Selasa, 13 Juli 2010

MERUMUSKAN KEMBALI PARPOL ISLAM

Allah SWT berfirman :
Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan al-Khayr (Islam), memerintahkan kebajikan, dan mencegah kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3] : 104)
Ketika menafsirkan kata ummah dalam ayat di atas, Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar menyebutkan, “Obyek seruan perintah ini adalah seluruh jamaah orang-orang Mukmin yang mendapat tugas dan kewajiban untuk memilih kelompok yang akan melakukan kewajiban ini.Di sini ada dua hal yang terkandung. Pertama, perkara ini wajib bagi semua kaum Muslim. Kedua, perkara ini wajib bagi sekelompok orang yang mereka pilih.”

Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa makna yang tepat untuk kata umah dalam ayat ini adalah suatu kelompok yang khusus dibentuk dari individu-individu yang memiliki hubungan penyatuan sekaligus merupakan kesatuan yang menyatukan mereka seperti layaknya anggota badan dalam tubuh manusia.
Senada dengan pendapat di atas, Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam bukunya Hizb At-Tahrir, mengomentari bahwa bentuk perintah untuk membentuk kelompok (partai) dalam ayat di atas sekadar menunjukkan adanya tuntutan (thalab) dari Allah SWT, tidak menunjukkan adanya kewajiban. Namun, lanjutnya, terdapat banyak indikasi (qarînah) dari selain ayat itu yang menunjukkan bahwa tuntutan Allah SWT tentang adanya kelompok itu wajib. Salah satu qarînah tersebut adalah Hadis Nabi SAW yang berbunyi :
“Demi Zat yang diriku berada dalam genggaman tangan-Nya, sungguh kalian mempunyai dua pilihan, yaitu: kalian melakukan amar makruf nahi mungkar ataukah Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian, kemudian setelah itu kalian berdoa, namun doa itu tidak akan dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi)
Aktivitas amar makruf, menurut Ibn Katsir dalam tafsirnya, adalah segala kegiatan untuk melaksanakan aturan Islam, sedangkan nahi mungkar diartikannya sebagai kegiatan yang mencegah pelaksanaan segala sesuatu yang tidak bersumber dari aturan Islam. Di dalamnya mencakup aktivitas menyeru para penguasa agar mereka berbuat makruf dan mencegahnya dari berbuat mungkar. Bahkan, inilah bagian terpenting dari aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sebab, tidak ada kemakrufan atau kemungkaran yang lebih besar pengaruhnya terhadap masyarakat kecuali yang dilakukan oleh para penguasa. Dari sini dapat dipahami bahwa aktivitas amar makruf nahi mungkar, khususnya yang ditujukan kepada para penguasa, merupakan bagian dari aktivitas politik. Oleh karena itu, ayat di atas secara tidak langsung mengandung tuntutan kepada kaum Muslim untuk mendirikan partai politik, yakni partai yang mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Basis Ideologi Islam
Istilah politik yang disandang oleh partai politik Islam pemaknaannya harus tetap merujuk pada akar kata politik (siyâsah) dalam bahasa Arab, sebagaimana yang ditunjukkan dalam salah satu hadis Rasulullah SAW :
“Bani Israil diurus dan diatur oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, nabi yang lain menggantikannya. Akan tetapi, tidak ada nabi sesudahku; yang ada adalah para khalifah, yang kemudian akan banyak sekali jumlahnya.” (HR Muslim)
Dalam kamus Al-Muhîth, kata politik mengambil akar kata bahasa Arab sâsa, yang berarti mengatur/mengurus urusan rakyat melalui perintah-perintah dan larangan-larangan. Dengan kata lain, politik adalah aspek-aspek yang berhubungan dengan pengaturan (dan pengurusan) urusan rakyat. Jadi, partai politik Islam itu adalah sekumpulan orang dari kaum Muslim yang membentuk jamaah/partai/kelompok yang berdiri berdasarkan akidah Islam dengan aktivitas mendakwahkan Islam serta melakukan amar makruf nahi mungkar.
Partai Islam yang kokoh haruslah berbasis ideologi Islam. Begitulah Nabi SAW mencontohkan. Suatu partai tidak dapat disebut partai yang berbasis ideologi jika anggota-anggotanya berkumpul berdasarkan pengkultusan individu pemimpin atau tokoh-tokohnya maupun doktrin-doktrin partai yang sama sekali tidak ada realitasnya. Partai semacam ini pada umumnya mengumpulkan anggotanya berdasarkan perasaan emosional, ras, suku, bangsa, kedaerahan, profesi, instansi, kolega, kepentingan sesaat, bisnis, atau perkara-perkara lain yang tidak mengandung suatu ide atau pemikiran yang jelas.
Sebaliknya, partai politik ideologis adalah kelompok yang berdiri di atas dasar ideologi yang diimani oleh anggota-anggotanya dan hendak direalisasikan di tengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, disebut partai politik idelogis bila para pengikut partai itu sudah memahami ideologinya dan mereka berkehendak menanamkan ideologi itu di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, ideologilah yang menjadi azas, ruh, dan jiwa partai.
Berdasarkan pemaparan di atas, setiap partai Islam yang berjuang demi Islam tidak dapat dikatakan sebagai partai politik ideologis Islam, kecuali jika mereka memilih dan menentukan pemikiran Islam secara jelas dan rinci hingga mampu mewujudkan Islam sebagai sebuah sistem hidup yang akan direalisasikan di tengah-tengah masyarakat.

Dua Jenis Pendekatan
Dalam realitasnya, ada dua jenis pendekatan partai politik, yakni pendekatan ‘pemilu’ dan pendekatan dakwah. Partai politik yang menempuh pendekatan ‘pemilu’ berupaya untuk mendapatkan ‘tiket’ turut serta sebagai peserta pemilu. Prioritas capaian yang dituju dalam jangka pendek adalah persentase perolehan suara yang berujung pada pencapaian kekuasaan. Dilihat dari segi ini, semakin banyak partai Islam, semakin banyak kerugian yang diderita umat Islam akibat terpecahnya suara. Apalagi, partai politik dengan pengertian ini tidak pernah dikenal dalam sejarah Islam sebelum adanya negara-negara nasional berpenduduk mayoritas penduduk Muslim pada awal dan pertengahan abad ini yang banyak meniru sistem yang berkembang di Eropa dan Amerika Serikat.
Adapun pendekatan kedua lebih mengkonsentrasikan pada penyiapan kader; pembinaan umat; pembentukan opini di tengah masyarakat tentang berbagai masalah sosial, politik, ekonomi, dan budaya ditinjau dari kacamata Islam; serta perjuangan politik yang ujungnya melanjutkan kembali kehidupan Islam sebagai tuntutan masyarakat yang didorong oleh kesadarannya. Fokus dari partai politik pendekatan kedua ini bukanlah pemilu, melainkan penumbuhan dan pembangunan kesadaran umat tentang kehidupan Islam. Sampai di sini, semakin banyak partai politik seperti ini akan semakin menguntungkan kaum Muslim dengan semakin banyaknya umat yang tersadarkan dan tercerahkan dalam berbagai bidang, termasuk politik. Mana yang dipilih ?
Rasulullah SAW dalam membentuk sistem Islam di Madinah telah menempuh metodologi yang diturunkan dari Allah SWT. Beliau melakukannya melalui aktivitas politik yang dimulai dari mencari dukungan anggota masyarakat dari sekelompok orang yang direkrut dan dibina dengan ilmu-ilmu ke-Islaman. Baru kemudian beliau menyerukan masyarakat dalam rangka membentuk opini umum yang lahir dari kesadaran umum tentang ide-ide Islam melalui jalan penetrasi pemikiran dengan pemikiran-pemikiran yang ada di tengah-tengah masyarakat, serta melakukan perjuangan politik menentang penguasa yang dzalim, korup, penuh tindakan kolutif, dan tidak menerapkan aturan Allah SWT. Pada tahap inilah beliau mencari perlindungan dari umat Islam yang memiliki kemampuan ekonomi, kekuatan, ataupun politik yang dapat mengantarkan kaum Muslim untuk menegakkan kehidupan Islam dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Ini dari satu sisi. Dilihat dari sisi lainnya, bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa bila yang menang dalam pemilu itu kalangan yang tampak membawa Islam, sekalipun sah secara demokrasi, akhirnya dihancurkan juga. Pelajaran berharga dapat dilihat pada kasus Aljazair dan Turki. FIS di Aljazair yang berhasil memenangkan pemilu tahap pertama secara konstitusional dan berpeluang menang mutlak pada pemilu tahap dua akhirnya malah dibubarkan dan bahkan dianggap sebagai partai terlarang. Prancis dan Amerika mendukung hal itu; negara-negara Barat lain tidak ada satu pun yang protes. Kasus senada terjadi pada Partai Refah di Turki.
Peristiwa sejarah di atas memberikan gambaran bahwa negara-negara imperialis dan boneka-boneka mereka dari kalangan penguasa Muslim tidak mungkin memberikan kesempatan kepada kaum Muslim untuk meraih kemenangan dan menerapkan aturan Allah SWT. Langkah demokrasi akan memberikan kebebasan pada siapa pun untuk menang, kecuali Islam. Kecurigaan dan antipati pun belum sirna. Berdasarkan hal-hal di atas, partai politik Islam dengan pendekatan dakwahlah yang lebih memungkinkan mendatangkan keberhasilan.

Aktivitas Umum Partai Politik Islam
Berdasarkan konsepsi partai politik Islam lewat pendekatan dakwah, suatu partai politik melakukan aktivitas-aktivitas seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut :
1. Rekrutmen, pengkaderan, dan pembinaan yang intensif melalui kajian-kajian intensif yang terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan untuk anggota dan pengikut partai. Ini dilakukan dalam konteks pengembangan dan penguatan struktur partai. Dalam waktu bersamaan, kajian-kajian intensif ini mampu melahirkan para anggota yang memiliki kepribadian Islam tinggi dan mulia.
2. Pembinaan umum bagi masyarakat melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti ceramah umum, dialog, diskusi, dll; di masjid-masjid, sekolah, perguruan tinggi, dan tempat umum lainnya. Di samping itu disampaikan pula melalui mass media, cetak maupun elektronik, buku-buku, selebaran, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membentuk opini Islam di tengah-tengah umat sekaligus agar tercipta kesadaran politik di tengah-tengah mereka. Target dijalankannya aktivitas ini adalah membentuk dukungan dari masyarakat dan mempersiapkan masyarakat Islam yang hendak diwujudkan. Dengan begitu diharapkan loyalitas mereka hendaknya pada Islam saja dan keterikatan mereka hanya pada syariat Islam saja.
3. Pergolakan dan perang pemikiran dalam rangka menentang ideologi-ideologi di luar Islam, baik sekularisme-kapitalisme maupun sosialisme-komunisme; termasuk sistem hidup, perundang-undangan, ataupun tradisi dan perasaan kufur lainnya yang tengah melanda kaum Muslim saat ini. Dengan begitu, umat akan memiliki akidah yang bersih, pemikiran yang jernih, jiwa yang mulia, serta perasaan yang benar dan islami.
4. Melakukan perjuangan politik dalam bentuk:
o Menghadapi dan melepaskan umat dari seluruh bentuk penjajahan, baik model lama (penjajahan militer/fisik) maupun penjajahan modern (penjajahan dalam aspek politik, ekonomi, dan budaya). Menentang dan mengungkap makar jahat para penguasa di negeri-negeri Islam maupun negeri-negeri lain yang secara sengaja berusaha menghancurkan Islam dan kaum Muslim yang nota bene adalah rakyat mereka sendiri yang telah memberikan kepercayaan kepada mereka.
o Mengungkap bahaya dan kolaborasi imperialis Barat kafir dengan antek-anteknya dari kalangan penguasa maupun tokoh-tokoh masyarakat di negeri-negeri Islam. Mengkritik dan menasihati mereka agar kembali menerapkan aturan (syariat) Islam yang mulia dan adil atau mengganti mereka hingga aturan Islam tegak dan menyelimuti seluruh lapisan masyarakat.
5. Mengutamakan kemaslahatan umat/kaum Muslim dan melayani seluruh urusannya sesuai dengan hukum aturan Islam. Kemaslahatan umat yang paling vital dan penting saat ini adalah penerapan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat maupun negara.
Inilah gambaran sekilas tentang politik dan partai politik dalam ajaran Islam. Ironis memang ! Wahai Kaum Muslim, ingatlah firman Allah SWT :
“Inilah jalan-Ku yang lurus. Oleh karena itu, ikutilah jalan itu, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan tersebut mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-An‘am [6] : 153)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar