Apakah makna bid'ah? Dan, apa pengertian bid'ah yang dinilai oleh Nabi saw. sebagai kesesatan dalam agama? Bid'ah, seperti yang didefinisikan oleh Imam asy Syathibi', adalah "cara beragama yang dibuat-buat, yang meniru syariat, yang dimaksudkan dengan melakukan hal itu sebagai cara berlebihan dalam beribadah kepada Allah SWT".
Ini merupakan definisi bid'ah yang paling tepat, mendetail, dan mencakup serta meliputi seluruh aspek bid'ah.
Sedikit tentang Imam Asy Syathibi:
Ia adalah Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhami al-Garnathi yang terkenal dengan asy-Syathibi. Ia adalah seorang ahli ushul fiqih dan hafizh hadits dari kalangan penduduk Garnathah (Grenada, saat ini). Di samping itu, ia juga seorang imam mazhab Maliki. wafat pada tahun 790 H/1388 M (lihat: al-A'laam, Zerekly, 10/75).
Di antara karya-karyanya adalah kitab al-Muwafaqaat fi Ushul asy-syari'ah, sebuah kitab yang amat bagus yang ditulis dalam bidang itu. Juga kitab al-I'tishaam fi Bayaan assunnah wal-Bid'ah. Kitab terakhir itu juga kitab yang amat bagus yang ditulis dalam bidang itu.
Namun sayangnya, sampai saat ini manuskrip nash kitab itu hanya ada satu buah, yang kemudian dicetak, di-tashih, dan diberikan anotasi oleh Imam Salafiah kontemporer: syeikh Muhammad Rasyid Ridha r.a. pengasuh majalah al-Manar dan pengarang tafsir al-Manar. Di dalam kitab itu terdapat banyak kontradiksi antar kalimat, dan redaksi-redaksi yang tidak jelas, namun karena manuskrip nash yang ada hanya satu buah saja sehingga naskah itu tidak dapat dikomparasikan antara dua naskah atau antara berbagai naskah manuskrip, untuk mencapai bentuk redaksional yang sebaik-baiknya, seperti yang dilakukan oleh para pen-tahqiq manuskrip-manuskrip lama.
Sebagai tambahan, asy-Syathibi juga tidak menyelesaikan penulisan kitab itu.
Kedua, hadits yang juga amat penting karena ia adalah timbangan bagi perkara yang zahir, yaitu makna yang dikandung oleh hadits ini, "Siapa yang menciptakan hal baru dalam ajaran agama kita yang bukan merupakan bagian darinya, maka perbuatannya itu tertolak."
Agar amal ibadah seseorang diterima oleh Allah SWT, harus dipenuhi dua hal ini:
1. Meniatkan amal perbuatannya semata demi Allah SWT, dan...
2. Amal ibadahnya itu dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.
Oleh karena itu, saat Imam al-Fudhail bin Iyadh, seorang faqih yang zaahid 'orang yang zuhud' (para zaahid generasi pertama adalah para fuqaha), ditanya tentang firman Allah SWT, "... supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.... "(al-Mulk:2); Amal ibadah apakah yang paling baik? Ia menjawab, "Yaitu amal ibadah yang paling ikhlas dan paling benar."
Ia kembali ditanya, "Wahai Abu Ali (al-Fudhail bin Iyadh), apa yang dimaksud dengan amal ibadah yang paling ikhlas dan paling benar itu?"
Ia menjawab, "Suatu amal ibadah, meskipun dikerjakan dengan ikhlas, namun tidak benar maka amal itu tidak diterima oleh Allah SWT. Kemudian, meskipun amal ibadah itu benar, namun dikerjakan dengan tidak ikhlas, juga tidak diterima oleh Allah SWT. Amal ibadah baru diterima apabila dikerjakan dengan ikhlas dan dengan benar pula. Yang dimaksud dengan 'ikhlas' adalah dikerjakan semata untuk Allah SWT, dan yang dimaksud dengan 'benar' adalah dikerjakan sesuai dengan tuntunan Sunnah."
MEDAN OPERASIONAL BID'AH ADALAH AGAMA
Dari definisi tadi dapat dipetakan bahwa medan operasional bid'ah adalah agama. Ia adalah "tindakan mengada-ada dalam beragama".
Dalil pernyataan ini adalah sabda Rasulullah saw., "Siapa yang menciptakan hal baru dalam ajaran agama kita yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya itu tertolak."[Hadits Muttafaq 'alaih dari hadits riwayat Aisyah r.a.. Lihat: Syarh Sunnah, karya al-Baghawi, dengan tahqiq Zuhair asy-Syawisy dan Syu' aib al-Arnauth, 1/211, hadits no: 103.]...
Dalam riwayat yang lain, "Siapa yang menciptakan hal baru dalam urusan (ajaran agama) kita, yang bukan bagian darinya, maka perbuatannya itu tertolak."[Hadits diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Lihat al-Muntaqa min Kitab at Targhiib wa Tarhiib, 1/112, hadits no: 32.]
Artinya, dikembalikan kepada pelakunya, sebagaimana halnya uang palsu yang tidak diterima untuk dijadikan sebagai alat jual-beli, dan ia dikembalikan kepada pemiliknya. Hadits ini juga dinilai oleh para ulama sebagai salah satu pokok agama Islam. Ia adalah bagian dari seri empat puluh hadits Nawawi yang terkenal itu (Hadits Arba'in an Nawawi).
Para ulama berkata bahwa ada dua hadits yang saling melengkapi satu sama lain; pertama hadits yang amat penting karena ia adalah timbangan bagi perkara yang batin, yaitu hadits, "Sesungguhnya keabsahan segala amal ibadah ditentukan oleh niat."[Potongan dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasai, dari Umar bin Khaththab r.a. Lihat al-Muntaqa min Kitab at-Targhiib wat-Tarhiib, 1/102-103, hadits no: 3.]
Kedua, hadits yang juga amat penting karena ia adalah timbangan bagi perkara yang zahir, yaitu makna yang dikandung oleh hadits ini, "Siapa yang menciptakan hal baru dalam ajaran agama kita yang bukan merupakan bagian darinya, maka perbuatannya itu tertolak."
Agar amal ibadah seseorang diterima oleh Allah SWT, harus dipenuhi dua hal ini:
1. Meniatkan amal perbuatannya semata demi Allah SWT, dan..
2. Amal ibadahnya itu dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.
Oleh karena itu, saat Imam al-Fudhail bin Iyadh, seorang faqih yang zaahid 'orang yang zuhud' (para zaahid generasi pertama adalah para fuqaha), ditanya tentang firman Allah SWT, "... supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.... "(al-Mulk:2); Amal ibadah apakah yang paling baik? Ia menjawab, "Yaitu amal ibadah yang paling ikhlas dan paling benar."
Ia kembali ditanya, "Wahai Abu Ali (al-Fudhail bin Iyadh), apa yang dimaksud dengan amal ibadah yang paling ikhlas dan paling benar itu?"
Ia menjawab, "Suatu amal ibadah, meskipun dikerjakan dengan ikhlas, namun tidak benar maka amal itu tidak diterima oleh Allah SWT. Kemudian, meskipun amal ibadah itu benar, namun dikerjakan dengan tidak ikhlas, juga tidak diterima oleh Allah SWT. Amal ibadah baru diterima apabila dikerjakan dengan ikhlas dan dengan benar pula. Yang dimaksud dengan 'ikhlas' adalah dikerjakan semata untuk Allah SWT, dan yang dimaksud dengan 'benar' adalah dikerjakan sesuai dengan tuntunan Sunnah."
Keharusan amal ibadah hanya ditujukan untuk Allah SWT, yaitu sebagaimana dideskripsikan oleh hadits, "Sesungguhnya keabsahan segala amal ibadah ditentukan oleb niat." Dan, keharusan amal ibadah sesuai dengan tuntunan Sunnah adalah seperti dideskripsikan oleh hadits, "Siapa yang menciptakan hal baru dalam ajaran agama kami (Islam) yang bukan merupakan bagian darinya, maka perbuatannya itu tertolak."
Dengan demikian, perbuatan bid'ah hanya terjadi dalam bidang agama. Oleh karena itu, salah besar orang yang menyangka bahwa perbuatan bid'ah juga dapat terjadi dalam perkara-perkara adat kebiasaan sehari-hari. Karena, hal-hal yang biasa kita jalani dalam keseharian kita, tidak termasuk dalam medan operasional bid'ah. Sehingga, tidak mungkin dikatakan "masalah ini (salah satu masalah kehidupan sehari-hari) adalah bid'ah karena kaum salaf dari kalangan sahabat dan tabi'in tidak melakukannya".
Bisa jadi hal itu adalah sesuatu yang baru, namun tidak dapat dinilai sebagai bid'ah dalam agama. Karena jika tidak demikian, niscaya kita akan memasukkan banyak sekali hal-hal baru yang kita pergunakan sekarang ini sebagai bid'ah: seperti mikropon, karpet, meja, dan bangku yang kalian duduki, semua itu tidak dilakukan oleh oleh generasi Islam yang pertama, juga tidak dilakukan oleh sahabat, apakah hal itu dapat dinilai sebagai bid'ah?...
Oleh karena itu, ada orang yang bersikap salah dalam masalah ini sehingga jika melihat ada mimbar yang anak tangganya lebih dari tiga tingkat, niscaya dia akan berkata, "ini adalah bid'ah". Tidak, bid'ah tidak termasuk dalam masalah seperti itu.
Rasulullah saw. pertama kali berkhotbah di atas pokok pohon kurma, kemudian ketika manusia bertambah ... Lihat Selengkapnyabanyak, ada yang mengusulkan, "Tidakkah sebaiknya kami membuat tempat berdiri yang tinggi bagi baginda sehingga orang-orang yang hadir dapat melihat baginda?" Setelah itu, didatangkan seorang tukang kayu, ada yang mengatakan ia adalah tukang yang berasal dari Romawi. Selanjutnya, si tukang kayu membuat mimbar dengan tiga tingkat. Seandainya dibutuhkan mimbar yang lebih dari tiga tingkat, niscaya ia akan membuatnya. Masalah ini tidak termasuk dalam lingkup medan operasional bid'ah.
Islam menghendaki para pemeluknya untuk menjalankan agama sesuai batas ketentuan yang telah diberikan dan tidak mengada-ada. Untuk kemudian, mencurahkan energi kreatif mereka untuk membuat kreasi baru dalam bidang-bidang keduniawian. Inilah yang dilakukan oleh generasi salafus saleh.
Kalangan salaf menjalankan agama pada batas ajaran yang jelas telah ada, dalam riwayat yang pasti dari Rasulullah saw. dan pada sunnah-sunnah. Untuk kemudian, mereka mencurahkan segenap potensi dan energi mereka untuk berkreasi dan bekerja untuk memperbaiki kehidupan duniawi.
Dalam biografi Umar Ibnul-Khaththab r.a., Anda akan menemukan banyak hal yang dikenal dengan awwaliyyaat Umar, 'pioniritas Umar'. ..
Ia adalah orang yang pertama kali mengadakan sistem administrasi di negara Islam, yang pertama kali membangun kota-kota terpadu, pemimpin yang pertama kali mengadakan investigasi langsung kepada rakyat, dan lain-lain.
Ada kitab yang berjudul al-Awaail 'Hal-Hal yang Pertama' atau apa-apa yang pertama kali dibudayakan oleh kalangan salaf. Para sahabat telah menciptakan banyak kreasi untuk menciptakan kemaslahatan bagi kaum muslimin.
Dan, makna 'mengada-ada' adalah hal itu tidak mempunyai sumber dalam syariat. Asal kata bid'ah adalah diambil dari kata bad'a dan ibtada'a, yang bermakna 'menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya'. ... Lihat Selengkapnya
Oleh karena itu, Al-Qur'an mendeskripsikan Allah SWT sebagai, "Allah Pencipta langit dan bumi." Artinya, Allah SWT menciptakan langit dan bumi dari nol, tanpa adanya contoh sebelumnya.[Asy-Syathibi, al-I'tisham (Beirut: Darul Ma'rifah), juz 1/36]
Membuat bid'ah adalah menciptakan ajaran agama yang tidak ada aturannya dari Rasulullah saw., juga dari Khulafa ar-Rasyidin, yang diperintahkan kepada kita agar mengikuti sunnah mereka.
Sesuatu yang baru itu, jika ia mempunyai asal dan sumber dalam syariat, maka ia tidak dapat dikatakan sebagai bid'ah. Banyak hal yang dibuat oleh kaum Muslimin yang mempunyai asal dan landasan dalam syariat. Misalnya, penulisan dan pengkompilasian (penggabungan) Al-Qur'an dalam satu mushaf, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar berdasarkan usul Umar r.a..
Sebelumnya Abu Bakar merasa berat untuk melaksanakan rencana itu. Ia berkata, "Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.?" Namun, Umar terus membujuknya dan memberikan argumentasi betapa pentingnya hal itu hingga akhirnya Abu Bakar menerima usul itu dan melaksanakannya.[Demikian juga halnya dengan Zaid bin Tsabit yang diperintahkan oleh Abu Bakar untuk mengumpulkan catatan-catatan ayat Al-Qur an dan mengkompilasikannya. Namun, Abu Bakar terus mendorong Zaid hingga Allah SWT melapangkan dadanya, sebagaimana telah terjadi dengan Umar dan Abu Bakar r.a..]
Karena, hal itu demi kebaikan dan kepentingan kaum muslimin, meskipun hal itu tidak dilakukan oleh Nabi saw.. Agama Islam dapat dipertahankan dengan menjaga dan memelihara Al-Qur an itu, dan Al-Qur an adalah pokok agama, sumber, dan pokok yang abadi. Oleh karena itu, kita harus menjaga Al-Qur'an dari kemungkinan tercecer atau mengalami kesimpangsiuran....
Nabi saw telah mengizinkan pencatatan wahyu saat wahyu diturunkan. Dan, beliau memiliki sekretaris yang bertugas mencatat wahyu-wahyu yang diturunkan (Zaid bin Tsabit). Semua itu dilakukan dalam upaya menjaga dan memelihara Al-Qur'an.
Selama masa hidup Nabi saw., beliau tidak mengkompilasikan Al-Qur'an dalam satu kesatuan. Karena, pada saat itu, ayat-ayat Al-Qur'an terus turun secara beriringan, dan Allah SWT terkadang mengubah sebagian ayat yang telah diturunkan kepada Rasulullah saw. itu. Sehingga, jika ayat-ayat yang diturunkan itu langsung dikompilasikan ke dalam satu kesatuan, niscaya akan ditemukan kesulitan jika terjadi perubahan dari Allah SWT.
Terkadang, saat suatu ayat diturunkan, Rasulullah saw. memerintahkan kepada para pencatat wahyu, letakkanlah ayat ini dalam surah itu (surah tertentu), dan masing-masing surah dalam Al-Qur'an belum diketahui sudah lengkap atau belum ayat-ayatnya, hingga seluruh ayat Al-Qur'an selesai diturunkan.
Surah al-Baqarah misalnya, ia turunkan pada permulaan era Madinah. Namun, ayat-ayat dalam surah itu baru terlengkapi setelah lewat delapan tahun. Dan, di dalamnya terdapat ayat-ayat yang oleh ulama dikelompokkan sebagai ayat-ayat yang terakhir diturunkan. ...
Seperti pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ayat Al-Qur'an yang terakhir diturunkan adalah firman Allah SWT: "Dan, peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian, masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)." (al-Baqarah: 281)
Oleh karena itu, selama masa itu, Nabi saw. melarang upaya pengkompilasian Al-Qur an. Namun, saat kelengkapan Al-Qur'an telah diketahui, setelah wafatnya Rasulullah saw., maka para sahabat merasa aman dari kemungkinan adanya penambahan dan pengurangan Al-Qur an.
Oleh karena itu, mereka segera mencatat ayat-ayat Al-Qur'an yang berserakan dalam berbagai media dan mengkompilasikannya dalam satu mushaf. Dengan demikian, hal ini mempunyai dasar dan sandaran dalam syariat sehingga perbuatan itu tidak dapat dianggap sebagai bid'ah.
MENIRU JALAN SYARIAT
Kembali kepada definisi bid'ah yang diberikan oleh asy-Syathibi. Kalimat "meniru syariat", artinya hal itu meniru jalan syariat, padahal pada kenyataannya tidak seperti itu.
Ada banyak hal yang diciptakan oleh manusia yang tidak mempunyai sandaran dan dasar dalam syariat, hanya saja ia mempunyai sisi kemiripan kepada suatu ajaran syariat itu. Karena, hal itu suatu bentuk beribadah dan pada satu segi ia meniru jalan syariat. ..
Sisi inilah yang dianggap baik oleh para pembuat bid'ah dan para pengikut mereka. Karena, jika hal itu tidak memiliki suatu kemiripan dengan manusia, niscaya orang banyak akan menolaknya. Mereka menganggap hal itu baik karena ada segi kemiripannya dengan jalan syariat.
BID'AH YANG DIMAKSUDKAN ADALAH BERSIKAP BERLEBIH-LEBIHAN DALAM BERIBADAH
Dalam definisi asy-Syathibi juga terdapat redaksi, "yang dimaksudkan dengan melakukan hal itu (bid'ah) adalah sebagai cara berlebillan dalam beribadah kepada Allah SWT". Maksudnya, orang yang membuat suatu praktek bid'ah, biasanya melakukan hal itu dengan tujuan untuk berlebih-lebihan dalam bertaqarrub kepada Allah SWT.
Karena, mereka merasa tidak cukup dengan praktek ibadah yang telah diajarkan oleh syariat sehingga mereka berusaha untuk menambah suatu praktek baru. Dengan tindakan itu, seakan-akan mereka ingin mengoreksi syariat dan menutupi kekurangannya sehingga akhirnya mereka menciptakan suatu praktek ibadah baru, hasil rekayasa pikiran mereka...
Apakah niat yang baik itu dapat menjustifikasikan tindakan mereka? Tentu saja tidak. Niat seperti itu tidak dapat memberikan justifikasi suatu perbuatan bid'ah. Telah dikatakan sebelumnya bahwa dalam masalah beribadah, kita harus melengkapi dua hal: niat (hanya semata untuk Allah SWT) dan mutaba'ah yaitu 'beribadah dengan mengikuti cara yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan Rasulullah saw.'.
Ukuran dan karakteristik ibadah yang benar amat jelas, yaitu harus mengikuti tuntunan Rasulullah saw., "Siapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang tidak diatur oleh sunnah kami maka amalnya itu tertolak." Ini adalah bid'ah dalam agama.
Bid'ah dengan pengertian seperti ini adalah dhalaalah 'sesat', seperti disinyalir oleh hadits riwayat Irbaadh bin Saariah, "Karena setiap bid'ah adalah sesat."
Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari)
Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)
Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid'ah sesudah aku (Rasulullah Saw) tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru... Lihat Selengkapnya bid'ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. (HR. Ath-Thahawi)
Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, "Siapa 'mereka' yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani." (HR. Bukhari)
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
rasulullah berkata : “Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari neraka.” (HR. Imam Muslim dalam Shahihnya, No.3 dari Abu Hurairah )
maka termasuk berdusta atas beliau apabila berkata dan berbuat yg tidak pernah dicontohkan oleh rasulullah (bid'ah) dan menyandarkannya dengan berkata ... Lihat Selengkapnyainilah islam,naudzubillah...maka sungguh dia termasuk pembuat syariat baru dan menantang allah,maka balasan akhirat akan sangat pedih....
kebid'ahan merupakan dosa besar dibawah dosa syirik.....
quran-online
www.tvquran.com/
Tanzil : Quran Navigator
Quran MP3 - القرآن الكريم - koran karem
- audio.islamweb.net
- imaanstar.com/quran
- mp3
- Quran MP3 - القرآن الكريم - koran karem
- www.quranicaudio.com
- http://www.tvquran.com/Alafasi_d.htmBisa
- http://quransound.com/
- http://www.wordreference.com/aren/
- http://www.quranflash.com/en/index.html
- http://www.vradio.org/downloads.php
- http://olysus.com/2008/09/05/murottal-al-quran-high-quality-download-gratis/
- http://www.mp3quran.net/
- http://myquran.org/
- http://quran.muslim-web.com/
- http://www.quranexplorer.com/quran/
- http://www.TvQuran.com
radio & tv sunnah
- islamic-center
- adio.daarelsalam
- radio
- radiorodja
- tvQuran
- hang
- vradio.org
- radiokonsultan.multiply.com
- radio.aswaja.net
- islamic-center.or.id
- radio.daarelsalam.org
- http://www.sss-tv.com/
- kajianonlinemedan.com
- http://www.kajianonlinemedan.co.cc/
- radiodakwahislamiyah
- radiodakwahislamiyah.blogspot.com
- an-nashihah
- rasuldahri
- radiomuadz
- tvQuran.com
- radio hang
- radio.syiarsunnah.com
- vradio.org
- radioqu.com
- darussunnah.or.id
- radiosalafy.com
- usa.syiarsunnah.com
- http://radio.aswaja.net/
- radiomadufm.com
- ahsan.tv
- annashradio
- quranicaudio.com
- radioukhuwahislamiyah.com
- indo.syiarsunnah.com
- syiarsunnah.com/radio-online
- radiomuslim.com
- radio.ngaji-online.com
- rasikafm.com
- rodjatv.com
- http://ahsan.tv/panel/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar