Publikasi 26/05/2004
hayatulislam.net - Pendahuluan
Bursa saham atau bursa efek merupakan tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan yang dimaksud pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (UU Pasar Modal No. 8 1995). Lebih umumnya pasar modal dikatakan sebagai sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara orang yang memiliki kelebihan modal dengan orang yang membutuhkan modal untuk investasi yang mereka butuhkan (Al Habshi, tt.). Pasar modal di Indonesia misalnya Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES).
Instrumen (efek) yang diperdagangkan di pasar modal seperti saham, obligasi dan instrumen turunannya. Saham merupakan tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan yang wujudnya berupa selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan perusahaan tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut telah membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi.
Proses perdagangan saham dan obligasi di bursa efek malalui pasar perdana kemudian dilanjutkan ke pasar sekunder. Yang dimaksud dengan pasar perdana adalah penjualan perdana saham atau obligasi oleh perusahaan yang menerbitkannya (emiten) di bursa efek kepada para investor. Selanjutnya para investor yang telah membeli efek tersebut dapat menjualnya kembali di lantai bursa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Transaksi-transaksi yang terjadi setelah pasar perdana dinamakan sebagai pasar sekunder.
Meskipun sering diungkapkan bahwa pasar modal merupakan tempat mempertemukan antara orang yang perlu modal dengan pihak lain yang memiliki kelebihan dana, tapi faktanya tidaklah demikian. Transaksi-transaksi yang riil mencerminkan aliran dana dari investor kepada badan usaha yang perlu dana hanya terjadi di pasar perdana. Itupun belum tentu investor yang membeli saham atau obligasi di pasar perdana motifnya untuk investasi, tetapi bisa saja (sebagian besar) mereka memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek dari selisih nilai saham di kemudian hari (di pasar sekunder). Bahkan belum tentu orang-orang yang membeli saham tersebut memiliki kelebihan dana, sebab dengan dukungan sistem perbankan ribawi mereka dengan modal cekak bisa menguasai saham yang jumlahnya berkali-lipat dari kekayaan riil yang dia miliki, apalagi dengan mekanisme transaksi pasar modal yang memang memungkinkan spekulasi menjadi permainan sehari-hari.
Hukum Syara' Bursa Efek
Ada beberapa aspek untuk menjadi acuan penilaian apakah bursa efek haram atau tidak, yaitu instrumen yang diperdagangkan, mekanisme transaksi, dan mudharat yang ditimbulkannya.
Efek yang diperdagangkan di pasar modal cukup beragam, tetapi semuanya kembali kepada instrumen saham dan obligasi, selebihnya hanya turunan (derivatif) dari kedua instrumen tersebut.
Saham diterbitkan oleh sebuah badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas (PT) baik badan usaha milik swasta maupun milik pemerintah dengan tujuan untuk mendapatkan tambahan modal dalam memperluas kegiatan usaha ataupun tujuan lainnya. Sebagai akibatnya, maka si pembeli saham memiliki perusahaan dengan komposisi sesuai besar saham yang dia miliki dan hak suara dalam menentukan dewan direksi (pimpinan perusahaan) yang biasanya dipilih pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Di samping itu, pembeli saham juga mendapatkan deviden dari bagian keuntungan usaha perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham.
Dalam UU No. 1 1995 tentang Perseroan terbatas, pasal 1 ayat 1, Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan dalam pasal 24 ayat 1 dijelaskan pula bahwa modal dasar PT terdiri atas seluruh nilai nominal saham PT tersebut.
Para pendiri PT membagi kepemilikan mereka di PT tersebut dengan kompisisi kepemilikan saham. Seseorang atau badan yang tidak terlibat dalam pendirian perusahaan dapat memiliki perusahaan, sebagian, separu, atau keseluruhan perusahaan dengan hanya membeli saham perusahaan tersebut di pasar modal, terlepas apakah pendiri atau pemegang saham sebelumnya setuju atau menyukai investor baru atau sebaliknya. Bahkan antara pendiri, pemegang saham sebelumnya dan pihak manajemen perusahaan tidak mengenal siapa pembeli saham mereka (terutama pembeli individu) sebagai sesama pemilik perusahaan.
Dalam Islam dua orang atau lebih dibenarkan secara bersama-sama meleburkan hartanya ataupun tenaganya untuk mendirikan suatu badan usaha (perseroan) dengan syarat satu sama lain mengajak dan yang lain menerima sehingga terjadilah ijab kabul. Selain itu, yang menggerakkan dan menjalankan perseroan haruslah manusia, yakni para pendiri persero sedangkan untuk pengoperasian perseroan, para persero dapat mengangkat dan menggaji orang-orang profesional pada manajemen puncak perusahaan dan karyawan biasa pada level bawah (An Nabhani, 2000).
Pada Perseroan Terbatas tidaklah terjadi demikian. Para pendiri PT yang bersama-sama mendirikan perseroan cukup menyetorkan modal, disahkan dengan akte notaris, dan menjadi badan hukum bila sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Selanjutnya kekuatan (suara) antar persero di dalam PT berdasarkan jumlah modal yang mereka tanamkan (maksudnya komposisi kepemilikan saham mereka masing-masing) sehingga untuk menentukan pucuk pimpinan dan manajemen perusahaan tergantung pada kekuatan modal masing-masing persero.
Meskipun yang menggerakkan dan menjalankan roda usaha PT adalah manajemen perusahaan, akan tetapi yang memilih, memerintahkan dan memecat manajemen adalah suara terbesar saham, dengan kata lain “modal”. Para pemegang saham bisa saja mengangkat dirinya sendiri sebagai pimpinan dan manajemen perusahaan atau memilih pihak lain yang dianggap profesional.
Dalam Perseroan Terbatas, tanggung jawab para pemilik perusahaan sebatas nilai saham yang dia miliki. Pada pasa 3 ayat 1 UU No. 1 1995 tentang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dengan demikian bila perusahaan memiliki utang ataupun mengalami bangkrut, maka pihak lain yang mempunyai tagihan di perusahaan tersebut tidak dapat meminta tanggung jawab para pemegang saham melebihi nilai saham yang dia miliki.
Hal ini bertentangan dengan nash-nash syara’ yang menyuruh manusia untuk memenuhi hak orang lain secara penuh atas aqad-aqad muamalah yang telah dilakukannya.
“Siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu.” [HR. Bukhari dari Abu Hurairah].
“Sungguh hak-hak itu pasti akan ditunaikan kepada para pemiliknya pada hari kiamat nanti, hingga seekor domba betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan membalas karena pernah ditanduk oleh domba betina bertanduk.” [HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah].
“Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu kezhaliman.” [HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah].
“…sebaik-baik orang di antara kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan lain-lain).” [HR. Imam Bukhari].
Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pertentangan Perseroan Terbatas dengan hukum syara’, yaitu pendiriannya yang tidak memenuhi syarat sah sebagai suatu perseroan, yang menggerakkan PT adalah modal bukan manusia, dan tanggung jawab para persero terbatas pada nilai saham (modal) yang dimilikinya.
Dengan batilnya PT sebagai suatu perseroan, maka saham yang dikeluarkannya untuk menambah modal perusahaan juga batil untuk ditransaksikan. Sebab saham tersebut dikeluarkan oleh institusi yang batil dari segi bentuk perseroannya, dan jalan yang ditempuh oleh pihak lainnya untuk bergabung ke dalam perusahaan tersebut dengan cara membeli saham juga merupakan jalan yang batil.
Adapun obligasi merupakan salah satu alat yang digunakan oleh Perseroan Terbatas untuk menambah permodalan selain dengan cara penerbitan saham baru dan pinjaman bank. Obligasi bisa dikeluarkan oleh pemerintah yang kemudian disebut Obligasi Negara atau Surat Utang Negara (SUN), BUMN dan swasta. Obligasi yang dikeluarkan dapat dalam bentuk satuan mata uang lokal seperti rupiah (obligasi dalam negeri) dan dalam mata uang asing seperti dollar (obligasi internasional).
Jika dalam saham keuntungan yang diperoleh oleh para pemegangnya berupa deviden, maka dalam obligasi para pembeli obligasi mendapatkan keuntungan berupa bunga obligasi. Berbeda dengan saham yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atas perusahaan yang menerbitkannya, para pembeli obligasi hanya memiliki tagihan kepada perusahaan penerbit sebesar nilai nominal yang tertera dalam obligasi tersebut ditambah dengan bunganya dengan jangka waktu tertentu.
Biasanya tingkat bunga obligasi mengikuti patokan tingkat suku bunga yang telah ditentukan oleh Bank Sentral. Keberadaan bunga obligasi sama dengan bunga bank dan bunga utang luar negeri. Karena hukum bunga dalam Islam sudah jelas haram, maka bunga obligasi juga haram, sehingga obligasi sebagai salah satu instrumen di pasar modal termasuk haram untuk diperdagangkan.
Dari segi mekanisme transaksinya di bursa efek, saham dan obligasi juga sarat pertentangannya dengan hukum syara’. Di pasar sekunder, saham dan obligasi dapat diperdagangkan dengan harga di atas nilai nominalnya ataupun di bawah harga nominal. Karenanya keuntungan yang diperoleh para investor tidak saja melalui pembagian deviden dan bunga, tetapi diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli. Bahkan inilah tujuan utama aktivitas perdagangan saham di lantai bursa, yakni memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli.
Seseorang akan membeli saham-saham perusahaan yang dianggap memiliki kinerja baik dan mempunyai prospek cerah di lantai bursa. Kemudian dia akan melepas saham yang dipegangnya tersebut kepada para investor lainnya bila tingkat harga yang ditawarkan menguntungkan. Jadi taktik yang dilakukan para pemain saham di bursa efek adalah bagaimana cara mendapatkan keuntungan (capital gain), baik dengan jalan menghembuskan berita-berita bagus atas saham perusahaan tertentu sehingga para pemain lainnya tertarik terhadap saham perusahaan tersebut, melakukan transaksi semu antara dua tiga broker atas permintaan perusahaan tertentu (insider trading) sehingga harganya terangkat, dan lain-lainnya. Sebaliknya, untuk mendapatkan harga yang murah dari saham perusahaan yang sebenarnya memiliki kinerja yang bagus, maka berbagai cara dilakukan untuk menekan harga saham tersebut (manipulasi pasar).
Secara umum para pelaku pasar menginginkan harga-harga saham terus meningkat yang ditandai dengan semakin tingginya indeks bursa saham dan semakin besarnya nilai kapitalisasi saham yang diperdagangkan. Harapan-harapan inilah yang mendorong mereka untuk membeli saham yang menyebabkan harga saham terangkat, kemudian dibeli lagi sehingga harga saham naik lagi.
Para pemain di lantai bursa sendiri belum tentu memiliki modal yang cukup untuk membeli saham dalam jumlah yang banyak. Di sinilah peranan perbankan ribawi dalam mengucurkan pinjamannya kepada para pedagang saham. Misalnya untuk membeli saham tertentu yang lagi naik daun, dia membutuhkan uang dengan jumlah tertentu, akan tetapi uang yang dimilikinya hanya 5% saja. Maka karena harapan kenaikan harga saham dan keuntungan yang akan diperoleh, dia berani menutup sisa kekurangannya dengan melakukan pinjaman di bank.
Di sisi lain harga saham yang terus naik, sebenarnya tidak mencerminkan kondisi riil perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Turun naiknya harga saham tidak mengikuti turun naiknya nilai aset perusahaan, bahkan perkembangan harga saham bisa saja terlepas sama sekali dari perusahaan penerbitnya. Turun naiknya harga saham ditentukan oleh tarik-menarik antara permintaan dan penawaran saham di lantai bursa.
Kondisi riil perusahaan penerbit saham dicerminkan dari keadaan balon yang belum ditiup. Kemudian aktivitas perdagangan dan spekulasi di lantai bursa yang membuat harga saham melambung dapat diilustrasikan dengan balon yang mulai menggelembung dan terus menggembung. Para pemain yang berlomba-lomba terus membeli saham kemudian menjualnya, dibeli dan dijual lagi.
Sesungguhnya para pemain mengambil keuntungan perdagangan saham dengan mengurangi uang pemain lainnya dan begitu pula sebaliknya. Pemain yang didukung modal besar dan para analis yang tajam mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam mengalahkan pemain lainnya. Hingga akhirnya pasar jenuh karena pemain yang kalah dan kantongnya cekak dan terlilit utang tidak mampu lagi mengikuti pemain lainnya, sementara pemain yang memperoleh keuntungan tersebut tidak dapat lagi mendapatkan keuntungan disebabkan tidak ada lagi pemain lainnya yang dapat dikeruk uangnya (cat: perdagangan saham tidak dilakukan dengan cara kontan).
Pada kondisi inilah tekanan di lantai bursa tidak mampu lagi ditahan sehingga akhirnya indeks saham melorot drastis dan meledaklah balon yang tadinya menggelumbung tersebut. Jatuhnya indeks bursa saham sangat berpengaruh pada sektor riil, yakni kondisi perekonomian secara makro dan merosotnya nilai aset perusahaan-perusahaan yang sahamnya anjlok.
Sementara para pemain kebanyakan yang umumnya masyarakat luas dengan pengetahuan dan modal yang kalah jauh dibandingkan para pemain kelas kakap, menderita kerugian hebat. Begitu pula masyarakat yang sama sekali tidak ikut bermain di bursa menderita kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk kemerosotan ekonomi. Di samping itu uang yang dipakai untuk bermain saham di lantai bursa juga memanfaatkan dana pensiun yang notabene milik masarakat.
Selain berbahaya bagi perekonomian masyarakat, pasar modal dan aktivitas jual beli saham juga merupakan suatu sarana bagi negara-negara maju, khususnya kaum Kapitalis (para pemilik modal) untuk menjerat dan menundukkan perekonomian nasional, serta menguasai aset-aset nasional dengan mudah tanpa harus bersusah payah membangun infrastruktur ekonomi dan industri yang memakan dana besar, tenaga dan waktu.
Misalnya bagi negara sekecil Singapura untuk menguasai industri dan jaringan telekomunikasi Indonesia tidak perlu dengan membuat perusahaan baru di Indonesia tetapi cukup dengan membeli saham Indosat dan Telkomsel. Begitu pula bagi para konglomerat hitam yang telah menguras harta rakyat melalui bank-bank yang telah mereka dirikan, setelah bank-bank mereka disehatkan pemerintah dengan menyuntikkan dana ratusan trilyun sementara utang-utang mereka telah menjadi tanggungan pemerintah, mereka kembali menguasai bank-bank tersebut setahap demi setahap melalui pasar modal.
Hal lainnya yang bertentangan dengan syara, bahwa pasar modal menciptakan perputaran kekayaan hanya di kalangan tertentu saja, sehingga perekonomian yang mengandalkan pasar modal tidak akan pernah dapat menciptakan distribusi ekonomi yang adil.
Penutup
Jelaslah sudah bahwa bursa efek sebagai bagian dari pasar modal bukanlah suatu lembaga perekonomian yang bersesuaian dengan Islam, baik dari segi instrumen yang diperdagangkan, mekanisme transaksinya, dan berbagai dampak yang ditimbulkannya.
Perekonomian yang mengandalkan pada pasar modal merupakan perekonomian yang berbasiskan pada perjudian. Perjudian dipasar modal jauh lebih berbahaya dan lebih luas dampaknya dibandingkan dengan perjudian biasa. Pemimpin dan masyarakat yang mengutamakan kepercayaan pasar (pelaku pasar modal) hakikatnya telah menaruh nasib bangsa dan negara ini di tangan para penjudi. Mereka begitu bergembira ketika mengetahui reaksi positif pasar atas berbagai kebijakan pemerintah, termasuk ketika pemilu dilaksanakan baru-baru ini. Bahkan para calon presiden sekarang menempatkan kepercayaan pasar sebagai salah agenda utama yang akan ditempuh bila terpilih jadi presiden.
Kita sebagai muslim hendaklah berpikir kritis dan rasional dengan berpijak pada nash-nash syara’. Bahwa hukum pasar modal sebagai lembaga ekonomi Kapitalis sudah jelas dan tidak terlalu sulit untuk memahaminya. Begitu pula berbagai dampak kemerosotan pasar modal sebagai suatu hal yang pasti akan terus berulang terjadi dan telah berkali-kali kita saksikan dan kita rasakan dampaknya. Akahkah kita tetap diam dan membiarkan sistem jahat ini terus bercokol di atas ekonomi umat, atau bahkan memperkokohnya dengan mantel baru yang bernama pasar modal syariah?
Semoga Allah SWT memberi kita semua petunjuk jalan yang lurus dan kekuatan untuk menempuh jalan tersebut. Amin.
Referensi:
1. An-Nabhani, Taqyuddin (2000), Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam, alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. v, Surabaya: Risalah Gusti.
2. Alhabshy, Syed Othman Alhabshi (t.t), Towards an Islamic Capital Market, http://vlib.unitarklj1.edu
3. Jakarta Stock Exchange, Mengenal Pasar Modal, www.jsx.co.id
Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji (2001), Pengantar Pasar Modal, cet. iii, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar