan oleh ahli tahrif dan ta’til (menafikan sifat)” [dari kertas kerja karangan Syaikh Muhammad ‘Abdul Qadir al-Mandeeli berjudul Syaikh Muhammad ‘Abdul Wahhab dan Dakwahnya].
Dari keyakinan ini maka datanglah kaedah-kaedah dalam memahami Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah sebagaimana yang telah digariskan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa :
(Hendaklah) beriman kepada apa saja yang disampaikan oleh Allah mengenai diriNya di dalam kitabNya dan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan keimanan yang bersih dari tahrif dan ta'thil serta dari takyif dan tamtsil. [Syaikh Alawi bin Abdul Qadir as-Segaf, Mengungkap Kesempurnaan Sifat-Sifat Allah].
Untuk kita benar-benar dapat memahami dan mempraktikkan kaedah ini maka adalah sangat baik untuk mengetahui definisi tahrif, ta'thil, takyif dan tamtsil. Penjelasan terhadap definisi-definisi ini penulis rujuk kepada tulisan Sai’d bin Ali bin Wahf al-Qahtaniy dalam kitabnya Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah: Studi tentang ‘Aqidah Ahlussunnah wal Jamaaah.
Pertama: Tahrif
Tahrif secara bahasa (lughah) bermakna mengubah dan mengganti. Menurut pengertian syar'i adalah : “Mengubah lafaz nama-nama Allah yang Husna dan sifat-sifatNya yang Maha Tinggi, atau makna-maknanya.” Tahrif ini dibagi pada dua jenis:
Pertama: Tahrif dengan cara menambah, mengurangi atau mengubah bentuk lafaz sehingga sekaligus mengubah maknanya. Seperti ucapan kaum Jahmiyah dan mereka yang terpengaruh dengan faham mereka, bahwa Sifat Istawa diubah kepada Istawla (menguasai), merujuk kepada surat Al-A'raaf (7) ayat 54. Di sini ada penambahan huruf Lam dalam Sifat Istawa’ sehingga ia diubah menjadi Istawla.
Kedua: Tetap membiarkan lafaz sebagaimana asli tetapi melakukan pengubahan terhadap maknanya. Contohnya Sifat Allah Al-Yad (tangan) diubah maknanya menjadi an-Ni'mah (Nikmat) merujuk kepada surat As Shad (38): 7
Kedua: Ta’thil
Ta'thil secara bahasa berarti meniadakan. Menurut pengertian syar'i adalah: “Meniadakan Sifat-Sifat Ilahiyah dari Allah Ta'ala, mengingkari keberadaan sifat-sifat tersebut pada ZatNya, atau mengingkari sebahagian darinya.”
Setiap orang yang melakukan Tahrif pasti akan melakukan Ta'thil tetapi tidak semua yang melakukan Ta'thil telah melakukan Tahrif. Barangsiapa yang mengubah atau menetapkan satu makna yang bathil dan menafikan satu makna yang benar dari Sifat Allah, maka dia telah melakukan Tahrif dan Ta'thil sekaligus. Ada pun seorang yang menafikan Sifat Allah, maka dia telah melakukan Ta’thil tanpa Tahrif. Contohnya bagi seorang yang mengubah Sifat Istawa’ kepada Istawla, maka dia juga telah menafikan sifat Istawa’ tersebut. Maka dia melakukan Tahrif dan Ta’thil sekaligus. Akan tetapi jika dia sekedar menolak Sifat Istawa’ tanpa mengubah lafaznya, maka dia hanyalah seorang yang melakukan Ta’thil tanpa Tahrif.
Ketiga: Takyif
Takyif berarti bertanya bagaimana. Contohnya adalah sikap bertanya bagaimana Sifat Istawa' Allah di atas Arsy, atau bagaimana bentuk al-Yad (tangan) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Secara syar'i Takyif bermaksud: “Sikap menentukan atau mempastikan hakikat suatu sifat dengan menetapkan tata cara, ciri-ciri dan bentuk tertentu terhadap nama-nama Allah atau sifat-sifatNya.” Perlu dibedakan bahwa tindakan meniadakan Takyif tidaklah berarti meniadakan makna terhadap Nama atau Sifat Allah. Peniadaan Takyif tidak berarti makna Nama dan Sifat Allah dibiarkan sehingga tidak diketahui langsung pengertiannya. Ini karena arti Nama atau Sifat tersebut tersebut memang telah difahami atau dimaklumi melalui kaedah Bahasa Arab. Dalam arti kata lain semua Sifat Allah menunjukkan makna yang hakiki dan pasti. Kita mengimani dan menetapkan Sifat tersebut untuk Allah seraya memahami artinya akan tetapi kita tidak mengetahui tata cara, ciri-ciri dan bentuk sifat tersebut. Yang wajib adalah beriman ke atasnya dan menetapkan sifat-sifat tersebut dengan memahami maknanya secara hakiki sedangkan bentuk dan keadaannya diserahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keempat: Tamtsil
Tamtsil artinya mengumpamakan atau memisalkan. Ia juga mendekati arti Tasybih yaitu menyerupakan. Dari segi syar'i ia adalah: “Mengumpamakan atau menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam sifat-sifat ZatiyahNya maupun Fi'liyahNya sebagaimana makhlukNya.” Tamtsil ini pula terbahagi kepada dua:
Pertama: Menyerupakan makhluk dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Misalnya orang Nasrani yang menyerupakan Nabi Isa ‘alaihissalam dengan Allah dan orang Yahudi yang menyerupakan 'Uzair dengan Allah.
Kedua: Menyerupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan makhluk. Contohnya kelompok Ahlul Zahir yang menyatakan Allah mempunyai tangan sebagaimana tangan yang dimiliki oleh makhluk, memiliki penglihatan sebagaimana penglihatan makhluk serta penyerupaan-penyerupaan lain.
Secara ringkasnya kaedah ini adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Malik apabila ditanya tentang tatacara, ciri-ciri dan bentuk Istawa'. Jawab Imam Malik : Istawa' itu ma'lum (diketahui maknanya), Bagaimana (kaifiat) tatacara, ciri-ciri dan bentuk majhul (tidak diketahui), mengimaninya wajib, sedangkan bertanya tentangnya (tatacara, ciri-ciri dan bentuk) adalah bid'ah.
Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dari segi makna memang dapat kita fahami dan ketahui. Contohnya Al-Yad dalam bahasa Arab maknanya tangan maka kita tetapkan Sifat Tangan kepada Allah sebagaimana maknanya yang hakiki. Namun bagaimana kaifiatnya (tatacara, ciri-ciri dan bentuk) al-Yad kita serahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan itu diluar batasan akal untuk membayangkannya. Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang Dia memiliki Dua Tangan dalam surah Saad (38):75, kita beriman kepada firman-Nya. Tentu sekali Sifat itu sesuai dengan kebesaran-Nya, kemuliaan-Nya dan kesempurnaan-Nya dan sama sekali tidak menyerupai makhlukNya sebagaimana firman-Nya:
Tiada sesuatupun yang seumpama dengan (Zat-Nya, Sifat-Sifat-Nya dan keagunganNya) dan Dialah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. As-Syuara (42): 11
Ayat ini mengandungi penyucian (Tanzih) dan penafian kepada Allah daripada menyerupai makhlukNya, baik dalam Zat, Sifat maupun Perbuatan-Nya. Bahagian awal ayat ini (Tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya.......) merupakan bantahan terhadap kaum al-Musyabbihah dan al-Mujassimah dan bagian akhir ayat (Dan Dia Maha Mendengar dan Melihat) merupakan bantahan kepada kaum al-Mu'athilah (orang yang meniadakan sifat-sifat Allah).
Setelah jelas kepada kita pengertian Tahrif, Ta’thil, Takyif dan Tamtsil, maka mudahlah untuk kita berinteraksi dengan Sifat-Sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ringkasnya, kita Ahlus Sunnah beriman dan menerima Sifat-Sifat Allah tanpa Tahrif, Ta’thil, Takyif dan Tamtsil.
Pegangan Imam-Imam Mazhab Tentang Tauhid Al-Asma’ was-Sifat.
Kaedah-kaedah yang dipegang oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taymiyyah dan Syaikh Muhammad Abdul Wahhab ini sebenarnya merupakan kaedah yang telah disepakati oleh keempat-empat imam mazhab seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad rahimahumullah ta’ala tanpa sedikit pun perbedaan di antara mereka.
Berikutnya beberapa perkataan mereka satu persatu sebagai bukti kesepakatan mereka dalam kaedah yang mereka gunakan untuk berinteraksi dengan Nama-Nama Allah yang Indah dan Sifat-Sifat-Nya yang Maha Tinggi lagi Maha Sempurna.
Imam Abu Hanifah rahimahullah
Dalam kitab al-Fiqhul-Akhbar, berkata Imam Abu Hanifah :
Dan apa yang disebut oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an daripada sebutan Wajah dan Tangan dari DiriNya maka ia adalah sifat-sifat bagiNya tanpa dipersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat). Dan tidak boleh dikatakan bahwa TanganNya adalah kuasaNya (kudrat) atau nikmatNya karena pada perubahan arti tersebut terdapat pembatalan sifat. Perubahan arti tangan menjadi kuasa atau nikmat adalah pendapat al-Qadariyyah dan al-Mu’tazilah. Akan tetapi TanganNya adalah sifatNya tanpa dipersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat). Dan MarahNya dan RedhaNya adalah dua Sifat daripada sifat-sifatNya tanpa dipersoalkan bentuk, ciri-ciri dan tatacara (kaifiat).
Imam Malik rahimahullah
Abu Nu’aim meriwayatkan daripada Ja’far bin Abdillah, dia berkata:
Ketika kami sedang berada di samping Malik bin Anas, datanglah seorang pemuda lalu bertanya: “Wahai Abu Abdillah, al-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) Istawa’ di atas Arsy, bagaimanakah Istawa’ tersebut?” Mendengar pertanyaan ini, Imam Malik menjadi marah, lalu dia menundukkan muka ke bumi sambil menyandarkannya ke tongkat yang dipegangnya hingga tubuhnya bersimbah peluh. Setelah dia mengangkat kepalanya, dia berkata: “Cara Istawa’-Nya tidak diketahui sedangkan Istawa’ telah jelas dan diketahui, beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah. Aku menyangka engkau adalah si pelaku bid’ah.” Lalu beliau menyuruh orang itu keluar. [Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrawi yang berjudul Manhaj Akidah Salaf: Akidah Imam Malik, 161-167]
Imam al-Syafi’i rahimahullah
Berkata Imam al-Syafi’i dalam kitabnya al-Risalah :
Segala puji bagi Allah…. Dia adalah seperti yang disifatkan terhadap diri-Nya dan dia mengatasi dengan Sifat-Nya atas makhluk-Nya.
Imam al-Zahabi dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala, meriwayatkan daripada Imam al-Syafi’i :
Kita tetapkan Sifat-Sifat yang disebutkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita nafikan Tasybih (penyerupaan dengan makhluk) daripada-Nya sebagaimana Dia telah menafikannya daripada Diri-Nya.”
Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais melalui bukunya Aqidah Empat Imam Mazhab juga telah menyebut pegangan Imam al-Syafi’i daripada sebuah manuskrip asli riwayat Abu Talib al-‘Usyari yang kini tersimpan di University of Leaden di Belanda. Berkata Abu Talib al-‘Usyari, al-Syafi’i pernah ditanya sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla dan apa-apa yang patut untuk diimani. Maka al-Syafi’i menjelaskan:
Allah Tabaraka wa Ta’ala memiliki Asma’ (nama-nama) dan Sifat-Sifat yang telah disebutkan oleh kitabNya (al-Qur’an) dan diberitakan oleh NabiNya shallallahu ‘alaihi wasallam (Hadis yang sahih). Ia tidak boleh diingkari oleh sesiapapun dari makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah sampai kepadanya dalil bahwa al-Qur’an turun membawa keterangan tentang hal tersebut, juga sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan tsiqah (terpercaya) yang telah jelas lagi sahih dalam menerangkan masalah ini. Maka barangsiapa yang mengingkari atau berbeda dengan semuanya itu padahal hujah (dalil dan keterangan) tersebut telah jelas baginya, berarti dia kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun jika dia menentang karena belum mendapat hujah dan keterangan tersebut, maka dia diampuni karena kebodohannya terhadap pengetahuan tentang semuanya itu (Sifat-Sifat Allah dan Asma-Nya) tidak dapat dijangkau oleh akal dan pemikirannya.
Yang termasuk ke dalam keterangan-keterangan seperti ini adalah keterangan-keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dia Maha Mendengar dan bahwa Allah itu memiliki Tangan sesuai dengan firman-Nya:
Justeru kedua Tangan Allah terbuka. - Al-Maaidah (5): 64
dan bahwa Allah memiliki Tangan Kanan, sebagaimana Dia nyatakan:
Dan langit digulung dengan Tangan Kanan-Nya. - al-Zumar (39): 67
dan bahwa Allah itu memilki Wajah, berdasarkan firman-Nya yang menetapkannya:
Dan tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah… - al-Qashash (28): 88
Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai keagungan dan kemuliaan. - al-Rahmaan (55): 2
Juga bahwa Allah mempunyai Tumit (tapak kaki), sesuai dengan pernyataan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam :
Tidaklah penuh neraka jahannam melainkan ia berkata: “Adakah lagi untuk ditambah?” sehinggalah Allah Tuhan yang Maha Agung lagi Maha Memberkati dan Maha Tinggi meletakkan tapak kaki-Nya ke dalam neraka. Maka berkata neraka: “Cukup, cukup, demi Keagungan-Mu” sehinggalah sebahagian neraka dilipat (memenuhi) sebahagian yang lain. [Shahih Muslim – no: 2848 (Kitab Syurga, nikmat dan sifat ahlinya, Bab Neraka akan dimasuki oleh orang yang angkuh.......]
Dan Allah Tertawa berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tentang orang mati fi sabilillah, yakni:
Dia akan bertemu dengan Allah Azza wa Jalla sedang Allah Tertawa kepadanya. [hadis riwayat Shahih al-Bukhari, hadis no: 2826 (Kitab Jihad) dan Shahih Muslim, hadis no: 1890 (Kitab Kepimpinan)].
Dan bahwa Allah Turun ke langit dunia pada setiap malam berdasarkan hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tentangnya [seperti disebutkan dalam Sahih Muslim dan hadis riwayat Jamaah].
Begitu juga keterangan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak buta sebelah mata-Nya berdasarkan pernyataan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam ketika menyebutkan dajjal, beliau bersabda :
Sesungguhnya ia (Dajjal) buta sebelah matanya dan sesungguhnya Tuhanmu tidaklah buta sebelah mata-Nya. [Shahih Muslim, hadis no: 2933 (Kitab Fitnah dan tanda-tanda Hari Kiamat)]
Dan bahwa orang-orang mukmin pasti akan melihat tuhan mereka pada hari kiamat dengan pandangan mata seperti halnya mereka melihat bulan di malam purnama, juga bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai Jari Jemari seperti ditetapkan oleh sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :
Tidaklah ada satu hati pun melainkan ia berada di antara Dua Jari dari Jari-Jari al-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) [Sunan Ibnu Majah, hadis no: 199 (Muqaddimah) dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, hadis no: 166].
Semua sifat-sifat ini yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri bagi DiriNya dan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untukNya, orang yang mengingkarinya karena bodoh (tidak mengetahui keterangan-keterangan tentangnya) tidaklah kafir kecuali jika dia mengetahuinya tetapi dia tetap mengingkarinya, barulah dia kafir. Dan bila mana yang datang tersebut merupakan berita yang kedudukannya dalam pemahaman seperti sesuatu yang disaksikan dalam apa yang didengar, maka wajib baginya sebagai orang yang mendengar berita tersebut untuk mengimani dan tunduk kepada hakikat hal tersebut dan mempersaksikan atasnya seperti halnya dia melihat dan mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Namun kita tetapkan Sifat-Sifat ini dengan menafikan (meniadakan) Tasybih sebagaimana Allah telah menafikannya daripada diri-Nya dalam firman-Nya:
Tiada sesuatupun yang seumpama dengan (Zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan pentadbiran-Nya) dan Dialah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. - asy-Syuura (42): 11
Imam Ahmad rahimahullah
Berkata Musaddad bin Mursahad dalam kitabnya al-‘Aqidah li Ahmad bin Hambal, aku bertanya (kepada Imam Ahmad bin Hambal) tentang hadis-hadis yang menerangkan Sifat-Sifat Allah, maka beliau menjawab: “Diterima sebagaimana ia datang dan diimani dengannya dan jangan ditolak daripadanya apa-apa jika ia adalah dengan sanad yang sahih.”
Itulan beberapa perkataan para imam mazhab yang empat, semoga Allah merahmati mereka semua. Terdapat banyak lagi nukilan kata-kata Imam-Imam Mazhab tentang masalah ini.
Aqidah empat imam adalah sesuai dengan apa yang dituturkan al-Qur’an dan al-Sunnah serta apa yang dianut oleh para sahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan penuh ihsan. Tidak ada perbedaan dan perselisihan di antara para imam tersebut. Bahkan, alhamdulillah, mereka sepakat untuk beriman kepada Sifat-Sifat Allah...... Bahkan mereka sama sekali mengingkari golongan Jahmiyah dan Ahlul Kalam yang terpengaruh dengan filsafat Yunani dan aliran-aliran Mutakallimin. [Dr. Muhammad bin Abdurrahman al-Khumais, Aqidah Empat Imam Mazhab].
Syaikh al-Islam Ibnu Taymiyyah berkata dalam kitabnya al-Iman :
Di antara rahmat Allah kepada para hamba-Nya adalah bahwa para imam yang mempunyai lidah kebenaran pada umat, seperti empat imam mazhab dan selain mereka, adalah bahwa mereka mengingkari (menentang) pendapat Ahlul Kalam dari kalangan Jahmiyah tentang al-Qur’an, iman dan Sifat-Sifat Allah.
Maka sewajarnya bagi kita untuk mencontoh aqidah keempat-empat imam mazhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah tersebut dalam masalah tauhid Asma’ wa Sifat ini. Banyak orang yang menyandarkan diri mereka kepada Ahlus Sunnah Wal Jamaah secara umum dan Mazhab al-Syafi’i secara khusus akan tetapi mereka tidak memahami penyandaran mereka, jauh sekali daripada berpegang kepadanya secara benar. Diharapkan mulai sekarang kita sama-sama merenung kembali apa yang sepatutnya menjadi pegangan kita yang sebenarnya.
Di dalam al-Qur’anul-Karim terdapat banyak ayat yang menerangkan Nama dan Sifat Allah 'Azza wa Jalla. Apa yang nyata, Allah tidak pernah menyuruh kita untuk menafi (Ta’thil) atau mengubah (Tahrif) istilah maupun makna bagi Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya tersebut. Selain itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai seorang penjelas al-Qur’an juga tidak pernah menjelaskan bahwa Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut adalah sesuatu yang perlu dinafikan (Ta’thil) atau diubah (Tahrif) istilah atau maknanya. Bahkan di dalam pelbagai hadist yang sahih, rasulullah sendiri menetapkan Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut. Hal ini diterima dan diimani oleh para sahabat tanpa mereka terfikir untuk menafikannya (Ta’thil) atau mengubah (Tahrif) istilah dan maknanya.
Pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan generasi awal umat Islam, yaitu generasi Salafus sholeh, tidak muncul persoalan bahwa jika diterima Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah “sebagaimana ada” akan mengakibatkan penyerupaan (Tasybih) Allah dengan makhluk ciptaan-Nya. Malah jauh sekali daripada pemikiran mereka bahwa penerimaan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah “sebagaimana ada” berarti Allah memiliki jisim dan anggota jasmani (Tajsim). Semua anggapan ini tidak pernah terjadi karena mereka (generasi Salafus sholeh) melandasi pemahaman mereka terhadap Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah bersama-sama dengan ayat yang menafikan apa jua bentuk persamaan dengan makhlukNya. Ayat yang dimaksudkan adalah :
Dan tidak ada sesiapapun yang serupa dengan-Nya. - al-Ikhlas (112):04
Dan firman-Nya:
Tiada sesuatupun yang seumpama dengan-Nya dan Dia-lah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. - asy-Syuura (42):11
Ringkasnya, generasi Salafus sholeh beriman kepada semua Nama dan Sifat Allah sebagaimana dikhabarkan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah yang sahih. Mereka menerima dan menetapkan semua Nama dan Sifat tersebut serta memahami maknanya tanpa membahas apa dan bagaimana bentuk dan ciri-cirinya (tanpa Takyif), karena mereka semua memahami ayat 4 surah al-Ikhlas dan ayat 11 surah asy-Syura bahwa Nama dan Sifat tersebut bebas daripada apapun penyerupaan dengan makhluk Allah di alam ini. Mereka juga tidak berfikir apa dan bagaimana bentuk dan ciri-cirinya (juga tanpa Takyif) karena mereka semua memahami bahwa akal fikiran sekali-kali tidak akan dapat menemui jawabannya.
Persoalan yang mungkin bermain-main di fikiran para pembaca adalah jika Tauhid Asma wa Sifat yang dipegang oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taymiyyah dan Syaikh Muhammad Abdul Wahhab tersebut merupakan kaedah yang benar menurut mazhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah, maka apakah pegangan tokoh-tokoh agama yang sedang menyibukkan diri mereka untuk menyesatkan pegangan kedua syaikh tersebut ? Mari kita lihat analisis apa yang dilakukan tokoh-tokoh tersebut, menurut pandangan ulama-ulama berikut ini :
Imam Abu Hatim al-Razi (277H) berkata:
Tanda golongan Jahmiyah adalah mereka menggelar Ahlus Sunnah dengan panggilan Musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk).
Imam al-Barbahari (329H) berkata:
Bila kamu mendengar seseorang berkata: “Orang itu adalah Musyabbih” ketahuilah dia adalah Jahmiyah.
Imam Ismail al-Shabuni (449H) berkata:
Ciri-ciri Ahlul Bid’ah sangat jelas dan ciri yang paling terang adalah sikap mereka yang secara terang-terangan memusuhi dan menghina Ahlus Sunnah dan Ahlul Athar (ahli hadis) serta memberi nama-nama yang buruk kepada mereka antaranya Hasyawai, Jahalah, Zahiriyah dan Musyabbihah.
Aliran al-Jahmiyyah berasal daripada seorang yang bernama Jahm bin Safwan (128H). Antara teori yang direka-cipta oleh aliran ini adalah menafikan Sifat-Sifat Allah, Allah berada di mana-mana, di setiap tempat dan al-Qur’an adalah makhluk. Diriwayatkan bahwa aliran al-Jahmiyyah berasal daripada Ja’d bin Dirham, daripada Aban bin Sam‘an, daripada Thaluth, anak kepada saudara perempuan Lubaid bin al-A’sham, seorang Yahudi yang telah menyihir Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Asas-asas pemikiran aliran al-Jahmiyyah beralih ke aliran al-Mu’tazilah dan seterusnya ke aliran al-Asya‘irah dan al-Matudiriyyah dengan beberapa perubahan.
Kita khawatir bahwa pandangan mereka yang menuduh ulama2 salaf sekaliber ibnu taimiyyah ataupun muhammad abdul wahhab menyerupai kelompok jahmiiyyah tersebut [sebagaimana pandangan ulama2 diatas] tanpa mereka sadari akan hal tersebut. Semoga melalui risalah ini akan dapat menjernihkan kembali keadaan dan menyatukan golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam menghadapi ancaman golongan Syi’ah al-Rafidhah, Golongan Islam Liberal, Golongan Anti Hadist, kelompok sekular, aliran Hedonis, Neo-Murji’ah, missionaris Kristian dan jarum-jarum zionis yang cuba untuk memporak-porandakan kesatuan umat Islam. Merekalah musuh utama umat Islam dan bukan golongan Wahabi yang sebenarnya melakukan usaha untuk mengangkat dan memuliakan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam serta menentang segala bentuk pencemaran yang menodai kemurnian Islam dalam bentuk bid'ah dalam perbuatan, perkataan dan aqidah.
Wallahu a'lam.
quran-online
www.tvquran.com/
Tanzil : Quran Navigator
Quran MP3 - القرآن الكريم - koran karem
- audio.islamweb.net
- imaanstar.com/quran
- mp3
- Quran MP3 - القرآن الكريم - koran karem
- www.quranicaudio.com
- http://www.tvquran.com/Alafasi_d.htmBisa
- http://quransound.com/
- http://www.wordreference.com/aren/
- http://www.quranflash.com/en/index.html
- http://www.vradio.org/downloads.php
- http://olysus.com/2008/09/05/murottal-al-quran-high-quality-download-gratis/
- http://www.mp3quran.net/
- http://myquran.org/
- http://quran.muslim-web.com/
- http://www.quranexplorer.com/quran/
- http://www.TvQuran.com
radio & tv sunnah
- islamic-center
- adio.daarelsalam
- radio
- radiorodja
- tvQuran
- hang
- vradio.org
- radiokonsultan.multiply.com
- radio.aswaja.net
- islamic-center.or.id
- radio.daarelsalam.org
- http://www.sss-tv.com/
- kajianonlinemedan.com
- http://www.kajianonlinemedan.co.cc/
- radiodakwahislamiyah
- radiodakwahislamiyah.blogspot.com
- an-nashihah
- rasuldahri
- radiomuadz
- tvQuran.com
- radio hang
- radio.syiarsunnah.com
- vradio.org
- radioqu.com
- darussunnah.or.id
- radiosalafy.com
- usa.syiarsunnah.com
- http://radio.aswaja.net/
- radiomadufm.com
- ahsan.tv
- annashradio
- quranicaudio.com
- radioukhuwahislamiyah.com
- indo.syiarsunnah.com
- syiarsunnah.com/radio-online
- radiomuslim.com
- radio.ngaji-online.com
- rasikafm.com
- rodjatv.com
- http://ahsan.tv/panel/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar