Senin, 01 Maret 2010

Berlindung Dari 4 Petaka

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم : « كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ وَنَفْسٍ لَا تَشْبَعُ » (رواه النسائي )

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallohu anhuma bahwasanya Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam berlindung dari empat perkara: 1) Ilmu yang tidak bermanfaat, 2) Hati yang tidak khusyu’, 3) Doa yang tidak didengar, 4) Jiwa yang tidak kenyang . (HR. Nasaai)


1) Ilmu yang tidak bermanfaat

Yaitu ilmu yang tidak mendatangkan manfaat bagi pemiliknya bahkan dapat menjadi sebab dirinya akan disiksa di hari kiamat. Pada prinsipnya ilmu dipelajari untuk memberi manfaat bagi kita di dunia dan di akhirat oleh sebab itu Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam mengajarkan salah satu dzikir yang dianjurkan untuk dibaca setiap paginya setelah mengerjakan shalat shubuh:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

“Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezki yang baik dan amalan yang diterima” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)


Para ulama kita menyebutkan beberapa makna ilmu yang tidak bermanfaat diantaranya :

a. Ilmu yang diharamkan untuk dipelajari seperti ilmu sihir.

Allah Azza wa Jalla berfirman (artinya) :

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia…(QS. Al Baqarah 102)

Ayat ini merupakan salah satu dalil yang disebutkan oleh para ulama kita dalam menetapkan bahwa mempelajari sihir hukumnya haram dan menjerumuskan pelakunya pada kekufuran(lihat Tafsir Al Qurthubi). Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan : “Mempelajari sihir dan mengajarkannya hukumnya haramnya kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hal ini”(Al Mughni (12/300))

b. Ilmu yang tidak dibutuhkan.

sebagaimana halnya orang yang menyibukkan diri mereka pada ilmu kalam dan filsafat. Lahirnya pemahaman yang senantiasa mengedepankan akal di atas dalil sebagaimana yang diusung oleh penganut paham liberal adalah salah satu buah dari menyibukkan diri dan tenggelam dalam ilmu kalam dan filsafat.

Para ulama salaf telah memperingatkan akan bahaya menyibukkan diri dengan ilmu kalam, sebagaimana dalam beberapa atsar berikut ini :

* Imam Ahmad berkata : “Tidak akan beruntung selama-lamanya ahli ilmu kalam” .

* Imam Syafi’i menegaskan : “Hukuman yang saya tetapkan bagi para ahli ilmu kalam adalah mereka diarak mengelilingi kabilah-kabilah dan dikatakan kepada mereka ini balasan bagi orang meninggalkan Al Quran dan As Sunnah serta menyibukkan diri dengan ilmu Kalam.”

* Imam Malik mengatakan : “Seandainya Al Kalam termasuk kategori ilmu (yang disyariatkan) maka tentu para sahabat yang lebih dahulu membicarakannya (membahasnya) akan tetapi Al Kalam adalah sebuah kebatilan dan mengajak pada kebatilan”

* Imam Abu Yusuf berkomentar : “Mengilmui al kalam adalah bentuk kejahilan seseorang dan jahil terhadap ilmu Kalam adalah tanda ilmu seseorang”

* Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dalam bantahan beliau terhadap ahli mantiq mengatakan : “Saya senantiasa mengetahui bahwa Ilmu Mantiq Yunani tidak dibutuhkan (untuk dipelajari) oleh seorang yang cerdas dan orang yang bodoh tidak akan mengambil manfaat darinya”

Sejarah dari dahulu hingga sekarang telah membuktikan bahwa ilmu Kalam tidak mendatangkan kebahagiaan bagi pemiliknya melainkan mengantarkan kebingungan dan keputusasaan, hal ini telah diakui sendiri oleh orang-orang yang pernah bergelut dengannya sebagaimana yang disebutkan dalam biografi mantan tokoh mereka seperti Fakhrur Rozi dan Imam Ghazali.

c. Diantara makna ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang walaupun dari segi dzat atau materinya adalah kebenaran dan kebaikan yang bersumber dari Al Quran dan As Sunnah namun pemiliknya tidak mengambil manfaat darinya; tidak diamalkan, tidak diajarkan dan tidak merubah perangai dan akhlaknya.

Imam Hasan Al Bashri pernah mengatakan: “Ilmu itu ada dua macam : ilmu yang ada dalam hati; itulah ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang hanya ada pada lisan yang merupakan hujjah (alasan) bagi Allah untuk menyiksa seorang hamba”. Sebagian salaf pernah mengatakan : "Sebuah perkataan jika benar-benar berasal dari hati yang suci maka akan mengena pada hati-hati pendengar namun jika hanya keluar dari lisan seseorang maka juga hanya akan singgah di pendengaran"

Dalil-dalil berikut hendaknya menjadi peringatan bagi setiap penuntut ilmu syar’i dan para da’i :

Firman Allah dalam Surah Ash Shaff : 2 -3 (artinya) :

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menceritakan diantara pemandangan yang mengerikan di hari kiamat :

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ (متفق عليه )

“Pada hari kiamat akan didatangkan seorang laki-laki lalu dilemparkan ke dalam neraka hingga terburai ususnya lalu dia mengitari neraka sebagaimana keledai yang mengitari penggilingan, maka para penduduk neraka mengelilinginya seraya bertanya : “Wahai Fulan, (mengapa keadaanmu demikian) bukankah kamu dulu senantiasa mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran”? Dia menjawab : “Ya, dulu (di dunia) aku mengajak kepada kebaikan namun aku tidak melaksanakannya dan aku cegah manusia dari kemungkaran lalu aku yang mengerjakannya” (HR. Bukhari dan Muslim)


2) Hati yang tidak khusyu’

Perkara kedua yang Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam meminta perlindungan darinya adalah dari hati yang tidak khusyu’. Hati yang tidak khusyu’ adalah hati yang tidak mampu mentadabburi ayat-ayat Allah dan tidak merasakan ketenangan pada saat berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla.

Allah Azza wa Jalla berfirman dalam beberapa ayat-Nya tentang ciri-ciri orang yang beriman (artinya):

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Rabblah mereka bertawakkal. (QS. Al Anfaal : 2)

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya…(QS. Az Zumar : 22)

Sebaliknya orang-orang kafir terutama orang Yahudi adalah orang-orang yang memiliki hati yang keras, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan dalam beberapa ayat-Nya :

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Hadid : 16)

Diantara hal yang sangat prinsip bagi seorang mu’min adalah wajib baginya untuk tidak bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dalam segala hal baik dalam penampilan zhahir maupun yang batin. Janganlah kita menjadi seorang yang sangat berbeda dengan orang kafir dari sisi penampilan zhohir namun hatinya diterlantarkan dan tidak diberikan kebutuhannya sehingga menjadi hati yang sakit atau bahkan hati yang mati. Wal’iyadzu billahi.


3) Doa yang tidak didengarkan

Ini salah satu musibah yang terbesar bagi seorang hamba ketika doa dan permintaannya tidak lagi didengar oleh Allah, karena kita adalah hamba yang sangat fakir di hadapan-Nya. Maksud dari doa yang tidak didengarkan adalah doa yang tidak dikabulkan bukan berarti Allah tidak mampu mendengarkan permintaannya, karena Allah Maha Mendengar segala sesuatu. Dalam Al Quran Allah Azza wa Jalla telah menjamin untuk senantiasa menerima dan mengabulkan permintaa hamba-Nya, akan tetapi kadang ada doa yang tidak diterima disisi-Nya disebabkan beberapa faktor, antara lain:

a. Doa untuk perbuatan dosa dan memotong tali silaturahim sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam :

لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ (رواه مسلم )

“Seorang hamba senantiasa akan dikabulkan doanya selama dia tidak berdoa untuk suatu dosa dan memutuskan silaturahmi” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallohu anhu)

b. Tergesa-gesa untuk melihat hasil dari doanya

Rasulullah shallalohu alaihi wa sallam bersabda :

يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي (متفق عليه)

“Seorang diantara kalian akan diterima doanya selama dia tidak tergesa-gesa (melihat hasilnya) yaitu dia mengatakan aku telah berdoa namun belum dikabulkan permintaanku” (HR. Bukhari dan Muslim)

c. Harta yang dimilikinya semuanya berasal dari barang yang haram

… الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ (رواه مسلم)

(Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menceritakan) seseorang yang mengadakan perjalanan dalam waktu yang lama pakaian dan rambutnya telah lusuh berdebu dia menadahkan tangannya ke atas langit seraya berkata : Ya Rabb, ya Rabb, namun makanannya berasal dari harta yang haram, minumannya juga dari yang haram, pakaiannya juga berasal dari yang haram serta dia telah dikenyangkan dengan yang haram maka bagaimana mungkin doanya akan diterima” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallohu anhu)

d. Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ (رواه الترمذي )

Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallohu anhu dari Nabi shallallohu alaihi wa sallam bersabda : “Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian bersungguh-sungguh untuk beramar ma’ruf nahi mungkar atau sudah dekat masanya Allah mengutus atas kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya lalu Allah tidak mengabulkan doa-doa kalian”
(HR. Tirmidzi)


4) Jiwa yang tidak kenyang

Yang dimaksud di sini adalah jiwa yang tidak pernah puas dan bersyukur atas nikmat Allah yang sifatnya duniawi, adapun tidak pernah puas terhadap kenikmatan ukhrawi dan ingin agar selalu ditambahkan kepadanya maka hal tersebut disyariatkan sebagaimana firman Allah :

“…dan katakanlah: “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
(QS. Thaha : 114)

Dunia adalah kesenangan yang menipu dan kebanyakan anak manusia tidak pernah merasa puas dan kenyang terhadap nikmat duniawi serta rakus akan harta sehingga mereka senantiasa berlomba-lomba untuk mendapatkan dunia sebanyak-banyaknya walaupun dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam menyebutkan gambaran keadaan ini :

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : وَلَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَانِيًا وَلَوْ كَانَ لَهُ ثَانِيًا لَابْتَغَى إِلَيْهِ ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ (رواه الترمذي و أحمد

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda : “Seandainya anak cucu Adam memiliki harta (emas) sebanyak satu lembah tentu dia akan mencari lagi harta sebanyak itu dan seandainya dia telah memiliki harta sebanyak dua lembah tentu dia akan mencari yang ketiga padahal tidak ada yang memenuhi perut seorang manusia (pada saat dia meninggal dunia) kecuali tanah dan Allah menerima taubat hamba-Nya yang bertaubat” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Ath Thibi ketika menerangkan hadits ini mengatakan bahwa maknanya: "Anak cucu Adam memiliki tabiat mencintai harta dan senantiasa berusaha untuk mendapatkannya serta tidak pernah kenyang darinya kecuali orang yang telah Allah jaga dan selamatkan jiwanya dari sifat ini dan mereka itu sangat sedikit" [Lihat : Tuhfatul Ahwadzi (6/519)]

Wallohul Musta’an...


(Ringkasan dari Sumber : Wahdah Islamiyah cabang Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar