Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. Ash Shaaffaat:102)
assalamu’alaikum wr wb,
Dalam berinteraksi di dunia nyata maupun di dunia maya, sering kali berselisih pendapat dengan teman diskusi kita, terkadang dalam diskusi, kita kerap kali mengutarakan pendapat yang kita anggap benar dengan cara yang salah, yaitu dengan menyertakan emosi dan kesombongan di dalam pendapat kita, sehingga teman diskusi kita merasa terpojok dan akhirnya, bukan kebenaran yang di dapat, melainkan pergulatan siapa yang menang dan siapa yang kalah, padahal bukan itu tujuan kita berdiskusi sebenarnya, melainkan mencari kebenaran, bukan kemenangan.
Ada baiknya kita simak bagaimana Nabi Ibrahim as berdiskusi dengan anaknya Ismail as, pada saat ia mendapat mimpi dari Allah untuk menyembelih anaknya. Maka Ibrahim as mengajak anaknya untuk duduk berdua dengan tenang di hamparan padang pasir yang luas, dan mengutarakan mimpi yang ia dapat kepada anaknya dengan lemah lembut.
Dan bagaimana sikap Ismail as mendengar pernyataan dari ayahnya tersebut ? Tanpa berfikir dua kali, ia langsung menjawab pertanyaan ayahnya dengan tutur kata yang lembut dan tidak penuh kesombongan, ini bisa kita lihat dari perkataan Ismail as yang menyebutkan kata insyaallah di awal kalimatnya, ini menunjukkan betapa Ismail as benar-benar meyakini bahwa mimpi seorang nabi jelas dari Allah datangnya, dan ia pun menghadapi persoalan ini dengan tutur kata yang santun, sabar dan penuh dengan kerendahan hati.
Inti dari diskusi yang terjadi di antara Ibrahim as dan anaknya ini, jelas tidak sama dengan apa sering kita diskusikan dengan teman-teman kita, malah bisa dibilang jauh lebih berat. Bagi Ibrahim as, ini berarti ia harus kehilangan orang yang ia sayang dan bagi Ismail as, ia harus kehilangan nyawanya, tapi bagaimana cara mereka membicarakan permasalahan yang berat ini, apakah Ibrahim as mengutarakannya dengan cara memaksa, berkata keras karena ia meyakini kalau apa yang ia utarakan benar, tidak.
Bagaimana dengan Ismail as sendiri, apakah setelah mendengar pernyataan ayahnya, ia lantas berkata keras juga, bertanya dua kali kepada ayahnya, ataukah ia berselisih pendapat dulu dengan ayahnya mengenai persoalan tersebut, tidak.
Sang ayah begitu tahu bagaimana cara mengutarakan kebenaran kepada anaknya, dan sang anak pun tahu bagaimana menerima kebenaran yang ia harus terima, tidak ada kesombongan, sikap kasar, penolakan diantara keduanya, mereka menyelesaikan permasalahan ini dengan hati yang tenang, tutur kata yang santun dan jauh dari sifat kesombongan, mereka mencari kebenaran, bukan kemenangan.
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut."(QS. Thaahaa:44)
Ayat diatas adalah perintah Allah Swt kepada Nabi Musa as saat ia harus menyampaikan kebenaran kepada Firaun yang kebathilannya benar-benar sudah melampaui batas.
Lemah lembut, walaupun kepada manusia sekelas Firaun. Tapi yang kita dapati saat ini adalah, sering kali dalam mengutarakan pendapat yang kita yakini benar, kita mengutarakannya dengan cara menghardik, menyepelekan teman diskusi kita, mempermalukannya di depan umum dan terkadang kita merasa bangga karena ilmu yang kita miliki lebih dari teman kita, padahal bukan itu cara yang benar dan yang diinginkan oleh Allah Swt. Mereka yang kita sampaikan kebenaran adalah saudara seiman kita, mereka bukanlah musuh kita, karena sesungguhnya syaitan lah musuh kita yang sebenarnya. Seperti yang Allah Swt tekankan dalam firman-Nya:
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Faathir:6)
Begitu juga dalam kita berdiskusi dengan kedua orang tua kita. Terkadang kita membantahnya, bahkan sampai menyakiti hatinya, padahal Allah Swt mensejajarkan ibadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada ibu bapak dalam satu ayat-Nya, dan ini bukanlah persoalan main-main.
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS. Al Israa':23)
Dari kedua kisah diatas, dan sebuah ayat dimana Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita, hendaklah mulai dari sekarang, kita jauhi sifat-sifat yang bertentangan dengan apa-apa yang sudah Allah berikan contohnya, agar ke depannya, apa yang kita ingin sampaikan, bisa diterima oleh saudara kita dengan baik, tanpa menyakiti perasaannya, tanpa mempermalukan dirinya, karena inti dari sebuah diskusi adalah mencari kebenaran, bukan kemenangan.
Mungkin itu saja sedikit dari saya, maafkan apabila ada kesalahan didalamnya, karena kebenaran hanyalah milik Allah Swt, dan saya akhiri catatan ini dengan sebuah ayat dari Allah yang sekiranya bisa membimbing kita, agar ke depannya, dakwah menjadi bermanfaat dan akan mempererat ukhuwah di antara kita kaum muslimin, itu saja dari saya, terima kasih.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl:125)
wassalamu’alaikum wr wb
dblackdwarf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar