SENI BERDZIKIR DAN BERDOA
Jeanny Dive : Dzikir : Bagian Ke-tiga
Jakarta, 18 November 2009
Bismillaahir rohmanir rohiim…
Yaa ayyuhal lazina amanuzkurullaha zikran kasira.. (33:41),
Man kana yuridul izzata fa lillahil ‘izzatu jami’a, ilaihi yas’adul kalimut tayyibu wal ‘amalus salihu yarfa’uh, wa laziina yamkurunas-sayyi’ati lahum ‘azabun syadid, wa makru ula’ika huwa yabur . (35:10),
“Allaahuma sholli ‘alaa muhammadiw wa’alaa aali Muhammad, kamaa shollayta ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammadiw wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohiima fil ‘aalamiina innaka hamiidum majid.”.
Amma Ba’du.
Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu.
Wahai saudara-saudariku yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala…
Pembagian terakhir dari ibadah dzikir adalah dzikir-dzikir yang dibaca pada satu hari satu malam atau pada waktu dan kondisi tertentu. Seperti dzikir yang dibaca pada waktu hendak makan, minum, tidur, masuk rumah, keluar rumah, pergi ke mesjid, dan lain sebagainya.
Rasulullah tidak meninggalkan harta kekayaan apa pun kepada kita kecuali mengajarkan kepada umatnya cara berdzikir yang dibaca saat-saat tertentu serta pahala yang akan diterima oleh pelakunya. Dalam hal ini kita dapat menemukannya dalam kitab al-Adzkar dan kitab al-Wabil al-Shaib min al-Kalim ath-Thayyib karya Ibnul Qayyim al-Jauziyah.
Sekarang ini telah banyak diperjualbelikan stiker (gambar tempel) yang didalamnya terdapat bacaan-bacaan dzikir. Apabila engkau menemukannya, belilah stiker-stiker tersebut, kemudian tempelkanlah stiker yang berisi bacaan dzikir di meja kerja, disamping tempat tidur, dipinut keluar-masuk rumah, atau di dalam kendaraan. Dengan begitu, kita akan terbiasa membacanya ketika hendak mengerjakannya secara rutin.
Setiap dzikir pasti memiliki manfaat. Siapa yang keluar dari rumahnya, kemudian mengucapkan, “Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin Allah”, maka malaikat akan berkata kepadanya, “Kamu telah diberi petunjuk, kebutuhanmu telah dicukupi, dan kamu telah dijaga.”
Mendengar perkataan malaikat itu, setan akan berkata kepada temannya yang lain, “Apalagi yang dapat kamu perbuat terhadap orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi kebutuhannya dan dijaga oleh Allah?” Perhatikan pula hal berikut ini, (afwan) ketika (saudara-saudaraku) hendak berhubungan intim dengan istrinya. Pada saat itu engkau sangat dianjurkan untuk membaca dzikir, yaitu dengan mengucapkan, “Bismillaah, Alloohumma jannibnasy syaithoona wa jannibisy syaithoona ma rozaqtanaa.”
“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang telah Engkau karuniakan kepada kami.
Dalam hal ini, Rasulullah bersabda:
“Siapa yang mendatangi istrinya (berhubungan badan) lalu mengucapkan, ‘Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang telah Engkau berikan kepada kami,’ maka apabila Allah memberikan kepada mereka berdua seorang anak, niscaya setan tidak akan dapat mendatangkan musibah kepada anak tersebut untuk selama-lamanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Terkadang kita banyak mendengar di antara orangtua yang mengeluh karena perilaku dan sifat buruk yang dimiliki anak-anaknya. Apakah mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya diri mereka sendirilah yang menjadi penyebab dari itu semua?
Ingatlah hadits Rasulullah yang menyebutkan, “Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau telah berikan kepada kami.”
Saudara-saudariku yang Jean sayang lillaahi ta’ala…
Syaikh Muhammad Ghazali memiliki sebuah karya yang sangat fenomenal berjudul Fannu adz-Dzikir wa ad-Du’a. Melalui buku tersebut, dia menjelaskan kepada kita tentang makna yang terkandung dalam ibadah dzikir dan doa. Sebagai contoh doa yang diucapkan ketika sedang bercermin, “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah penciptaanku, maka perindahlah akhlakku.” (HR. Ibnu Sa’ad). Seolah-olah Ghazali berkata kepadamu, “Hendaklah kamu tidak hanya memperhatikan kepada fisik saja, tetapi perhatikan pula akhlak dan perilakumu.”
Kenyataannya, sebagian manusia ketika sedang bercermin, mereka hanya memperhatikan fisiknya tanpa memperhatikan akhlak yang dimilikinya. Oleh karena itu, doa ini mengajarkan dan mendidik kita agar tidak lupa untuk memperhatikan perilaku atau akhlak yang kita miliki selama ini.
Perhatikan juga doa yang dibaca ketika seseorang mengenakan pakaian baru, “Pakailah (baju) yang baru, hiduplah dengan bahagia dan matilah sebagai syahid.” Dengan doa tersebut diharapkan kamu tidak hanya menjadikan pakaian baru sebagai tujuan hidup, tetapi ketika pakaian baru itu dikenakan, diharapkan engkau dapat menjalani pula kehidupan ini dengan bahagia. Kedua hal itu pun belum cukup untuk menjadikan tujuanmu, tetapi hendaklah engkau menjadikan mati syahid sebagai tujuan akhir hidupmu.
Simak pula doa ketika hendak bepergian, “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, ketaqwaan, dan amal perbuatan yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini.” Bayangkan, apakah seseorang yang bepergian dengan niat untuk melakukan suatu perbuatan maksiat kepada Allah akan mampu mengucapkan doa seperti itu? Apabila hatinya masih hidup, tentu tidak mungkin ia melakukan perbuatan maksiat kepada Allah.
Perhatikan pula doa ketika pulang dari bepergian, “(Kami adalah) orang-orang yang kembali, yang bertobat, yang menyembah Rabb kami dan memuji-Nya.” (HR. Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmidzi). Doa tersebut seolah-olah menggambarkan bahwa dirimu mencoba untuk memulai membuka lembaran baru dalam sebuah kehidupan, atau seolah-olah engkau memulai kehidupan baru setelah bertobat kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Allah Mahabesar! Sungguh, ternyata di dalam berdzikir dan berdoa terdapat seni.
Apakah engkau termasuk orang yang dapat merasakan dan menghargai indahnya sebuah seni?
Saudara-saudariku tersayang rahimakumullaah, berikut ini ada dua buah pertanyaan berkenaan dengan pembahasan kita tentang Dzikir. Semoga tidak terdapat kekeliruan dalam jawabannya, dan terdapat manfaat darinya, aamiin…
Pertanyaan pertama:
“Boleh atau tidak saya menggunakan biji tasbih ketika sedang berdzikir?”
Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Nabi, pada suatu hari beliau pernah masuk ke dalam rumah Ummul Mukminin Ummu Salamah. Pada saat itu Rasulullah melihat istrinya sedang memegang beberapa buah batu kerikil yang digunakan untuk menghitung jumlah bacaan tasbih yang dibacanya. Melihat hal itu Nabi tidak melarangnya. Berdasarkan riwayat tersebut dapat dijelaskan bahwa tidak ada larangan bagi seseorang untuk menggunakan biji tasbih dengan tujuan mempermudah dalam menghitung jumlah bacaan wirid.
Engkau juga jangan salah memahaminya, bahwa membaca tasbih tidak diharuskan menggunakan biji tasbih, sebab pemahaman semacam ini juga merupakan pemahaman yang keliru. Karena tujuan menggunakan biji tasbih hanyalah membantu kita dalam menghitung jumlah bacaan, atau sebagai penambah motivasi kita untuk lebih memperbanyak bacaan,tersebut. Begitupun tidak ada larangan untuk meletakkan biji tasbih di dalam mobil, dirumah, ataupun di dapur dengan tujuan mengungatkan dan membantu kita agar selalu berdzikir kepada Allah.
Saudara-saudariku tercinta, pahamilah, bahwa apa yang Jean utarakan ini bukanlah merupakan fatwa… :) Semoga Allah menjaga diri kita semua...
Bertasbihlah kepada Allah dengan menggunakan kedua tanganmu, bertasbihlah dengan menggunakan biji tasbih, dan bertasbihlah dengan menggunakan apa saja yang memudahkan dan apa yang engkau sukai. Yang terpenting adalah berdzikirlah kepada Allah dan janganlah engkau menjadi orang-orang yang melakukan kekeliruan. Ya Allah, jadikanlah kami sebagai golongan yang diberi kemudahan, bukan sebagai golongan yang diberi kesulitan, dan jadikanlah kami sebagai golongan pembawa kabar gembira, bukan sebagai golongan pembawa kabar menakutkan.
Pertanyaan kedua:
“Manakah yang lebih utama, berdzikir dalam hati, atau dengan lisan, atau dengan keduanya?”
Saudara-saudariku tercinta, Nabi Muhammad merupakan panutan bagi kita, maka berdzikirlah kalian kepada Allah sebagaimana beliau berdzikir kepada –Nya! Ketika beliau keluar dari kamar mandi dan membaca doa, “Aku memohon ampunan-Mu.” Menurutmu, dengan apa beliau mengucapkan doa tersebut? Ketahuilah bahwa sesungguhnya beliau membaca doa itu (berdzikir) dengan menggunakan lidah dan hatinya. Inilah tingkatan tertinggi dalam berdzikir, yang terkadang kita tidak mampu melakukannya, bukankah begitu?
Sedangkan tingkatan kedua adalah, berdzikir dengan menggunakan hati, namun apabila hal itu tidak sanggup pula kamu lakukan, maka hendaklah melakukannya dengan lisan. Hmmm… mungkin ada yang bertanya, “Apakah saya boleh berdzikir dengan menggunakan lisan ketika hati saya tidak hadir (tidak khusyu’) pada saat itu?” Benar saudara-saudariku, lakukanlah hal itu terus-menerus dan ketahuilah bahwa sebentar lagi hatimu akan hadir. Apabila hatimu tetap tidak dapat hadir untuk menyertai lidahmu saat itu, maka tetaplah untuk berdzikir kepada Allah dengan menggunakan lidah saja. Sebab, jika lidahmu tidak disibukkan dengan berdzikir, maka ia akan disibukkan oleh hal-hal lain, baik berupa perbuatan maksiat maupun hal-hal yang tidak bermanfaat. Naudzubillaah…
Sungguh, janganlah kamu tertawa, ketahuilah bahwa setan akan terus berusaha menggodamu agar engkau tidak dapat berdzikir kepada Allah. Ketika engkau sedang tidak hadir menyertai lidah, maka setan mengambil kesempatan dan menyusup. Maka dari itu, teruslah untuk selalu berdzikir kepada Allah.
Subhanallah, walhamdulillah. InsyaAllah tuntas sudah bagian ketiga untuk pembahasan tentang Dzikir ini. InsyaAllah pada bagian akhir (ke-empat), Jean akan membuat kesimpulan dari semuanya ini disertai dalil-dalil yang kita butuhkan…
Barakallahu fiikum
Wassalamu’alaykum wr.wb.
~Jeanny Dive~
NOTE :
Pembahasan Tentang DZIKIR Bagian Pertama Terdapat di Alamat ini : http://www.facebook.com/no
Pembahasan Tentang DZIKIR Bagian Kedua Terdapat di Alamat ini : http://www.facebook.com/no
Tidak ada komentar:
Posting Komentar