Jumat, 11 Juni 2010

tauhid

auhid adalah keyakinan seorang hamba bhw Allah itu Esa dan tdk ada sekutu bagi-Nya, baik dalam Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma' (nama-nama) dan sifat-Nya.


Yakni, hendaknya seorang hamba meyakini dgn sepenuh hati bhw Allah sajalah Tuhan dan Pemilik atas segala sesuatu. Dia-lah satu-satunya Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta. Hanya Dia-lah yg berhak utk disembah, tdk ada sekutu bagi-Nya, dan setiap sesembahan selain-Nya adalah bathil. Dia memiliki sifat yg penuh dgn kesempurnaan dan suci dari segala aib dan kekurangan, serta bagi-Nya Asma' Al-Husna (nama-nama yg bagus) dan sifat-sifat yg Mahatinggi.

Tauhid Hakimiyah atau Mulkiyah adalah sesuatu yg baru dan tdk dikenal oleh salafush shaleh.

Penyimpangan Wahdah :

http://www.ansharussunnah.co.cc/2008/08/penyimpangan-tarbiyah-wahdah-islamiyah.html

http://almakassari.com/artikel-islam/manhaj/katanya-salafy-melarang-demonstrasi-lalu-kenapa-wahdah-salafy-melakukannya.html#more-568
http://belasalafy.wordpress.com/2009/10/28/mengapa-saya-keluar-dari-wahdah-islamiyah/

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa yang dapat kita katakan kepada mereka yang mengingkari Tauhid Asma wa Sifat dan menganggapnya sebagai sesuatu yang dibuat oleh orang-orang belakangan ?

Jawaban.
Tauhid Asma wa Sifat termasuk salah satu dari tiga macam Tauhid : Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa Sifat.
...
Mereka yang mengingkari Tauhid Asma wa Sifat berarti mengingkari salah satu macam Tauhid. Mereka yang ingkar ini tidak lepas dari dua keadaan yang berikut.

Pertama.
Mengingkarinya setelah mengetahui bahwa itu memang benar adanya. Mereka mengingkarinya secara sengaja, dan mengajak yang lain untuk mengingkarinya. Maka mereka yang berlaku seperti ini telah kafir karena mengingkari apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya. Padahal mereka mengetaui hal tersebut tanpa perlu takwil-nya.

Kedua.
Hanya ikut-ikutan kepada orang lain karena rasa percaya dan menyangka bahwa ia berada di atas kebenaran. Atau karena salah dalam menafsirkan, sementara ia menyangka berada di atas kebenaran. Mereka melakukan hal ini bukan karena sengaja mengingkari, tetapi karena ingin mensucikan Allah Subhanahu wa Ta'ala "menurut pengakuan mereka'. Maka mereka-mereka yang seperti ini adalah orang-orang yang tersesat dan salah karena ikut-ikutan atau mentakwil (menafsirkan) sendiri.

Kafirnya kelompok yang pertama sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala tentang kaum musyrikin.
...
"Padahal mereka kafir (ingkar) kepada Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah) " [Ar-Ra'd : 30]

Syaikh Sulaiman bin Abdullah di dalam kitabnya, Taysir Al-Aziz, berkata, "Karena Allah telah menanamkan mereka yang mengingkari satu dari nama-namaNya (yaitu Ar-Rahman) dengan kafir, maka hal ini menunjukkan bahwa mengingkari bagian dari nama-nama dan sifat-sifatNya adalah kafir. Dengan demikian, siapa saja yang mengingkari sesuatu dari nama-nama dan sifat-sifatNya, baik itu orang-orang filsafat, Jahmiyah, Mu'tazilah, atau selain mereka-pun termasuk kafir, sesuai dengan kadar pengingkaran mereka terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah tersebut" [Lihat Taysir Aziz Al-Hamid hal. 575]

Beliau juga berkata, "Bahkan kami katakan, "Barangsiapa yang tidak beriman kepada nama-nama dan sifat-sifatNya, maka dia bukan termasuk orang-orang yang beriman. Dan barangsiapa di dalam hatinya ada rasa keberatan akan hal itu, maka dia seorang munafik" [Lihat Taysir Aziz Al-Hamid hal. 588]

Tauhid Asma dan Sifat bukanlah sesuatu yang baru dimunculkan oleh orang-orang belakangan. (Bukanlah) Anda telah mendengar hukum bagi siapa saja yang mengingkari nama Allah Ar-Rahman ! Dan (bukankah) mengimani Tauhid ini terdapat dalam pembicaraan para Shahabat, Tabi'in, Imam yang Empat, dan yang lainnya dari kalangan Salaf.

Imam Malik, ketika ditanya tentang masalah istiwa (tingginya) Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas Arsy-Nya berkata, "Istiwa (Allah) sudah sama dipahami, dan bagaimana (hakikat)nya tidak diketahui, sementara mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentang bagaimana (hakikat) Allah ber-istiwa adalah bid'ah". [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.141]

Abdullah bin Mubarak berkata, "Kita mengetahui bahwa Tuhan kita berada di atas langit yang tujuh ; ber-istiwa di atas Arsy-Nya ; terpisah dari makhluk-Nya. Kami tidak mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Jahmiyah" [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.151]

Imam Al-Auza'iy berkata, "Kami dan para Tabi'in mengatakan, "Sesungguhnya Allah penyebutannya [1] di atas "Arsy-Nya dan kami mengimani apa saja yang terdapat di dalam Sunnah" [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.138]..

Imam Abu Hanifah berkata, "Barangsiapa yang mengatakan, "Saya tidak tahu apakah Tuhan saya berada di langit atau bumi, berarti dia telah kafir karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

Allah ber-istiwa di atas arsy-Nya" [Thaha : 5]

Dan arsy-Nya berada diatas langit yang tujuh" [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.136]

Jika anda ingin lebih jauh mengetahui tentang perkataan para salaf dalam masalah ini, maka lihat kitab Ijtima Al-Juyusy Al-Islamiyah "Ala Ghazwi Al-Mu'aththilah wal Jahmiyah (Bersatunya Tentara Islam dalam Memerangi Aliran Mu'ththilah dan Jahmiyah) oleh Imam Ibnu Al-Qayyim.

Beberapa ulama memasukan Tauhid Asma dan Sifat ke dalam Tauhid Rububiyah dengan mengatakan bahwa Tauhid ada dua macam : Tauhid Fi Al-Marifat wa Al-Itsbat, yaitu Tauhid Rububiyah (dan masuk kedalamnya Tauhid Asma dan Sifat), dan Tauhid Fi Ath-Thalabi wa Al-Qashdi, yaitu Tauhid Uluhiyah. Akan tetapi, ketika mulai muncul orang-orang yang mengingkari Tauhid Asma dan Sifat, maka dijadikanlah Tauhid ini tersendiri untuk menetapkan masalah penetapannya dan menolak mereka yang mengingkarinya.

Tiga macam Tauhid ini terdapat di dalam Al-Qur'an, terkhususkan pada awal-awal surat. Sebaiknya kitab pertama yang hendaknya anda baca adalah kitab "Madarij as-Salikiin" oleh Ibnu Qayyim.

[Sumber ; Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H]

ISTILAH TAUHID HAKIMIYAH ADALAH PERKARA YANG BARU (MUHDATS)

Oleh : Hai'ah Kibaril Ulama' Saudi Arabia

Syaikh Suhaib Hasan Abdul Ghafar, ketua Jum'iyatul Qur'an Karim di London, mengajukan pertanyaan kepada Hai'ah Kibaril Ulama' di kerajaan Saudi Arabia...
Di antara pertanyaannya yaitu :

"Beberapa juru dakwah mulai memperhatikan dan menganggap penting sebutan 'Tauhid Hakimiyah' sebagai tambahan dari tiga macam tauhid yang sudah dikenal. Apakah Tauhid Ini termasuk dalam pembagian tauhid yang tiga tersebut ? Haruskah kita menjadikannya bagian tersendiri, sehingga kita wajib mengutamakannya ? Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengutamakan Tauhid Uluhiyah pada masanya, ketika beliau melihat manusia sangat kurang dalam tauhid ini. Imam Ahmad pada masanya juga mengutamakan Tauhid Asma wa Sifat saat beliau melihat kenyataan bahwa manusia sangat kurang dalam sisi tauhid ini. Adapun sekarang, manusia mulai kurang dalam mengamalkan Tauhid Hakimiyah. Oleh karena itu wajibkah kita utamakan sisi tauhid ini. Benarkah ucapan seperti ini ?"

Jawaban
Hai'ah Kibaril Ulama menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut : Tauhid itu ada tiga macam yaitu ; Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Sifat. Tidak dijumpai di sana macam yang keempat.

Adapun berhukum dengan apa-apa yang Allah turunkan itu termasuk di dalam Tauhid Uluhiyah. Karena hal itu termasuk salah satu macam ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Setiap macam ibadah termasuk dalam Tauhid Uluhiyah. Oleh karena itu, menjadikan Hakimiyah sebagai macam tauhid tersendiri adalah perbuatan muhdats (bid'ah) yang tidak pernah diucapkan oleh seorang pun dari para imam sepengetahuan kami. Bahkan (-dari tiga macam pembagian tauhid di atas, red-) ada di antara para imam tersebut meringkas pembagian tauhid menjadi dua macam, yaitu Tauhid Al-Ilmi Al- I'Tiqadi (Tauhid dalam Pengenalan dan Penetapan) yaitu Tauhid Rububiyah dan Asma wa Sifat dan yang kedua Tauhid Al-Iradi Ath-Thalabi (Tauhid dalam Meminta dan Menunjukkan) yaitu Tauhid Uluhiyah. Dan sebagian mereka ada yang merincinya menjadi tiga macam sebagaimana telah lewat. Wallahu a'lam.
...
Kita seluruhnya wajib mengutamakan Tauhid Uluhiyah dan memulai dengan melarang perbuatan syirik. Karena hal itu adalah dosa yang paling besar dan menggugurkan seluruh amal serta pelakunya kekal di dalam neraka. Seluruh para Nabi memulai dakwah mereka dengan memerintahkan agar ibadah kepada Allah semata dan melarang perbuatan syirik. Sedangkan Allah memerintahkan kita mengikuti dan berjalan di atas manhaj mereka dalam berdakwah kepada Allah dalam semua perkara agama.

Mementingkan ketiga tauhid tersebut wajib di setiap masa. Karena kesyirikan dan penolakan terhadap Asma wa Sifat tetap terjadi, bahkan bertambah banyak dan dahsyat bahaya keduanya di akhir zaman ini. Akan tetapi perkara ini samar bagi mayoritas kaum Muslimin, sedangkan para da'i yang menyeru pada kedua penyelewangan tersebut banyak dan sangat giat. Kesyirikan tidak hanyaterjadi pada zaman Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

Penyelewengan Asma wa Sifat pun tidak hanya terjadi pada masa Imam Ahmad sebagaiman dikatakan oleh si penanya. Bahkan pada masyarakat muslim hari ini bertambah besar bahayanya dan bertambah banyak terjadi. Sehingga mereka lebih sangat membutuhkan adanya orang-orang yang melarang kedua penyelewengan tersebut dan menjelaskan bahaya keduanya dengan pengetahun bahwa 'istiqamah' dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya dan mempraktekkan hukum-hukum syariat-Nya adalah termasuk dalam perwujudan tauhid dan keselamatan dari syirik.

[Sumber : Harian Al-Muslimun, Kuwait, no 639, Jum'at , 25 Dzulhijjah 1417H, Majalah Salafy, Edisi XXI/1418/1997 hal. 17-18]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar