Kalau mendengar Taliban pasti kebanyakan orang Islam sendiri langsung berburuk sangka.
(Sumber: Dr. Muhammad Abbaas, “Bukan… Tapi Perang terhadap Islam” (diterjemahkan oleh Ibnu Bukhori), Solo: Wacana Ilmiah Press, Cet. I, April 2004, hal. 248-255 dan hal. 245-246)
Setelah mujahidin meraih kemenangan, Amerika Serikat dan pengikut-pengikutnya berhasil menyebarkan permusuhan di kalangan faksi-faksi mujahidin, selain juga berhasil membunuh Kamal Sananiri pada tahun ’81, pembunuhan terhadap Dr. Abdullaah Azzaam pada tahun ’89 berhasil menciptakan perpecahan di antara faksi-faksi mujahidin. Sehingga, mereka semua saling memusuhi, sehingga hal ini menimbulkan meluasnya ketakutan di sebagian besar kawasan Afghanistan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang berjiwa lemah, sehingga mereka menarik pajak dan upeti kepada masyarakat. Semakin banyaklah patroli yang berkeliling di jalan-jalan yang mengumpulkan pajak dengan paksa kepada orang-orang yang lewat dengan kendaraan mereka. Maka, setiap kelompok dari faksi-faksi itu memiliki para penarik pajak yang melakukan tindakan yang mirip dengan tindakan para mafia. Maka, merajalelalah kejahatan dengan berbagai bentuknya. Masyarakat dilanda ketakutan menyangkut keamanan jiwa, harta, kehormatan, dan hak milik mereka. Sebagian orang bertahan, sebagian lagi pergi ke luar negeri. Krisis ini semakin parah, penderitaan semakin bertambah-tambah, dan harapan semakin pupus. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun, di mana masyarakat sudah kehabisan harapan untuk mendapatkan jalan keluar, karena di sana tidak ada seberkas cahaya pun di cakrawala dan tiada sepercik harapan di hati. Hanya ada kegelapan yang bertumpuk dengan kegelapan, malam gelap gulita yang sangat kelam menyelimuti seluruh kawasan Afghanistan, yang semua itu menambah beban di hati putra-putra negeri Islam yang telah dihancurkan oleh perang dan dipotong-potong oleh taring-taringnya yang tajam, sehingga ia bermalam sebagai sepotong daging yang menjadi permainan lidah orang-orang dengki atau bola yang disepak ke sana kemari oleh kaki orang-orang berdosa.
Tiba-tiba, tanpa perencanaan oleh seorang pun, datanglah jalan keluar dari Allah ta'ala. Maka, muncullah Taliban di permukaan dengan sedikit komandan tempur dan personil militer yang kecil untuk mengatakan kepada semua pihak: “Tahanlah tangan kalian dan menyingkirlah dari medan! Bukalah kota-kota, lapangan-lapangan, jalan-jalan, dan halaman-halaman, dengan sukarela atau dengan peperangan!” Lantas, mereka semua pun menyingkir dengan terpaksa dan terhina.
Gerakan Taliban bermula pada tahun 1994, pada saat sebuah kelompok kecil dari kalangan Talib (pelajar ilmu agama; dalam bahasa Afghan, kata talib dijamakkan menjadi Taliban, dengan demikian kata taliban berarti pelajar ilmu agama) dan Mulla Afghan di Kandahar melakukan pengusiran terhadap para perampok yang biasa merampok kafilah (yang mengadakan perjalanan) dan melakukan pemerkosaan kepada wanita di sekitar Kandahar. Para Talib itu, yang dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar berhasil merampas senjata para perampok dan menemukan beberapa wanita yang diculik dan sebagian lagi dibunuh setelah diperkosa. Sebagian perampok itu berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan syariat. Sebagian dari gerombolan perampok melarikan diri dari Kandahar. Kemudian, berkembanglah euforia dan semangat di kalangan penduduk Kandahar, lantas mereka memecat gubernur Kandahar yang berada di bawah pemerintahan Rabbani, karena ia tidak mampu menghadapi para perampok itu. Mereka pun mengangkat Mulla Muhammad Umar sebagai amir mereka. Mulla (Mulla adalah mahasiswa ilmu syariah yang berhenti dari sekolah sebelum memperoleh gelar, sedangkan maulawi adalah yang telah berhasil meraih gelar) akhirnya mengumumkan penerapan syariat Islam di Kandahar, kawasan yang mereka kuasai. Tersebarlah berita keamanan yang terwujud di kawasan Kandahar, sehingga berdatanganlah delegasi para Talib dan penduduk kawasan utara dan barat yang bertetangga dengan Kandahar. Para pelajar agama itu meminta mereka untuk memerintah dan menerapkan syariat Islam di wilayah-wilayah mereka. Para Talib itu membantu mereka dalam mengatur wilayah tersebut di bawah kekuasaan mereka dan dalam penerapan syariat. Dengan demikian, Taliban telah menguasai sekitar seperlima Afghanistan tanpa peperangan, akan tetapi karena keinginan penduduk kawasan tersebut akan diterapkannya syariat Islam dan terciptanya keamanan. Itulah awal mula gerakan ini. Dr. Sami Muhammad Shalih Dallal melukiskan bagaimana gerakan Taliban sering meraih kemenangan ini tanpa peperangan. Ia mengatakan:
“Dari rahim sekolah-sekolah agama di Kandahar, dengan fatwa para ulama di kawasan Mayuan, muncul Taliban pada hari jumat, 15 Muharram 1415 H bertepatan dengan 24 Juni 1994 M di medan konflik perubahan. Ia berawal dari beberapa belas penuntut ilmu agama yang dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar, kemudian banyak penuntut ilmu yang bergabung dengan mereka, di mana kebanyakan mereka itu lulusan Universitas Haqqaniyah di Peshawar, Pakistan. Dalam sebuah pertemuan besar yang dihadiri oleh 1500 ulama Aghanistan, terpilihlah pimpinan dan perintis gerakan Taliban, Mulla Muhammad Umar sebagai Amirul Mukminin. Mulailah gerakan Taliban menaklukkan kawasan-kawasan Afghanistan, satu demi satu, bermula dari kawasan Ruzajan, dengan pasukan yang jumlahnya hanya sebanyak 313 orang, di mana kelak kekuasaannya meluas sedikit demi sedikit. Keadaan ini terus berlangsung hingga akhirnya ia menguasai mayoritas kawasan itu. Seluruh faksi yang semula saling bertempur sejak kekalahan Rusia pada tahun 1989 M berhasil dikalahkannya. Pada masa itu, Pakistan mendukung Taliban dan mempermudah gerakan para Talib ke Afghanistan untuk bergabung dengan Taliban. Pakistan juga membuka perbatasan untuk suplai logistik bagi Taliban. Karena kedudukan terhormat para ulama, maulawi, dan Talib di masyarakat Afghan, Taliban meraih kemajuan dengan menguasai kawasan-kawasan lain di utara dan timur. Saat itu, Rabbani, sebagai penguasa di Kabul belum mengumumkan sikapnya, sebagai taktiknya, karena ia mengetahui bahwa pasukan Hikmatyar-lah yang memisahkan wilayah kekuasaan mereka dari Kabul. Bahkan, ia menawarkan bantuan kepada mereka untuk menjadi gerakan agama yang menjalankan tugas untuk melakukan koreksi serta amar makruf dan nahi munkar. Akan tetapi Hikmatyar memerintahkan pasukannya untuk tidak menyerah kepada Taliban. Terjadilah pertempuran di antara mereka di kawasan Ghazni, kemudian ke utara hingga kawasan Kabul, di mana wilayah kekuasaannya jatuh satu persatu tanpa peperangan atau dengan peperangan kecil, karena kebanyakan komandan dan faksi mujahidin, bahkan juga perampok, ragu untuk terjun berperang melawan para penuntut ilmu agama.
Beberapa faksi lain, seperti faksi Yunus Khalish dan pasukan Haqqani menyerahkan wilayah kekuasaan mereka kepada Taliban di Paktia dan Khost. Kebanyakan komandan Sayyaf juga enggan untuk berperang melawan para Talib itu. Mereka menyerahkan Nankarhar dan Jalalabad kepada Taliban, karena mereka melihat akhlak para Talib itu, serta tindakan mereka menerapkan syariat Islam, beramar makruf nahi munkar, mewujudkan stabilitas keamanan, memburu para perampok, dan mengamankan jalan. Kemudian, Taliban berhasil mencapai perbatasan Kabul. Mereka menghadap kepada Rabbani dengan sejumlah tuntutan, yang paling penting di antaranya adalah penerapan syariat Islam. Kemudian, Rabbani meminta mereka mengirimkan delegasi untuk berunding dengannya. Akan tetapi, Mas’ud, menteri pertahanannya, setelah berjanji kepada mereka untuk menyerahkan senjata, menghentikan peperangan, dan berdialog dengan mereka, justru mengkhianati mereka pada pagi hari berikutnya dan membunuh sejumlah qurra dan penghafal al-Quran yang menjadi delegasi dari para Talib itu. Disebutkan bahwa jumlah orang-orang yang dikhianati itu, yang dibunuh di dalam masjid mencapai hampir 250 talib. Akhirnya, Taliban menyerang Kabul, yang dalam waktu singkat berhasil dijatuhkan pada malam 26 September ’96, karena tidak adanya kepercayaan di antara dua faksi yang mempertahankannya, yaitu; kelompok Mas’ud dan kelompok Hikmatyar. Sebelum subuh, Taliban memasuki Kabul setelah terjadi pertempuran ringan dengan sebagian penjaganya dari kelompok pasukan Mas’ud, Rabbani, dan Sayyaf. Maka, faksi-faksi itu melarikan diri ke arah utara, untuk menghentikan peperangan di garis Gunung Siraj, pintu gerbang koridor Salink, dan kawasan utara. Saat itu, usia Taliban dihitung dari kemunculannya sekitar dua tahun. Kekuasaan Taliban berhenti di kawasan timur, selatan, barat, dan barat laut, hingga kawasan Herat. Sedangkan hampir seluruh kawasan utara yang meliputi sekitar 15% kawasan Afghanistan dengan ibukotanya Mazar-i Syarif masih belum dikuasai oleh Taliban.
Pada pertengahan tahun ’97, Taliban bergerak ke arah utara dan dalam sebuah gerakan cepat berhasil menguasai sebagian besar kawasan utara, dan jatuhlah ibukota Mazar-i Syarif ke tangan mereka. Saat itu seluruh dunia menyangka bahwa kekuasaan Afghanistan telah berada di tangan Taliban. Tetapi, sebagian milisi Uzbek yang semula mengadakan perjanjian damai dan bekerjasama dengan Taliban, berkhianat. Pengkhianatan ini menimbulkan pembantaian mengerikan yang menimpa pasukan mereka di utara, di mana korban pembantaian ini mencapai 10.000 hingga 15.000 pasukan Taliban, menurut angka-angka yang disebut, dalam pembantaian sadis, di mana kebanyakan dari mereka dikuburkan hidup-hidup dalam kuburan masal oleh milisi Uzbek Komunis di Mazar-i Syarif bersama dengan sekutu mereka dari golongan Syiah.
Maka, Taliban kembali bergerak ke utara dengan penuh waspada, lantas satu persatu wilayah utara jatuh ke tangah mereka sekali lagi. Maka, pasukan Dustum pun hancur dan ia melarikan diri ke Uzbekistan. Maka, tidak ada lagi kekuatan militer yang melawan mereka kecuali pasukan Mas’ud yang berdiam di sebuah lembah sempit yang terbentang dari Panshir hingga Gunung Siraj, kemudian ke Tasyarika, hingga ke pintu gerbang Kabul bagian utara, di mana di situ ia bertahan bersama pasukan pengikut Sayyaf. Taliban bergerak ke utara mengejar pasukan Mas’ud melalui jalan Ghurbind, tempat yang sewaktu-waktu bisa dijadikan jalan penyerangan bagi Mas’ud dan Sayyaf ke arah Kabul, dalam upaya menguasainya dan mengembalikan neraca kekuatan di Afghanistan, sekali lagi.
Serangan itu benar-benar terjadi ketika pasukan Taliban masih tersebar jauh dari ibukota Kabul, di mana pada saat itu, Kabul diselamatkan, setelah oleh karunia Allah, oleh sekelompok mujahidin Arab.
Pemerintahan Taliban telah mengumumkan penerapan syariat Islam di seluruh kawasan yang berada di bawah kekuasaannya dengan menjadikan Kabul yang dikuasainya pada 27-9-1996 sebagai ibukota dan basis gerakan politiknya dan menjadikan Kandahar sebagai tempat tinggal Amirul Mukminin dan basis gerakan legislasi dan organisasinya.
Dalam waktu singkat, Taliban telah menguasai hampir seluruh kawasan Afghanistan (kecuali sedikit kawasan utara yang telah kami singgung sebelumnya) dengan memproklamirkan tujuan-tujuannya, yang secara ringkas berupa penerapan syariat Islam secara total, penciptaan stabilitas dan keamanan di seluruh kawasan negeri Afghanistan, pemulihan bangunan, dan pembangunan infrastruktur di seluruh kawasan negeri Afghanistan.
Tak lama setelah itu, musuh-musuh Allah di seluruh dunia pun geger. Mereka memperlihatkan kedengkian mereka, membidikkan anak panah mereka, dengan harapan mereka bisa mengenai Taliban dalam satu pembunuhan atau paling tidak mempersempit ruang geraknya. Maka, mereka mulai melontarkan tuduhan-tuduhan sebagai berikut:
1. Taliban telah membawa Afghanistan dari cahaya peradaban yang gemerlap kepada apa yang mereka sebut sebagai kegelapan syariat Islam.
2. Melarang wanita dari kegiatan belajar dan mengajar serta menutup pintu-pintu rumah untuk menghalangi para wanita keluar dari rumah menuju sekolah dan universitas.
3. Melarang kaum wanita bekerja atau berkarir.
4. Mengharuskan kaum wanita mengenakan hijab.
5. Melarang minuman keras di seluruh kawasan Afghanistan.
6. Melarang musik dan lagu di panggung maupun di tempat-tempat umum.
7. Melindungi para teroris dan melatih kelompok-kelompok mujahidin.
8. Menanam ganja dan mengekspornya ke seluruh dunia.
9. Tidak mematuhi undang-undang internasional dan konvensi-konvensi antar negara.
10. Membela kasus-kasus keislaman, khususnya intifadah di Al-Aqsha, Palestina.
Sebagai contoh, Muhammad Hasanain Haikal berkata membawakan sebuah peristiwa menyentuh, ketika ia mengatakan:
“Agen intelijen pusat Amerika terlibat sangat intens terhadap peroalan Afghanistan, sampai-sampai sekelompok stafnya telah menghabiskan waktu enam bulan untuk membuat laporan tentang penyimpangan seksual bagi para pemimpin Afghan serta pentingnya menggunakan penyimpangan seksual itu sebagai alat untuk menundukkan mereka! Sebagai contoh nyata, agen intelijen tersebut mensinyalir adanya perang hebat yang berlangsung selama beberapa bulan antara dua orang pemimpin yang kedua-duanya jatuh cinta kepada anak kecil yang ditemukan oleh salah seorang dari kedua pemimpin itu, lantas diculik oleh yang lain.”
Ya, Imperium Setan ini telah memproduksi sesuatu paling rendah yang ada pada diri manusia yaitu nafsu seks, bermain dengan dan di atasnya. Sesungguhnya, setiap orang memiliki titik kelemahan, jika kelemahan itu tidak ditemukan, Anda bisa menciptakannya dengan memberikan iming-iming dan menyesatkannya. Jika Anda tidak berhasil juga, Anda bisa mempublikasikan kelemahan itu agar kebohongan-kebohongan dan kedustaan-kedustaan mengenainya tersebar luas. (Sumber: Dr. Muhammad Abbaas, “Bukan… Tapi Perang terhadap Islam” (diterjemahkan oleh Ibnu Bukhori), Solo: Wacana Ilmiah Press, Cet. I, April 2004, hal. 236)
Dalam tuduhan-tuduhan ini, mereka telah mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Kebanyakan tuduhan tersebut tidak memiliki dasar kebenaran sama sekali, melainkan semata-mata merupakan kebohongan murahan. Kebanyakan darinya bahkan merupakan mahkota yang berkilau yang dipasangkan di dahi Taliban.
Adapun pihak-pihak yang berada di belakang tuduhan-tuduhan ini adalah: Amerika Serikat, Uni Eropa, Republik Rusia, beberapa republik Islam yang merdeka setelah kejatuhan Uni Soviet, India, Yahudi di Palestina, sebagian besar negara Islam, PBB, kaum sekuleris di seluruh negara. Semua tuduhan ini dilontarkan melalui surat kabar, majalah, buku-buku, siaran radio dan televisi, internet, dan berbagai media informasi lainnya.
Seluruh pihak yang telah kami sebutkan tadi telah berhimpun untuk menjatuhkan pemerintahan Taliban, meski berapapun biaya yang diperlukan dan meskipun penderitaan yang dialami bangsa Afghanistan semakin parah.
Mereka semua menunjukkan dendam mereka dan berlindung di balik payung Perserikatan Bangsa-bangsa. Mereka mengepung penuh Afghanistan yang diperintah oleh Taliban. Mereka memasang pagar-pagar yang mengisolasi dan menyerangnya dari darat dan udara, agar mereka bisa membunuh bangsa Afghanistan dengan rasa lapar dan ketertindasan. Kemudian, sesudah itu mereka akan mengatakan: “Ia dibunuh dan ditindas oleh Taliban!”
Adapun dari dalam, mereka menyebarkan kelompok-kelompok misionaris yang menjelajahi sebagian besar kawasan Afghanistan dengan alasan untuk menyelamatkan rakyat Afghanistan yang secara sistematis telah dibuat lapar dan takut, kemudian mereka datang untuk menjadi juru selamat, seperti serigala yang berbulu domba.
Jumlah organisasi misionaris yang aktif hingga sekarang di Afghanistan dan diwarisi oleh Taliban dari masa-masa seblumnya mencapai sekitar 240. Surat Kabar Frontie Post yang terbit di Peshawar dengan bahasa Inggris, pada edisi 10 Desember 1997, mempublikasikan bahwa organisasi NGO Men telah berhasil mengkristenkan 100.000 rakyat Afghanistan selama 7 tahun (mulai tahun 1990 hingga 1997).
Taliban telah mengumumkan penerapan syariat Islam di seluruh bidang kehidupan. Mereka mengeluarkan beberapa keputusan menyangkut persoalan wanita dan perlindungannya dari penyimpangan. Mulla Muhammad Umar berkata: “Kita tidak anti pengajaran bagi wanita, tetapi kita ingin mengatur pengajaran kaum wanita dengan aturan-aturan syariat.”
Taliban juga telah mengeluarkan beberapa keputusan yang melarang penanaman, produksi, dan pemakan ganja di Afghanistan, di mana sepanjang sejarah, Afghanistan telah menjadi negara terkemuka pengekspor barang haram ini.
Ketika semua itu terjadi, maka semuanya menjadi rambu-rambu yang jelas menunjukkan hakikat gerakan Taliban, tujuan-tujuannya, dan target-targetnya serta sejauh mana tingkat kebenarannya. Gerakan ini telah mengajukan solusi bagi Afghanistan yang terkucil. Ia telah berhasil mewujudkan apa yang gagal diwujudkan oleh gerakan lain dan berdiri kukuh ketika yang lain surut ke belakang. Berbagai upaya iming-iming maupun penyesatan tidak mampu membalikkannya dari jalan yang telah digariskannya, ketika amirnya dengan tegas menyatakan—sebagai jawaban atas embargo, tekanan, dan tawar-menawar yang diajukan kepadanya: “Sesungguhnya prinsip-prinsip Islam mengenai pemerintahan Islam tidak bisa menerima kompromi atau tawar-menawar terhadapnya dengan apapun juga.”
Adalah mustahil untuk menjelaskan seluruh sepak terjang Taliban, sekalipun dengan menggunakan seluruh lembaran buku ini, oleh karena itu, penulis akan memberikan gambaran sepintas, barangkali ini bisa menghilangkan berbagai kebohongan yang diceritakan mengenainya.
Kita awali dengan kesaksian Mufti Mesir, Dr. Nashr Farid Washil, di mana beliau mengatakan:
“Ketika kita pergi ke sana, kita akan mendapati bahwa realitas Afghanistan berbeda sama sekali dari apa yang digambarkan dan disiarkan oleh media massa Barat tentang Taliban dengan berbagai pengekangan, pengungkungan wanita, dan perkebunan ganja. Kami semua, sebagai delegasi, semula memiliki kesan kuat di benak kami bahwa Taliban benar-benar telah mengangkat syiar Islam sebagai solusi, tetapi mereka kemudian menanam ganja untuk membiayai gerakan mereka. Media massa Barat menyiarkan bahwa mereka mengekang dan melarang kaum wanita dari aktivitas mengajar, mengemudi mobil, dan sebagainya, bahwa mereka begini dan begitu. Tapi, di sana terlihatlah fakta yang tak pernah terlihat itu, bahwa mereka tidak menanam ganja, melainkan membentuk kelompok-kelompok untuk memberantas pertanian ganja, bahkan benar-benar membakar perkebunannya. Mereka melarang ada satu pohon ganja pun dalam pemerintahan mereka!
Adapun kaum wanita, maka kami melihat mereka ada di jalan raya, di sepanjang jalan raya. Mereka mengatakan: bahwa apa yang dipublikasikan itu keliru. Yang benar adalah, ‘karena kurangnya sekolah dan gedung sekolah, disebabkan oleh kondisi pengajaran yang buruk di negeri kami’, maka kami mulai menyiasati keadaan, yaitu bahwa anak laki-laki, khususnya yang tertua akan menjadi penanggung jawab dan penting bagi keluarganya; oleh karena itu, kami mengutamakan saudara laki-laki paling besar daripada saudara-saudara lainnya, sekalipun mereka juga sama-sama laki-laki, agar mendapat tempat di sekolah. Maka laki-laki tertualah yang paling utama. Jadi, permasalahannya bukan perempuan atau laki-laki, melainkan keadaan telah mengatur aktivitas dan sikap kami. Jika keadaan pengajaran membaik, tentu setiap anak perempuan akan mendapat tempat seperti anak laki-laki.’
Sebenarnya, kami sangat terkejut dengan keadaan yang disiarkan secara bohong oleh media informasi Barat. Saya mengakui bahwa saya pribadi dulu mempercayai semua pemberitaan menyangkut Taliban, akan tetapi setelah melakukan kunjungan itu, seluruh delegasi tanpa terkecuali yakin tentang ketidakobjektifan media massa Barat dan upayanya untuk menyesatkan seluruh dunia, khususnya mengenai realitas Taliban dan Afghanistan.
Terus terang, saya juga menganggap kunjungan ini seluruhnya bernilai positif, karena dengan kunjungan ini kami mengerti sejauh mana kebohongan informasi-informasi yang dipublikasikan oleh media massa Barat.
Saya katakan: sudah waktunya negara-negara Islam untuk mulai mengakui pemerintahan Taliban. Ini merupakan pendapat delegasi Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan pendapat saya pribadi. Saya katakan, sudah waktunya kita memahami bahwa kebanyakan kekuatan politik internasional menghendaki kondisi menyedihkan ini, di mana kekuatan-kekuatan ini berupaya menciptakan perpecahan di antara saudara-saudara seagama. Karena itu, saya menyerukan kepada dunia Arab dan Islam untuk merevisi sikapnya terhadap pemerintah Taliban.”
“Jika Anda menutupi dan secara sengaja tidak menyebarkan informasi kepada khalayak umum dalam rangka memperdaya mereka, maka itu disebut berbohong, atau lebih tepatnya pengkhianatan media, bukan jurnalisme!” (Jerry D. Gray)
(Sumber : http://unseenhands.wordpress.com/2009/06/20/sejarah-taliban/ )
(Sumber: Dr. Muhammad Abbaas, “Bukan… Tapi Perang terhadap Islam” (diterjemahkan oleh Ibnu Bukhori), Solo: Wacana Ilmiah Press, Cet. I, April 2004, hal. 248-255 dan hal. 245-246)
Setelah mujahidin meraih kemenangan, Amerika Serikat dan pengikut-pengikutnya berhasil menyebarkan permusuhan di kalangan faksi-faksi mujahidin, selain juga berhasil membunuh Kamal Sananiri pada tahun ’81, pembunuhan terhadap Dr. Abdullaah Azzaam pada tahun ’89 berhasil menciptakan perpecahan di antara faksi-faksi mujahidin. Sehingga, mereka semua saling memusuhi, sehingga hal ini menimbulkan meluasnya ketakutan di sebagian besar kawasan Afghanistan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang berjiwa lemah, sehingga mereka menarik pajak dan upeti kepada masyarakat. Semakin banyaklah patroli yang berkeliling di jalan-jalan yang mengumpulkan pajak dengan paksa kepada orang-orang yang lewat dengan kendaraan mereka. Maka, setiap kelompok dari faksi-faksi itu memiliki para penarik pajak yang melakukan tindakan yang mirip dengan tindakan para mafia. Maka, merajalelalah kejahatan dengan berbagai bentuknya. Masyarakat dilanda ketakutan menyangkut keamanan jiwa, harta, kehormatan, dan hak milik mereka. Sebagian orang bertahan, sebagian lagi pergi ke luar negeri. Krisis ini semakin parah, penderitaan semakin bertambah-tambah, dan harapan semakin pupus. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun, di mana masyarakat sudah kehabisan harapan untuk mendapatkan jalan keluar, karena di sana tidak ada seberkas cahaya pun di cakrawala dan tiada sepercik harapan di hati. Hanya ada kegelapan yang bertumpuk dengan kegelapan, malam gelap gulita yang sangat kelam menyelimuti seluruh kawasan Afghanistan, yang semua itu menambah beban di hati putra-putra negeri Islam yang telah dihancurkan oleh perang dan dipotong-potong oleh taring-taringnya yang tajam, sehingga ia bermalam sebagai sepotong daging yang menjadi permainan lidah orang-orang dengki atau bola yang disepak ke sana kemari oleh kaki orang-orang berdosa.
Tiba-tiba, tanpa perencanaan oleh seorang pun, datanglah jalan keluar dari Allah ta'ala. Maka, muncullah Taliban di permukaan dengan sedikit komandan tempur dan personil militer yang kecil untuk mengatakan kepada semua pihak: “Tahanlah tangan kalian dan menyingkirlah dari medan! Bukalah kota-kota, lapangan-lapangan, jalan-jalan, dan halaman-halaman, dengan sukarela atau dengan peperangan!” Lantas, mereka semua pun menyingkir dengan terpaksa dan terhina.
Gerakan Taliban bermula pada tahun 1994, pada saat sebuah kelompok kecil dari kalangan Talib (pelajar ilmu agama; dalam bahasa Afghan, kata talib dijamakkan menjadi Taliban, dengan demikian kata taliban berarti pelajar ilmu agama) dan Mulla Afghan di Kandahar melakukan pengusiran terhadap para perampok yang biasa merampok kafilah (yang mengadakan perjalanan) dan melakukan pemerkosaan kepada wanita di sekitar Kandahar. Para Talib itu, yang dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar berhasil merampas senjata para perampok dan menemukan beberapa wanita yang diculik dan sebagian lagi dibunuh setelah diperkosa. Sebagian perampok itu berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan syariat. Sebagian dari gerombolan perampok melarikan diri dari Kandahar. Kemudian, berkembanglah euforia dan semangat di kalangan penduduk Kandahar, lantas mereka memecat gubernur Kandahar yang berada di bawah pemerintahan Rabbani, karena ia tidak mampu menghadapi para perampok itu. Mereka pun mengangkat Mulla Muhammad Umar sebagai amir mereka. Mulla (Mulla adalah mahasiswa ilmu syariah yang berhenti dari sekolah sebelum memperoleh gelar, sedangkan maulawi adalah yang telah berhasil meraih gelar) akhirnya mengumumkan penerapan syariat Islam di Kandahar, kawasan yang mereka kuasai. Tersebarlah berita keamanan yang terwujud di kawasan Kandahar, sehingga berdatanganlah delegasi para Talib dan penduduk kawasan utara dan barat yang bertetangga dengan Kandahar. Para pelajar agama itu meminta mereka untuk memerintah dan menerapkan syariat Islam di wilayah-wilayah mereka. Para Talib itu membantu mereka dalam mengatur wilayah tersebut di bawah kekuasaan mereka dan dalam penerapan syariat. Dengan demikian, Taliban telah menguasai sekitar seperlima Afghanistan tanpa peperangan, akan tetapi karena keinginan penduduk kawasan tersebut akan diterapkannya syariat Islam dan terciptanya keamanan. Itulah awal mula gerakan ini. Dr. Sami Muhammad Shalih Dallal melukiskan bagaimana gerakan Taliban sering meraih kemenangan ini tanpa peperangan. Ia mengatakan:
“Dari rahim sekolah-sekolah agama di Kandahar, dengan fatwa para ulama di kawasan Mayuan, muncul Taliban pada hari jumat, 15 Muharram 1415 H bertepatan dengan 24 Juni 1994 M di medan konflik perubahan. Ia berawal dari beberapa belas penuntut ilmu agama yang dipimpin oleh Mulla Muhammad Umar, kemudian banyak penuntut ilmu yang bergabung dengan mereka, di mana kebanyakan mereka itu lulusan Universitas Haqqaniyah di Peshawar, Pakistan. Dalam sebuah pertemuan besar yang dihadiri oleh 1500 ulama Aghanistan, terpilihlah pimpinan dan perintis gerakan Taliban, Mulla Muhammad Umar sebagai Amirul Mukminin. Mulailah gerakan Taliban menaklukkan kawasan-kawasan Afghanistan, satu demi satu, bermula dari kawasan Ruzajan, dengan pasukan yang jumlahnya hanya sebanyak 313 orang, di mana kelak kekuasaannya meluas sedikit demi sedikit. Keadaan ini terus berlangsung hingga akhirnya ia menguasai mayoritas kawasan itu. Seluruh faksi yang semula saling bertempur sejak kekalahan Rusia pada tahun 1989 M berhasil dikalahkannya. Pada masa itu, Pakistan mendukung Taliban dan mempermudah gerakan para Talib ke Afghanistan untuk bergabung dengan Taliban. Pakistan juga membuka perbatasan untuk suplai logistik bagi Taliban. Karena kedudukan terhormat para ulama, maulawi, dan Talib di masyarakat Afghan, Taliban meraih kemajuan dengan menguasai kawasan-kawasan lain di utara dan timur. Saat itu, Rabbani, sebagai penguasa di Kabul belum mengumumkan sikapnya, sebagai taktiknya, karena ia mengetahui bahwa pasukan Hikmatyar-lah yang memisahkan wilayah kekuasaan mereka dari Kabul. Bahkan, ia menawarkan bantuan kepada mereka untuk menjadi gerakan agama yang menjalankan tugas untuk melakukan koreksi serta amar makruf dan nahi munkar. Akan tetapi Hikmatyar memerintahkan pasukannya untuk tidak menyerah kepada Taliban. Terjadilah pertempuran di antara mereka di kawasan Ghazni, kemudian ke utara hingga kawasan Kabul, di mana wilayah kekuasaannya jatuh satu persatu tanpa peperangan atau dengan peperangan kecil, karena kebanyakan komandan dan faksi mujahidin, bahkan juga perampok, ragu untuk terjun berperang melawan para penuntut ilmu agama.
Beberapa faksi lain, seperti faksi Yunus Khalish dan pasukan Haqqani menyerahkan wilayah kekuasaan mereka kepada Taliban di Paktia dan Khost. Kebanyakan komandan Sayyaf juga enggan untuk berperang melawan para Talib itu. Mereka menyerahkan Nankarhar dan Jalalabad kepada Taliban, karena mereka melihat akhlak para Talib itu, serta tindakan mereka menerapkan syariat Islam, beramar makruf nahi munkar, mewujudkan stabilitas keamanan, memburu para perampok, dan mengamankan jalan. Kemudian, Taliban berhasil mencapai perbatasan Kabul. Mereka menghadap kepada Rabbani dengan sejumlah tuntutan, yang paling penting di antaranya adalah penerapan syariat Islam. Kemudian, Rabbani meminta mereka mengirimkan delegasi untuk berunding dengannya. Akan tetapi, Mas’ud, menteri pertahanannya, setelah berjanji kepada mereka untuk menyerahkan senjata, menghentikan peperangan, dan berdialog dengan mereka, justru mengkhianati mereka pada pagi hari berikutnya dan membunuh sejumlah qurra dan penghafal al-Quran yang menjadi delegasi dari para Talib itu. Disebutkan bahwa jumlah orang-orang yang dikhianati itu, yang dibunuh di dalam masjid mencapai hampir 250 talib. Akhirnya, Taliban menyerang Kabul, yang dalam waktu singkat berhasil dijatuhkan pada malam 26 September ’96, karena tidak adanya kepercayaan di antara dua faksi yang mempertahankannya, yaitu; kelompok Mas’ud dan kelompok Hikmatyar. Sebelum subuh, Taliban memasuki Kabul setelah terjadi pertempuran ringan dengan sebagian penjaganya dari kelompok pasukan Mas’ud, Rabbani, dan Sayyaf. Maka, faksi-faksi itu melarikan diri ke arah utara, untuk menghentikan peperangan di garis Gunung Siraj, pintu gerbang koridor Salink, dan kawasan utara. Saat itu, usia Taliban dihitung dari kemunculannya sekitar dua tahun. Kekuasaan Taliban berhenti di kawasan timur, selatan, barat, dan barat laut, hingga kawasan Herat. Sedangkan hampir seluruh kawasan utara yang meliputi sekitar 15% kawasan Afghanistan dengan ibukotanya Mazar-i Syarif masih belum dikuasai oleh Taliban.
Pada pertengahan tahun ’97, Taliban bergerak ke arah utara dan dalam sebuah gerakan cepat berhasil menguasai sebagian besar kawasan utara, dan jatuhlah ibukota Mazar-i Syarif ke tangan mereka. Saat itu seluruh dunia menyangka bahwa kekuasaan Afghanistan telah berada di tangan Taliban. Tetapi, sebagian milisi Uzbek yang semula mengadakan perjanjian damai dan bekerjasama dengan Taliban, berkhianat. Pengkhianatan ini menimbulkan pembantaian mengerikan yang menimpa pasukan mereka di utara, di mana korban pembantaian ini mencapai 10.000 hingga 15.000 pasukan Taliban, menurut angka-angka yang disebut, dalam pembantaian sadis, di mana kebanyakan dari mereka dikuburkan hidup-hidup dalam kuburan masal oleh milisi Uzbek Komunis di Mazar-i Syarif bersama dengan sekutu mereka dari golongan Syiah.
Maka, Taliban kembali bergerak ke utara dengan penuh waspada, lantas satu persatu wilayah utara jatuh ke tangah mereka sekali lagi. Maka, pasukan Dustum pun hancur dan ia melarikan diri ke Uzbekistan. Maka, tidak ada lagi kekuatan militer yang melawan mereka kecuali pasukan Mas’ud yang berdiam di sebuah lembah sempit yang terbentang dari Panshir hingga Gunung Siraj, kemudian ke Tasyarika, hingga ke pintu gerbang Kabul bagian utara, di mana di situ ia bertahan bersama pasukan pengikut Sayyaf. Taliban bergerak ke utara mengejar pasukan Mas’ud melalui jalan Ghurbind, tempat yang sewaktu-waktu bisa dijadikan jalan penyerangan bagi Mas’ud dan Sayyaf ke arah Kabul, dalam upaya menguasainya dan mengembalikan neraca kekuatan di Afghanistan, sekali lagi.
Serangan itu benar-benar terjadi ketika pasukan Taliban masih tersebar jauh dari ibukota Kabul, di mana pada saat itu, Kabul diselamatkan, setelah oleh karunia Allah, oleh sekelompok mujahidin Arab.
Pemerintahan Taliban telah mengumumkan penerapan syariat Islam di seluruh kawasan yang berada di bawah kekuasaannya dengan menjadikan Kabul yang dikuasainya pada 27-9-1996 sebagai ibukota dan basis gerakan politiknya dan menjadikan Kandahar sebagai tempat tinggal Amirul Mukminin dan basis gerakan legislasi dan organisasinya.
Dalam waktu singkat, Taliban telah menguasai hampir seluruh kawasan Afghanistan (kecuali sedikit kawasan utara yang telah kami singgung sebelumnya) dengan memproklamirkan tujuan-tujuannya, yang secara ringkas berupa penerapan syariat Islam secara total, penciptaan stabilitas dan keamanan di seluruh kawasan negeri Afghanistan, pemulihan bangunan, dan pembangunan infrastruktur di seluruh kawasan negeri Afghanistan.
Tak lama setelah itu, musuh-musuh Allah di seluruh dunia pun geger. Mereka memperlihatkan kedengkian mereka, membidikkan anak panah mereka, dengan harapan mereka bisa mengenai Taliban dalam satu pembunuhan atau paling tidak mempersempit ruang geraknya. Maka, mereka mulai melontarkan tuduhan-tuduhan sebagai berikut:
1. Taliban telah membawa Afghanistan dari cahaya peradaban yang gemerlap kepada apa yang mereka sebut sebagai kegelapan syariat Islam.
2. Melarang wanita dari kegiatan belajar dan mengajar serta menutup pintu-pintu rumah untuk menghalangi para wanita keluar dari rumah menuju sekolah dan universitas.
3. Melarang kaum wanita bekerja atau berkarir.
4. Mengharuskan kaum wanita mengenakan hijab.
5. Melarang minuman keras di seluruh kawasan Afghanistan.
6. Melarang musik dan lagu di panggung maupun di tempat-tempat umum.
7. Melindungi para teroris dan melatih kelompok-kelompok mujahidin.
8. Menanam ganja dan mengekspornya ke seluruh dunia.
9. Tidak mematuhi undang-undang internasional dan konvensi-konvensi antar negara.
10. Membela kasus-kasus keislaman, khususnya intifadah di Al-Aqsha, Palestina.
Sebagai contoh, Muhammad Hasanain Haikal berkata membawakan sebuah peristiwa menyentuh, ketika ia mengatakan:
“Agen intelijen pusat Amerika terlibat sangat intens terhadap peroalan Afghanistan, sampai-sampai sekelompok stafnya telah menghabiskan waktu enam bulan untuk membuat laporan tentang penyimpangan seksual bagi para pemimpin Afghan serta pentingnya menggunakan penyimpangan seksual itu sebagai alat untuk menundukkan mereka! Sebagai contoh nyata, agen intelijen tersebut mensinyalir adanya perang hebat yang berlangsung selama beberapa bulan antara dua orang pemimpin yang kedua-duanya jatuh cinta kepada anak kecil yang ditemukan oleh salah seorang dari kedua pemimpin itu, lantas diculik oleh yang lain.”
Ya, Imperium Setan ini telah memproduksi sesuatu paling rendah yang ada pada diri manusia yaitu nafsu seks, bermain dengan dan di atasnya. Sesungguhnya, setiap orang memiliki titik kelemahan, jika kelemahan itu tidak ditemukan, Anda bisa menciptakannya dengan memberikan iming-iming dan menyesatkannya. Jika Anda tidak berhasil juga, Anda bisa mempublikasikan kelemahan itu agar kebohongan-kebohongan dan kedustaan-kedustaan mengenainya tersebar luas. (Sumber: Dr. Muhammad Abbaas, “Bukan… Tapi Perang terhadap Islam” (diterjemahkan oleh Ibnu Bukhori), Solo: Wacana Ilmiah Press, Cet. I, April 2004, hal. 236)
Dalam tuduhan-tuduhan ini, mereka telah mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Kebanyakan tuduhan tersebut tidak memiliki dasar kebenaran sama sekali, melainkan semata-mata merupakan kebohongan murahan. Kebanyakan darinya bahkan merupakan mahkota yang berkilau yang dipasangkan di dahi Taliban.
Adapun pihak-pihak yang berada di belakang tuduhan-tuduhan ini adalah: Amerika Serikat, Uni Eropa, Republik Rusia, beberapa republik Islam yang merdeka setelah kejatuhan Uni Soviet, India, Yahudi di Palestina, sebagian besar negara Islam, PBB, kaum sekuleris di seluruh negara. Semua tuduhan ini dilontarkan melalui surat kabar, majalah, buku-buku, siaran radio dan televisi, internet, dan berbagai media informasi lainnya.
Seluruh pihak yang telah kami sebutkan tadi telah berhimpun untuk menjatuhkan pemerintahan Taliban, meski berapapun biaya yang diperlukan dan meskipun penderitaan yang dialami bangsa Afghanistan semakin parah.
Mereka semua menunjukkan dendam mereka dan berlindung di balik payung Perserikatan Bangsa-bangsa. Mereka mengepung penuh Afghanistan yang diperintah oleh Taliban. Mereka memasang pagar-pagar yang mengisolasi dan menyerangnya dari darat dan udara, agar mereka bisa membunuh bangsa Afghanistan dengan rasa lapar dan ketertindasan. Kemudian, sesudah itu mereka akan mengatakan: “Ia dibunuh dan ditindas oleh Taliban!”
Adapun dari dalam, mereka menyebarkan kelompok-kelompok misionaris yang menjelajahi sebagian besar kawasan Afghanistan dengan alasan untuk menyelamatkan rakyat Afghanistan yang secara sistematis telah dibuat lapar dan takut, kemudian mereka datang untuk menjadi juru selamat, seperti serigala yang berbulu domba.
Jumlah organisasi misionaris yang aktif hingga sekarang di Afghanistan dan diwarisi oleh Taliban dari masa-masa seblumnya mencapai sekitar 240. Surat Kabar Frontie Post yang terbit di Peshawar dengan bahasa Inggris, pada edisi 10 Desember 1997, mempublikasikan bahwa organisasi NGO Men telah berhasil mengkristenkan 100.000 rakyat Afghanistan selama 7 tahun (mulai tahun 1990 hingga 1997).
Taliban telah mengumumkan penerapan syariat Islam di seluruh bidang kehidupan. Mereka mengeluarkan beberapa keputusan menyangkut persoalan wanita dan perlindungannya dari penyimpangan. Mulla Muhammad Umar berkata: “Kita tidak anti pengajaran bagi wanita, tetapi kita ingin mengatur pengajaran kaum wanita dengan aturan-aturan syariat.”
Taliban juga telah mengeluarkan beberapa keputusan yang melarang penanaman, produksi, dan pemakan ganja di Afghanistan, di mana sepanjang sejarah, Afghanistan telah menjadi negara terkemuka pengekspor barang haram ini.
Ketika semua itu terjadi, maka semuanya menjadi rambu-rambu yang jelas menunjukkan hakikat gerakan Taliban, tujuan-tujuannya, dan target-targetnya serta sejauh mana tingkat kebenarannya. Gerakan ini telah mengajukan solusi bagi Afghanistan yang terkucil. Ia telah berhasil mewujudkan apa yang gagal diwujudkan oleh gerakan lain dan berdiri kukuh ketika yang lain surut ke belakang. Berbagai upaya iming-iming maupun penyesatan tidak mampu membalikkannya dari jalan yang telah digariskannya, ketika amirnya dengan tegas menyatakan—sebagai jawaban atas embargo, tekanan, dan tawar-menawar yang diajukan kepadanya: “Sesungguhnya prinsip-prinsip Islam mengenai pemerintahan Islam tidak bisa menerima kompromi atau tawar-menawar terhadapnya dengan apapun juga.”
Adalah mustahil untuk menjelaskan seluruh sepak terjang Taliban, sekalipun dengan menggunakan seluruh lembaran buku ini, oleh karena itu, penulis akan memberikan gambaran sepintas, barangkali ini bisa menghilangkan berbagai kebohongan yang diceritakan mengenainya.
Kita awali dengan kesaksian Mufti Mesir, Dr. Nashr Farid Washil, di mana beliau mengatakan:
“Ketika kita pergi ke sana, kita akan mendapati bahwa realitas Afghanistan berbeda sama sekali dari apa yang digambarkan dan disiarkan oleh media massa Barat tentang Taliban dengan berbagai pengekangan, pengungkungan wanita, dan perkebunan ganja. Kami semua, sebagai delegasi, semula memiliki kesan kuat di benak kami bahwa Taliban benar-benar telah mengangkat syiar Islam sebagai solusi, tetapi mereka kemudian menanam ganja untuk membiayai gerakan mereka. Media massa Barat menyiarkan bahwa mereka mengekang dan melarang kaum wanita dari aktivitas mengajar, mengemudi mobil, dan sebagainya, bahwa mereka begini dan begitu. Tapi, di sana terlihatlah fakta yang tak pernah terlihat itu, bahwa mereka tidak menanam ganja, melainkan membentuk kelompok-kelompok untuk memberantas pertanian ganja, bahkan benar-benar membakar perkebunannya. Mereka melarang ada satu pohon ganja pun dalam pemerintahan mereka!
Adapun kaum wanita, maka kami melihat mereka ada di jalan raya, di sepanjang jalan raya. Mereka mengatakan: bahwa apa yang dipublikasikan itu keliru. Yang benar adalah, ‘karena kurangnya sekolah dan gedung sekolah, disebabkan oleh kondisi pengajaran yang buruk di negeri kami’, maka kami mulai menyiasati keadaan, yaitu bahwa anak laki-laki, khususnya yang tertua akan menjadi penanggung jawab dan penting bagi keluarganya; oleh karena itu, kami mengutamakan saudara laki-laki paling besar daripada saudara-saudara lainnya, sekalipun mereka juga sama-sama laki-laki, agar mendapat tempat di sekolah. Maka laki-laki tertualah yang paling utama. Jadi, permasalahannya bukan perempuan atau laki-laki, melainkan keadaan telah mengatur aktivitas dan sikap kami. Jika keadaan pengajaran membaik, tentu setiap anak perempuan akan mendapat tempat seperti anak laki-laki.’
Sebenarnya, kami sangat terkejut dengan keadaan yang disiarkan secara bohong oleh media informasi Barat. Saya mengakui bahwa saya pribadi dulu mempercayai semua pemberitaan menyangkut Taliban, akan tetapi setelah melakukan kunjungan itu, seluruh delegasi tanpa terkecuali yakin tentang ketidakobjektifan media massa Barat dan upayanya untuk menyesatkan seluruh dunia, khususnya mengenai realitas Taliban dan Afghanistan.
Terus terang, saya juga menganggap kunjungan ini seluruhnya bernilai positif, karena dengan kunjungan ini kami mengerti sejauh mana kebohongan informasi-informasi yang dipublikasikan oleh media massa Barat.
Saya katakan: sudah waktunya negara-negara Islam untuk mulai mengakui pemerintahan Taliban. Ini merupakan pendapat delegasi Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan pendapat saya pribadi. Saya katakan, sudah waktunya kita memahami bahwa kebanyakan kekuatan politik internasional menghendaki kondisi menyedihkan ini, di mana kekuatan-kekuatan ini berupaya menciptakan perpecahan di antara saudara-saudara seagama. Karena itu, saya menyerukan kepada dunia Arab dan Islam untuk merevisi sikapnya terhadap pemerintah Taliban.”
“Jika Anda menutupi dan secara sengaja tidak menyebarkan informasi kepada khalayak umum dalam rangka memperdaya mereka, maka itu disebut berbohong, atau lebih tepatnya pengkhianatan media, bukan jurnalisme!” (Jerry D. Gray)
(Sumber : http://unseenhands.wordpre
Tidak ada komentar:
Posting Komentar